“Sudah ketahuan itu kopi punya siapa?” tanya teman saya
sambil cengar cengir ketika kami bertemu di kantor beberapa hari lalu.
“So whose coffee was
that?” asked my friend as he grinned when we met at the office few days ago.
Saya spontan tertawa mendengarnya.
I bursted out my laugh.
"Mending gue nanya dulu dong dari pada langsung main ambil" jawab saya "kalau yang punya nyariin gimana, yoo?"
Teman saya tertawa.
My friend laughed.
“Kalau buat gue sih, yang sudah di taruh di situ ya jadi
milik bersama” katanya di sela-sela tawanya “gue simpan makanan di kulkas,
siapa aja boleh ambil dan makan”
“I take it this way,
since it is in public place, it is no longer in personal possession” he said in
between his laugh “I keep some snacks in the fridge which anyone can take it”
“Ya itu kan elu”
“Now, that’s you”
Dia masih tertawa dan tetap bisa tertawa setiap kali
teringat sms dari saya, menanyakan apa dua sachet kopi yang ada dalam stoples
kopi adalah miliknya.
He laughed and laughes
everytime he remembers my text to him, asking if the two sachets of coffee in
the coffee jar were his.
Pagi itu ketika saya berada di pantry untuk membuat kopi,
saya melihat dua sachet kopi dalam stoples kopi dan karena keduanya berbeda
dengan kopi yang biasa saya beli maka
saya tahu pasti ada orang lain yang telah menaruhnya di sana dan saya
mengira dia sebagai pemilik dua sachet kopi itu karena setahu saya hanya kami
berdua yang suka menyimpan makanan atau minuman di pantry atau di kulkas.
That morning when I was
in the pantry to make coffee, I saw those two coffee sachets in the coffee jar
and since they were from different brand with the ones I use to buy, I assumed
someone has put them there and I thought it was him because we both like to
leave snacks or drinks in the pantry or in the fridge.
Tapi saya pikir bisa juga orang lain yang menaruhnya di
situ. Jadi saya mengirimkan sms untuk memastikan.
But I thought someone
else might have put them there. So I texted him just to make sure.
“Bukan punya gue” begitu dia membalas sms saya.
“They are not mine” he
texted me back.
“Siapa ya yang taruh di situ?” saya penasaran.
“Any idea who put them
there?” it made me curious.
“Ah, udahlah.. ambil aja kalau mau”
“Who cares.. just take it
if you want”
“Ga, ah. Kalau yang punya nyariin gimana, yoo?”
“Nah. What if the owner
came to get them?”
Beberapa hari kemudian ketika saya sedang berada di pantry,
seorang teman yang lain masuk dan melihat saya sedang membuat kopi, dia
nyeletuk..
Few days later when I was
in the pantry, another friend came and when he saw me making coffee, he said..
“I put some coffee in the
coffee jar”
Oh? Jadi dua sachet kopi itu punya dia.. terpecahkanlah
misterinya.. hehe.
Oh? So those two sachets
of coffee were his.. it broke the mystery.. lol.
Teman saya tertawa geli ketika saya ceritakan peristiwa itu
padanya. Apalagi ketika saya katakan bahwa kami bertukar kopi.
My friend couldn’t hold
his laugh when I told him about it. Especially to the part when the owner of
those two sachets of coffee traded one of them with my coffee.
“Masa sih?” matanya membelalak tak percaya.
“Really?” his eyes
widened out of his disbelief.
“Untung juga kan gue ga main ambil aja” saya menertawakan
keheranannya “ya, dia sih ga bakal marah kalau misalnya kopinya saya ambil satu
sachet tapi kan lebih enak kalau sebelumnya sudah ngomong dulu”
“Glad I didn’t just
take it” I laughed seeing his amazement “I knew he would be okay with it but I
am glad I asked him first”
“Apa pun yang ada di pantry adalah milik bersama”
“The things in the pantry
are in public domain, anyone can take them”
Wah, saya teringat pada kopi di mug yang selalu saya simpan
di dalam kulkas. Mug tanpa nama. Tapi sejauh ini tidak ada yang nekad meminumnya..
hehe..
This reminded me to the
coffee in the mug that I put in the fridge. A nameless mug. But so far none
dared to drink it.. lol..
“Saya simpan cemilan di kulkas, siapa yang mau silahkan
ambil saja” katanya.
“I keep some snacks in
the fridge, I don’t mind if you or anyone else want to eat them” he continued.
“Ga semua orang bisa berpendapat seperti itu” saya nyengir
sambil masih teringat pada kopi dalam mug tidak bernama yang saya simpan di
kulkas.
“Not everyone shares that
opinion” I grinned as I remember my coffee in the nameless mug in the fridge.
Dan pembicaraan kami berlanjut pada kebiasaan di tempat
kost. Semua bisa menaruh makanan atau minuman dalam kulkas tapi tempat
penyimpanannya tentu di beri label nama.
And our conversation
continued about living in the flat. The tenants can store beverages in the
fridge but better put name tag on the container.
Rasa kepemilikan memang berbeda di setiap orang. Ada yang
tidak terlalu merepotkan benda-benda yang menurutnya ok-ok saja untuk di bagi dengan
orang lain. Tapi ada juga yang tidak.
People has different
opinion about ownership. Some don’t mind to share some things while others do
mind.
Jangankan orang lain, yang sedarah sedaging saja belum tentu
rela berbagi.
Our own flesh and blood
wouldn’t have a big heart when it comes to sharing.
Topik dua sachet kopi itu kembali dibicarakan ketika kami
bertiga bertemu belum lama ini dan kami sama-sama menertawakannya.
Those two sachets of
coffee came into the conversation when the three of us met recently and we all
laughed it out.
Bersyukurlah saya memiliki dua teman seperti mereka. Sekali
pun ada saat-saat ketika kami bersitegang atau menjauh tapi itu tidak
mempengaruhi persahabatan kami. Semakin lama waktu yang kami lewatkan bersama
malah membuat kami lebih mengenal satu dengan lainnya.
I am grateful to have
them as my friends. Though there were times when we had our differences or
distancing each other but they don’t break the friendship. Time has infact
gives us chance to get to know each other better.
Tapi beberapa orang tidak seberuntung kami karena perkara
‘milik saya-milik kamu’ bisa meretakkan hubungan antar kakak-beradik dan
persahabatan.
Some people are not as
lucky as we are because this whole thing ‘what is mine-what is yours’ can break
the relationships of brother-sister and friendship.
Sebagai seorang guru, saya beberapa kali di buat repot
ketika menghadapi murid-murid yang beranggapan bahwa saya adalah dan harus
menjadi milik mereka pribadi. Mereka marah ketika ada anak lain yang ingin
mengobrol, memeluk, bermain atau bahkan menggandeng tangan saya! Seorang murid
saya malah pernah mengomeli, mendorong dan mencakar temannya yang ingin
mendekati saya.
As a teacher, it really
troubled me when I had students who though I was theirs and theirs only. They
got upset when other children came to talk, hug, play or even to just hold my
hand! A former student was even yelled, pushed and scratched her friend whom
wanted to approach me.
Saya juga memiliki rasa kepemilikan yang besar. Saya
menjalani sebagian besar usia saya sebagai anak tunggal sehingga saya terbiasa
dengan pola bahwa barang-barang saya adalah milik saya. Jangankan untuk
berbagi, berpindah tempat saja bisa membuat saya murang-maring kalau otak saya
sedang tidak waras.. hehe..
I myself have a big sense
of ownership. I spent most of my life being an only child so I am used with this
mindset that my things are mine. Sharing has been an issue for me, not just
that, if I see my things are not in their usual place, it would drive me crazy especially
at the times when I was not thinking straight.. lol..
Bagi saya, kamar adalah wilayah pribadi. Masuk boleh tapi
tidak bisa sembarangan mengambil atau memindahkan barang saya.
For me, my room is my
personal territory. You can come in but you can’t just take or move my stuff.
Yang lucu adalah saya tidak selalu ingat berapa banyak benda
atau baju yang saya miliki tapi saya pasti tahu kalau ada yang hilang atau
bergeser dari tempatnya.
Funny thing is I don’t
always remember how many things or clothes do I have but I can tell if
something is missing or moved from its place.
Jadi saya bisa uring-uringan sendirian ketika saya masuk
kantor dan melihat benda-benda di meja saya menghilang atau bergeser.
So it can pissed me when
I get in the office and see that there are things in my desk that missing or
not in their place.
Sekarang ini saja saya sedang agak kesal karena kehilangan
cutter. Entah siapa yang ambil tapi tidak mengembalikan. Padahal sudah saya
tulisi TU (tata usaha) pada cutter itu.
The missing cutter is just like this one |
“Beli ajalah yang baru, Keke” kata seorang senior saya
“berapa sih harganya”
“Just buy a new one, Keke”
said one of my senior “a cutter wouldn’t cost a fortune”
“Iya, trus nanti hilang lagi” saya cemberut.
“Yeah, and it will be
missing again” I said with sullen face.
“Simpan dalam laci kamu yang bisa di kunci”
“Keep it in your drawer
and lock it”
Saya tetap kesal. Masa sih semua harus saya umpetin?
It still pissed me off.
Should I hide everything?
Tapi saya juga tidak mau perkara cutter bikin saya
bertingkah konyol jadi saya pikir biar sajalah. Toh masih ada cutter yang
tersimpan di ruang kerja lain. Kalau saya perlu, saya bisa meminjamnya atau
kalau saya malas mengambilnya, saya punya cutter pribadi. Hehe..
However, I don’t want to
make this cutter thing caused me to act silly so I thought what a hell. There
is a cutter in other room. I can borrow it or if I am too lazy to get it, I
have my own cutter. Lol..
Ya, begitulah. Harus pintar-pintar memilah mana yang pantas
untuk diributin dan mana yang terlalu konyol untuk diributin.
No comments:
Post a Comment