Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, August 15, 2013

Give Me A Hug

Pelukan dari orang terkasih memberikan ketenangan pada jiwa yang gelisah.

A hug from loved one calms the restless soul.

Saya sedang menuliskan soal di buku Dite, seorang murid yang ikut les bahasa Inggris di rumah saya, ketika Dio, adiknya, yang berdiri di belakang saya tiba-tiba saja merangkulkan kedua lengannya di leher saya.

I was writing some English drills on Dite’s book, a boy who is in my house for his English tutoring, when Dio, his younger brother, who stood behind me suddenly put his arms around my neck.

Dia memeluk saya..

He hugged me..

Saya mengelus tangan-tangan kecilnya. Merasakan aliran cinta melalui pelukan itu. Alangkah sederhananya. Tapi betapa kuatnya dampak yang diberikannya.

I caressed those small arms. I felt love through the hug. So simple. But so strong was the impact.

Selama 6 tahun saya menjadi guru taman kanak-kanak, pelukan-pelukan kecil seperti ini mengisi hari-hari saya.

For 6 years working as kindergarten teacher, these kinds of hug filled my days.

Ada pelukan sambil lalu saat saling mengucapkan ‘selamat pagi’.

There were slight hugs as we greeted ‘good morning’ to each other.

Ada pelukan gemas melihat rupa, kelakuan atau perkataan anak-anak kecil itu yang serba spontan dan lugu.

There were smitten hugs seeing their looks, attitude or the words they said, spontaneous and naïve ones.

Ada pelukan saat kami sedang bermain.

There were hugs when we were playing games.

Ada pelukan untuk menyatakan terima kasih, pelukan diiringi derai air mata menyatakan penyesalan, pelukan yang mengatakan penghargaan, pelukan untuk menenangkan hati yang sedang takut atau gelisah.

There were hugs as ways to say thank you, hugs with teary eyes saying I am sorry, hugs to express gratitude, calming hugs for the weary ones.

Bahkan ada pelukan tanpa tujuan. Murid-murid kecil saya itu sering sekali tiba-tiba lari mendatangi saya dan langsung memeluk saya erat-erat. Untuk kemudian mereka lari lagi keluar atau kembali meneruskan kegiatan apa pun yang sedang mereka lakukan.

There were even hugs that simply hugs. My little students liked to come to me and just hugged me tightly. After that they ran outside or continued the whatever activities they were having.


Saya pun kadang memberikan pelukan tanpa tujuan seperti itu. Ketika seorang murid saya tidak bisa juga mengerti alfabet yang sedang saya ajarkan, saya langsung menggendongnya dan memeluknya. Tepat di depan 15 teman-teman sekelasnya yang melongo tapi kemudian tertawa geli.

I myself sometimes gave this kind of hug. When a child in my class could not understand the alphabets that I was teaching, I hold him up and hugged him. Right infront of his 15 classmates who stunned to see what I did but then chorus in laughter.

Urusan peluk memeluk bukan cuma dilakukan oleh anak-anak saja, keakraban antar sesama rekan guru pun tidak jarang dieskpresikan melalui pelukan.

It did not go just for the kids. We, the teachers, expressed our closeness with a hug.


Bahkan dengan orang tua murid-murid pun, saya dan mereka tidak ragu untuk merangkul atau memeluk. Ah, keakraban yang selalu saya rindukan. 

The closeness I had with the parents of my former students made us never felt hesitate to give a hug. I miss it. I truly am. 


Lepas dari pekerjaan sebagai guru taman kanak-kanak, kehidupan saya banyak berubah. Beberapa hal membaik tapi ada yang tidak.

After no longer worked as kindergarten teacher, my life changed a lot. Some get better, others don’t.

Yang saya anggap sebagai kemunduran adalah kehilangan pelukan penuh cinta yang diberikan penuh keluguan dan spontanitas.

What I consider as a big loss is not having those loving, spontaneous and sincere hugs.

Dalam dunia kerja di luar pekerjaan sebagai guru, tidak ada lagi pelukan sebagai ungkapan rasa terima kasih, penyesalan, penghargaan atau kebahagiaan. Karena orang dewasa mengganti pelukan dengan kata-kata atau amplop berisi uang.

At work place, if you are no longer a teacher, you find that no hugs to say thank you or as ways to express gratification, apology or happiness. Grownups change hugs with words or money in the envelope.

Ya, demikianlah tidak mungkin juga berharap rekan kerja atau atasan kita akan memeluk untuk menyatakan rasa terima kasih, permintaan maaf atau sebagai ganti penghargaan. Setidaknya hal demikian tidak lazim terjadi di negeri asia yang masih menganggap atasan sebagai junjungan, ketakutan adanya salah paham bagi yang di peluk atau untuk yang melihatnya sampai kepada alasan agama tertentu yang melarang orang berlainan jenis kelamin untuk bersinggungan secara fisik, apalagi dengan cara berpelukan.

Yep, it is nearly impossible to expect our colleague or boss to hug to express their thank you, apology or gratitude. At least it is not common in Asia that still regard boss as semi god, the fear of creating misunderstanding for the person who is hugged or people who witness it, up to certain religion that forbid opposite sex to have physical touch, a hug is definitely unimaginable.

Berlainan dengan orang-orang barat yang lebih terbuka, spontan dan tidak terikat dengan sejuta aturan keagamaan dan tata adat seperti orang timur.

It is so different with the western people whom are more open, spontaneous and untied by millions of religious rules or eastern tradition.

Misalnya saja ketika baru pertama kali bertemu dengan Cynthia, kakak Shirley, dia menatap saya, tersenyum ramah dan merentangkan kedua tangannya ke arah saya.

For example, when I met Cynthia for the first time, she is Shirley’s sister, she looked at me, smiled warmly and stretched out her arms to me.

“Kamu pasti Keke” dia langsung memeluk saya dan cup... cup.. mencium kedua pipi saya.

“You must be Keke” she hugged me and smooch... she kissed both of my cheeks.

Demikian juga dengan teman-teman Andre. Entah yang baru pertama kali bertemu atau yang memang sudah kenal lama, mereka pasti spontan langsung saling  memeluk dan mencium kedua pipi. Bahkan tidak jarang yang laki-laki akan merangkul sebagai tanda persahabatan.

It goes the same with Andre’s friends. Whether it is the first time they met or have known long, when they spontaneously give hugs and kiss both cheeks. It is not a rare thing when a man puts his arm around other person’s waist or rests it on one’s shoulder as sign of friendship.

Saya pernah punya atasan seorang Jepang yang baik hati yang menganggap saya sebagai keluarganya. Dia satu-satunya atasan yang pernah memeluk saya ketika dilihatnya saya sedang sedih. Dia juga satu-satunya atasan yang pernah saya peluk sambil menangis ketika kami mengucapkan selamat tinggal saat dia akan kembali ke negerinya.


I once had a Japanese as my boss, he was a kindhearted person who saw me as his own family. He was the only boss that gave me a hug when he saw me sad. He was the only boss I had ever hugged when we said goodbye as he was leaving to his country.

Sebaik apa pun atasan saya sesudah atau sebelum dia, seakrab apa pun mereka dengan saya, sekalipun sudah seperti keluarga sendiri.., tidak ada yang pernah memeluk saya atau yang pernah saya peluk.. karena mereka semua adalah orang Indonesia dan orang Indonesia (orang dewasanya) terbentur banyak alasan seperti yang saya tuliskan di atas yang membuat mereka tidak terbiasa atau tidak bebas untuk di peluk atau memeluk.

No matter how kind my bosses were, the ones I had before or after him, no matter how close I was with them, eventhough we were like family.., none had ever hugged me or being hugged by me.. because they were all Indonesian and Indonesian people (the adults) are having too many obstacles as I wrote above that making them not used or having the freedom to give or accept a hug.

Satu dari antara banyak hal yang saya sukai dengan kehadiran Andre adalah bahwa ketika pulang kerja dia menjemput saya dan begitu saya datang, dia langsung memeluk saya. Tidak peduli apakah kami berada di tempat ramai atau dalam mobil.


One of the things that I like from Andre’s presence is that when he picked me up from work, he would give me a hug once I showed up. He didn’t care if we were out there among the crowds or in the car.

“Hmm.. kamu berbau kantor” lalu dia akan menggumam demikian sementara masih memeluk saya “gimana kerjaan hari ini?”

“Hmm.. you smell like the office” he then murmured those words as he hugged me “so how was work today?”

Setelah mengalami berbagai hal di tempat kerja, dari yang rutin sampai yang mendadak muncul, yang mudah sampai yang ruwet, yang menarik sampai yang membosankan, yang lucu dan menjengkelkan, serta menemui manusia-manusia yang menjadi berkah atau kutukan pada hari itu, pelukan Andre seperti melepaskan benang kusut dalam pikiran dan hati saya.

After having many things at work, from the routine to the ones that came at short notice, the easy and complicated ones, interesting and dull, funny and upsetting, not to mention the people that were the day’s blessing or curse, Andre’s hug seemed like releasing me from the twisted things in my mind and heart.

Di rumah, hanya ayah saya yang bisa saya peluk. Ibu saya bukannya tidak mau atau tidak suka di peluk. Tapi pelukan membuat jantungnya tertekan dan napasnya menjadi sesak. Saya tidak ingat sudah berapa tahun saya tidak lagi memeluk ibu saya.

At home, my father is the only one that I can hug. My mother is not disliking or avoiding a hug. But hugging presses her heart and it effects her breathing. I can’t remember how many years I have not hugged my mother.

Kadang ayah saya terlalu capek atau terlalu sibuk sehingga tanpa Andre, tanpa murid-murid kecil saya, satu hari akan berlalu tanpa saya memeluk atau di peluk seseorang.

Sometimes my father was too tired or too busy so without Andre nor my little students, a day would pass without me hugging someone or being hugged by someone.

Yah, mau bilang apa, begitulah itulah…

Sigh, what can I say, there it is how things go..  

No comments:

Post a Comment