“Saya masih punya utang sama kamu” senior saya yang kocak
itu berucap sembari nyengir sesaat sebelum meninggalkan ruangan saya hari Senin
kemarin (2/12).
“I still owe
you something” my funny senior grinned at me shortly before he left my room
last Monday (Dec 2nd).
Utang?.. saya
mengerutkan kening. Memutar otak. Utang
apa?
Owe me something?.. I thought hard. Owe me what?
“Beliin kamu es krim”
“Treat you an
ice cream”
Eh, dia ingat!..
sedetik saya tercengang, detik berikutnya saya spontan tertawa keras.
He remembers!.. for a second it made me speechless,
the next second I laughed it hard.
“Kirain sudah lupa” saya ngakak. Ya ampun, beneran.. saya
pikir si babe sudah lupa.
“I thought
you forgot” I laughed loudly. Man, I swear.. I thought he already forgot it.
Hehe..
Jadi ceritanya begini, beberapa hari sebelumnya si babe
minta data-data tertentu.
So this is
the story behind that ‘I owe you an ice cream’, few days ago he asked for
certain data.
Ada beberapa tambahan data lagi yang diperlukannya.
He needed more data.
Begitulah, selama beberapa hari, diselingi dengan keluh kesah saya
karena harus berhadapan dengan angka dan ketelitian.. dua hal yang saya sadari
sebagai titik kelemahan saya.. beberapa kali koreksi, teguran si babe, saling
meledek, tawa canda, cek dan ricek sampai hari Minggu (1/12) saya merasa data
revisi terakhir yang saya email ke senior saya itu sudah tidak ada kesalahan
lagi.
So for few
days, in between my sigh for having to work with numbers that required
thoroughness.. I am aware those two are my weak points.. few corrections,
having him complained over the miscalculating, the jokes, tease and laughs
between the two of us, check and re-check, I felt the final revised data I
emailed him on Sunday (Dec 1st) was finally correct.
Tapi sebelum mengerjakan tugas itu, saya menodongnya “Ada upahnya
lho, beliin es krim”
But before I
worked on that task, I came to him with a bargain “Reward me with an ice cream”
Kami mencandai dan saling meledek soal es krim ini tapi saya
bersikukuh.
We joked and
teased each other over this ice cream but I was persistent.
Beberapa bulan sebelumnya ketika saya mengumpulkan materi
untuk menyusun data-data ini, saya sudah pernah menodongnya dengan permintaan
yang sama. Tapi sekian bulan lewat dan es krim itu terlupakan.
Few months
ago when I gathered the raw data, I had come with that same bargain. But months
passed by and the ice cream left forgotten.
Ketika urusan data yang sama muncul lagi, saya memberanikan
diri untuk kembali menodong si babe dengan permintaan yang sama, belikan saya
es krim.
When the
subject came to that same data, I dared myself to ask him for an ice cream.
Si babe memberikan reaksi dengan gurauan dan ledekan. Tidak
menolak tapi juga tidak mengatakan ya.
He reacted by
joked around and teased me. Not saying no, not saying yes either.
Ditambah dengan melihat kesalahan-kesalahan akibat
ketidak-telitian saya membuat saya merasa es krim itu sulit untuk terwujud.
Added with
the miscalculation I made out of my unthoroughly made the ice cream seemed like
a mist.
Beberapa hari lewat tanpa ada tanda atau omongan tentang si
es krim.
Few days
passed without any sign or talk about the ice cream.
Saya malu untuk mengingatkan.
I was
embarrassed to remind him about it.
Terlalu gengsi untuk memintanya lagi.
Had too many
pride to ask it again.
Takut di anggap terlalu kekanak-kanakkan.
Afraid to be
seen child-like.
“Di kulkas ada banyak es krim” Andre heran ketika saya ceritakan tentang es krim yang satu ini.
“There are
plenty of ice cream in the fridge” Andre looked puzzled when I told him about this particular ice cream.
Benar. Dia tahu saya gila es krim dan karena itu dia
menyimpan stok berbagai macam es krim di kulkas.
True. He knew
my craving over ice cream and that is why he stocked the fridge with plenty of
ice cream.
“Coba lihat muka kamu itu” Andre menatap saya dengan tatapan
heran dan penuh selidik “Kenapa kok es krim yang satu itu jadi penting banget
buat kamu?”
“Take a look
at your face” Andre stared at me, looking puzzled and curious “Why is that one particular ice cream became so important for you?”
“Bukan es krimnya” saya berpikir-pikir “Saya bisa beli
sendiri. Di sini juga ada banyak tuh di kulkas”
“It is not
the ice cream” I thought it over “I could get it myself. And here, there are
plenty on the fridge”
Bukan es krimnya.
It is not the ice cream.
Saya jadi ingat suatu peristiwa.
This reminded
me to something.
Sehari sebelum menikah, ‘adik’ saya dan saya makan es krim
diruangan saya.
A day before
his wedding, my ‘brother’ and I had ice cream in my room.
Hari itu dia datang ke kantor khusus untuk mengajak saya
membeli es krim. Dan bagaimana kami berputar-putar mencari es krim yang saya
inginkan sampai akhirnya kami menjatuhkan pilihan pada es krim dari merek lain
yang agak-agak mirip dengan es krim yang saya inginkan.
On that day
he came to the office just to ask me out to get the ice cream. And how we went
to several places to find the ice cream I specifically wanted but since we couldn’t
find it, we picked the one from other brand that looked similar with the one I
wanted.
Lalu kami kembali ke kantor. Di ruangan saya, dia duduk di
kursi saya sementara saya duduk bersila di kursi tamu.
And we
returned to the office. In my room, he sat on my chair while I sat crossed leg
on the guest chair.
Sambil menikmati es krim masing-masing, kami mengobrol
tentang berbagai hal. Rasanya seperti dulu lagi; hanya kami saja yang ada di
kantor. Dua orang sahabat, dua rekan kerja, dua orang yang demikian akrab
sampai menjadi seperti kakak beradik.
We talked
while we enjoyed our own ice creams. It felt like old times; it was just the
two of us in the office. Two best friends, two co-workers, two people who have become
close that felt like brother and sister.
Beberapa minggu sebelumnya dia meminta tolong saya
membagikan undangan pernikahannya.
Few weeks
earlier he asked me to help him distributed his wedding invitations.
Es krim adalah upah yang saya minta.
Ice cream was
the reward I asked him.
Hari itu dia menepati janjinya.
He kept
his promise on that day.
Saya sudah lupa merek es krimnya.
I have
forgotten what brand was the ice cream we bought.
Yang tidak akan pernah saya lupakan adalah ketika kami
berdua pergi membeli es krim itu dan kemudian memakannya diruangan saya sambil
mengobrol seakan-akan hari esok tidak akan datang, waktu seakan berhenti, semua
terlihat sederhana dan yang sederhana itu membawa arti serta kebahagiaan
tersendiri.
One thing I
will never forget is when we both went to buy the ice cream and had it in my
room while talking as if tomorrow would never come, as if time stopped,
everything looked simple and that simplicity had its own meaning and happiness.
Bukan es krimnya yang
demikian berarti.
It is not the ice cream that held
special meaning.
Ada banyak orang di kantor saya ini. Hanya sedikit yang
punya arti istimewa bagi saya.
There are
many people in my office. Only few are special to me.
Senior saya yang kocak itu adalah satu diantaranya.
My funny
senior is one of them.
Bukan karena rasa humor kami yang sama yang membuatnya
menjadi seorang yang saya anggap istimewa.
It is not our
same sense of humor that makes me regard him as someone special.
Sekitar 8 bulan lalu saya berada dalam titik terendah dalam
kehidupan saya. Ibu saya sakit. Sementara itu kondisi kesehatan saya juga tidak
lebih baik darinya.
About 8
months ago I was in the lowest point of my life. My mother was ill. In the
meantime my own health was not better than hers.
Selama setahun setengah ini fisik dan mental saya di uji
habis-habisan tapi hari itu adalah puncaknya.
For a year
and half my physic and mental have been tested hard but that day it was the
final test, the hardest one.
Dan senior saya datang tepat di saat saya sedang berpikir
kehidupan sudah tidak ada artinya lagi buat saya.
And my senior
came right at the time I thought life had no meaning anymore to me.
Dia datang dengan muka kelihatan capek. Hari sudah sore.
Saya tidak tahu apa dia masih sempat pulang ke rumah, sudah makan atau belum
tapi toh dia datang dan kehadirannya memberikan kekuatan bagi saya.
He looked
exhausted when he came. It was late afternoon. I had no idea if he had come
home, if he had dinner or not but he came and his presence gave me strength.
Sekitar setengah tahun sebelumnya, dia juga yang berdiri di
pihak saya. Tetap membela saya ketika saya terpojok dan yang lainnya membisu.
Tetap mempercayai saya ketika yang lain mencaci saya. Ketika hati saya dipenuhi
dengan kemarahan dan sakit hati, dia pula yang menghibur, menyabarkan dan
membesarkan semangat saya.
About half a
year or so before that, it was him who stood by my side. He stood up for me
when I was cornered and others went silent. Still believe in my while other
yelled at me. When my heart filled with anger and bitterness, it was him who
soothed it, who put senses back to me and who lighted up my spirit.
Waktu dan masa-masa sulit menguji hati orang.
Time and
hardship are a test to people’s heart.
Dan si bapak menjadi satu dari sedikit orang yang punya arti
istimewa bagi saya.
And he has
become one of the few people who held special meaning for me.
Dengan setulus-tulusnya, saya menaruh hormat, penghargaan
dan kekaguman padanya.
With all the
sincerity in my heart, I have big respect, appreciation and admiration toward
him.
Bukan berarti si babe adalah manusia paling sempurna.
Beberapa kali dia membuat saya kesal. Beberapa kali pula saya sampai ngambek.
Tapi setiap kali pula saya tidak tahan berlama-lama menjadi kesal padanya karena
kalau dia bisa menerima saya lengkap dengan segala kelemahan dan kelebihan
saya, masa saya tidak bisa melakukan hal yang sama terhadap dirinya?
It doesn’t
mean he is the most perfect person. He upset me few times. He drove me mad at
him. But I couldn’t stay upset toward him over the thought if he can accept me
just as the way I am, why can’t I do the same to him?
Jadi sekali lagi, ini
bukan mengenai es krim.
So once again, it is not about the ice
cream.
Bahwa dia ingat pada permintaan saya itu saja sudah memberi
arti istimewa karena ditengah-tengah kesibukan kerjanya di kantor, di rumah, di
tempat kerja saya, dengan berbagai tanggung jawab serta tugasnya.. adalah luar
biasa dia masih ingat pada es krim itu.
The fact that
he remembers my request is something special because in between his hectic work
in the office, at home, in my work place and with various responsibilities and
duties he must take.. it is remarkable for him to remember that ice cream.
Beberapa hari sebelumnya dia menelpon saya di kantor.
Menanyakan kalau-kalau iPadnya tertinggal di tempat kerja saya ini.
Few days
earlier he called me at the office. Asking if he left his iPad at my workplace.
Si babe memang pelupa tapi gawat betul kalau sampai iPad
bisa tercecer entah dimana.
So he is
forgetful but it is awful to forget where he has put his iPad.
Saya berkeliling ruangan. Memperhatikan dengan teliti
berbagai tempat tapi tidak menemukan iPad itu.
I searched
the room. Looking everywhere but didn’t see that iPad.
Dia bisa lupa dimana meletakkan iPadnya tapi masih ingat
pada es krim permintaan saya.
He forgot
where he put his iPad but he remembers the ice cream I asked him for a treat.
Saya tersenyum sendiri setiap kali mengingat hal ini.
I smiled to
myself whenever I remember this.
Jadi ketika seseorang ngotot ingin kita menemaninya pergi
belanja atau makan, atau minta dibelikan sesuatu dan hanya ingin kita yang
membelikannya.. sementara kita tahu semua itu bisa dilakukan atau dibelinya
sendiri, ketahuilah bahwa orang itu menganggap kita sebagai orang yang
istimewa.
So when
someone persistently asked us to go with him/her shopping or going out for
lunch or dinner or asked us to buy him/her something.. when we know that he/she
can do that all by him/herself, it is because that person sees us as someone
special.
Siapa saja bisa menjadi seorang yang istimewa bagi saya atau
bagi anda.
Anybody can
be that someone special for me or for you.
Kita sendiri pun bisa menjadi seorang yang istimewa bagi
orang lain.
Ada banyak orang di dunia ini yang menganggap dirinya istimewa. Mereka berkeliling dengan gaya seperti ayam jago. Meminta tempat istimewa. Mengharapkan diperlakukan sebagai seorang yang diistimewakan, ingin dipandang sebagai orang yang istimewa dan menuntut pelayanan istimewa. Pertanyaannya adalah, benarkah mereka istimewa?
There are many people in this world think they are special. They walk around like cock. Asking for special place. Hoping to be treated as someone special, wanted to be seen as somebody and demand for special service. The question is, are they really special?
Tapi ada banyak orang yang memandang dirinya demikian rendah seakan mereka tidak punya arti apa pun. Mereka melirik orang-orang disekitar mereka dan berpikir orang-orang itu lebih istimewa karena lebih pintar, lebih beruntung, lebih cantik/tampan, lebih dan lebih dari diri mereka dan mereka mulai menyesali nasib, merasa kalah, merasa tidak berarti. Pertanyaannya adalah, benarkah mereka tidak istimewa?
But there are people who consider themselves so low that it felt they held no meaning at all. They glance at the people around them and think those people are special because they are smarter, luckier, prettier/handsomer, more and more than themselves and they start to hate being born as themselves, they feel like losers, conclude that they simply are meaningless. The question is, are they really un-special?
Tidak harus menjadi seorang yang hebat dalam segala hal untuk menjadi seseorang yang istimewa.
Don't have to be great in everything to be someone special.
Saya gembira memiliki orang-orang istimewa dalam hidup saya dan gembira karena ada orang-orang yang menganggap saya istimewa.
I am happy to have special people in my life and I am happy there are people who considered me as their someone special.
Lantas gimana kabarnya si es krim?.. oh, sudah di kasih.. makasih banget ya, pak...
Anyway, how about the ice cream?.. oh, I have it already.. thank you so much, sir..
No comments:
Post a Comment