Ada keindahan dalam kesederhanaan.
There is
beauty in simplicity.
Hidup itu ruwet. Kita sendiri pun punya andil dalam membuat
hidup menjadi ruwet.
Life is
complicated. We ourselves have our part in making life complicated.
Kita memikirkan hal-hal yang tidak perlu dipikirkan. Kita
merangkai berbagai praduga dan kesimpulan sepihak. Yang akhirnya bikin kita
uring-uringan sendiri.
We think
about things that need not to be thinking. We came up with many one sided
presumption and conclusion. It drives us crazy at the end.
Ketika saya pergi traveling, saya menemukan kesamaan antara
proses traveling dengan kehidupan.
When I go
traveling, I find similarities between the process of traveling itself with
life.
Berbagai hal bisa muncul sejak dari awal mempersiapkan
perjalanan itu sampai sesudahnya.
Many things
could come up since the preparation of the traveling up to aftermath.
Saya jadi ingat pengalaman ketika menjadi guru taman
kanak-kanak. Setiap kali sekolah mengadakan acara, kepsek bikin kami para guru
nyaris kehilangan kesempatan untuk bisa menikmati acara itu.
My memory
flew back to the time when I worked as kindergarten teacher. In every school
activities, our headmaster made us the teachers nearly missed all the fun in
each event.
Dia meributi, mengurusi dan memikirkan hal-hal yang
sebetulnya tidak ruwet-ruwet banget. Tapi dia mendedikasikan begitu banyak
tenaga dan pikirannya untuk hal-hal tersebut sampai akhirnya semua itu
melelahkan fisik serta pikirannya.
She fussed around
and thought about things that didn’t really complicated. But she dedicated so
many energy and mind on those things that at the end they drained her
physically and mentally.
Kalau yang diributinya itu bisa jadi lebih benar atau lebih
baik dari sebelumnya. Seringkali malah tidak memberi hasil apa pun.
Did all the
fussing make things get better than before? Most of the times it resulted in
nothing.
Belum lagi dia membuat dirinya menjadi sosok yang
menyebalkan tidak hanya di mata kami, para guru, tapi juga di mata orang-orang
lain.
Not to
mention how she made herself as a bitch not only to us the teachers but also to
other people.
Tapi selama satu tahun setengah ini saya membelit pikiran
saya dengan berbagai hal yang tidak perlu saya cemaskan atau takutkan. Bahkan
sebetulnya banyak yang tidak perlu saya pikirkan.
But for a
year and a half I twisted my mind with so many things that I shouldn’t worry or
fear about. Infact there were things that I shouldn’t even give a thought.
Ketika saya mulai traveling, saya menemui berbagai hal dari
yang menyenangkan, membingungkan sampai
yang menyebalkan.
When I start
my traveling I found many things from the pleasant one to the confusing and up
to the upsetting.
Saya harus memilih apakah saya akan menjadi sabar atau
uring-uringan, apakah saya akan menikmatinya atau membiarkan hal itu menyiksa
saya, apakah saya akan melihatnya dari sisi positif atau berkonsentrasi pada
segala yang buruk, menyebalkan dan menyusahkan.
I had to
choose to get patient or became moody, whether I would enjoy it or let it
torture me, would I see it from positive point of view or consentrate on the
bad, annoying and troubling part.
Contohnya ketika selama hampir 15 menit saya berdiri di
peron menunggu kereta api Pangrango dari Sukabumi yang sedang langsir di
stasiun Bogor. Mengingat sebelumnya saya sampai turun dari angkot dan setengah
berlari menuju ke stasiun ini saking takutnya ketinggalan kereta membuat
rasanya wajar saja kalau saya mengomel panjang lebar ketika akhirnya saya malah
harus berdiri hampir 15 menit disini.
For example when
I had to stand for nearly 15 minutes on the platform waiting for Pangrango
train from Sukabumi shunted in Bogor train station. Considering that I had to
get off from angkot and half ran to get to this train station out of fearing I
would miss that train, only to have to stand at the platform for nearly 15
minutes.. well, it looks normal if I grumbled, right?
Tapi saya memilih untuk mengalihkan pikiran saya pada
hal-hal lain.
But I choose
to think about other things.
Pagi itu udara cerah. Matahari bersinar. Saya merasakan
kehangatannya di kulit saya.
It was a
bright morning. The sun was shinning. I felt its warmth in my skin.
Ada kebahagiaan dalam hal-hal sederhana.
There is joy
in simple things.
Saya sendirian sepanjang perjalanan pulang pergi Bogor
Sukabumi tapi saya tidak merasa kesepian, takut, sedih atau khawatir.
I went on
myself all the way from Bogor to Sukabumi and back to Bogor but I didn’t feel
lonely, afraid, sad or worry.
Karena saya tidak berkonsentrasi pada hal-hal negatif itu.
Because I
didn’t consentrate on those negative things.
Perhatian saya ada pada hal-hal lain. Dari mulai
memperhatikan keadaan di dalam gerbong yang saya naiki…
My attention
fell on other things. From studying the coach I was in...
Lalu beralih pada pemandangan gunung, bukit, sawah, sungai,
petani yang bekerja di sawah, yang berhenti bekerja sejenak untuk memperhatikan
kereta yang saya tumpangi melewati sawahnya, pada anak-anak desa yang dengan
ceria melambaikan tangan mereka ke arah kereta.
After that
turned to the mountain view, on the hills, the rice fields, rivers, farmers
working on rice field who stopped working to watch the train passed them by,
the village children waving their hands merrily to the train.
Dan saya berpikir alangkah indahnya negeri saya, alangkah
bahagianya saya terlahir di negeri ini, alangkah banyaknya hal dalam hidup saya
yang dapat saya syukuri..
And I thought
it’s a beautiful country, how happy I am to be born in this country, how many
things in my life that I should be grateful..
Atau ketika di sepanjang perjalanan ada saja yang menegur
saya dengan ramah atau mengajak saya mengobrol.
Or when
during the trip I met friendly people who greeted me or gained me in
conversation.
Saya sedang duduk bengang bengong di stasiun kereta api
Sukabumi dan tiba-tiba datang seorang ibu tua. Dia duduk di kursi di depan
saya. Kemudian dia menoleh ke belakang. Kami bertatapan dan dia tersenyum
ramah. Percakapan kami dimulai dengan tiket. Ketika dia bangkit untuk
menghampiri suaminya yang duduk di kursi lain, saya melihat arloji saya dan
kaget karena menyadari kami telah mengobrol selama lebih dari setengah jam.
I was sitting
on the bench at Sukabumi train station, all alone when an old lady came and sat
on the bench infront of me. Later she looked around. Our eyes met and she gave
me a warm smile. Our conversation started with the train ticket. When she got
up to go to her husband who sat few steps away from us, I looked at my wrist
watch and was surprised when I realized we have talked for more than half hour.
Atau ketika saya mengobrol dengan supir angkot di Sukabumi
yang ternyata adalah pendatang dari Jakarta! Dulu dia tinggal di daerah
Manggarai sementara saya tinggal di daerah Tebet. Luar biasa kan? Hehe..
Or when I
chatted with the angkot driver in Sukabumi who turned out to be a former
Jakarta resident. He used to live in Manggarai while I was in Tebet. Is it that
incredible? Lol..
Selama saya dalam perjalanan backpacking, saya bertemu
dengan banyak orang yang tidak saya kenal yang tanpa ragu menegur dengan ramah,
menjadi teman bicara yang menyenangkan dan memberi pertolongan secara spontan.
During my
backpacking trip, I have met so many people whom were total stranger but they
greeted me without hesitation, they became fun companion to talk to and gave
spontaneous help.
Perjalanan-perjalanan backpacking ini membuat saya merasa
lebih hidup, membuat saya menghargai kehidupan, membuat saya menemukan banyak
kebahagiaan lewat hal-hal sederhana, membuat saya menjadi lebih kokoh, lebih
percaya diri dan menjadi cara saya untuk menemukan diri saya kembali.
No comments:
Post a Comment