Arloji saya menunjukkan jam hampir setengah enam sore ketika
KA Pangrango yang saya tumpangi sampai di stasiun Bogor Paledang hari Senin, 9 Desember.
My wrist watch
showed it was nearly half past five pm when Pangrango train that I rode in
arrived at Bogor Paledang train station that Monday, December 9th.
Aduh, leganya..
Wheww, so glad..
Aduh, capeknya..
Gosh, I was so
damn tired..
Saya kedinginan sepanjang perjalanan dari Sukabumi ke Bogor.
Siapa bakal ngira AC di dalam kereta bakal jadi sedingin itu. Mungkin juga
tambah dingin karena di luar hujan.
I was freezing
all the way from Sukabumi to Bogor. Who would know the AC be that cold. But it
was probably because it rained outside.
Saya tidak membekali diri dengan membawa jaket karena tidak
mau ransel jadi berat. Jadi saya hanya membawa selendang tipis.
I didn’t bring
my jacket for not wanting to put more weigh on my backpack. So I just brought
my thin stole.
I’ve got window
seat and I sat there, shivered. Wondered when would I arrive in Bogor.
Begitu turun dari kereta… ya ampun!!... hujan!!.. saya kira
hujannya sudah berhenti.
Once I got off
the train… oh no!!.. it rained!!.. I thought it has stopped.
Hadeuh.. mana bawa ransel berat karena berisi oleh-oleh dan
masih ada bawaan satu kantong plastik besar yang juga berat.
Gosh.. I had a
heavy backpack stuffed with gifts and a big heavy plastic bag.
Dibawah siraman air hujan, saya berhenti sebentar,
mengaduk-aduk ransel dan dengan susah payah mengeluarkan serta membuka payung.
Under the
pouring rain, I stopped walking, struggled to get my umbrella from my backpack and
to open it.
Rumah rasanya jadi jauuuuuhh banget.. hehe..
Home felt soooooooo faraway.. lol..
2 angkot dan 1 ojek kemudian.. sampailah saya di rumah.
2 angkots and 1
ojek later.. I got home.
“Mandi sana cepetan” bokap langsung mengambil alih ransel
dan kantong plastik berat itu.
“Go and have a
bath, quickly” my father took over my backpack and that heavy plastic bag.
Air panas sudah tersedia di ember. Ah, papa sayang.. setiap
kali saya sampai di rumah pasti sudah ada air panas di kamar mandi untuk saya
mandi. Bokap yang masakin airnya.
There was hot
water in the bucket. My dear dad.. everytime I get home, he has hot water in the
bathroom for me to bath.
Selesai mandi..
After bathing..
“Ke, makan dulu” panggil ayah saya.
“Here, have
dinner” my father called me out.
Ada nasi panas, sop panas dan teh panas manis… mmm… sedap..
mandi air panas dan makanan serta minuman panas ini mengusir rasa dingin karena
AC dan hujan.
Hot rice, hot
soup and hot sweet tea… mmm… yummy.. the hot bath and hot dishes and hot drink
got rid all the freezing out of AC and rain.
Setelah makan berkumpulah kami bertiga, saya dan orang tua
saya, duduk di sofa. Mengobrol dan tertawa berganti-ganti. Saya bercerita
tentang perjalanan saya dari Bogor ke Sukabumi sampai kembali lagi ke Bogor.
Mereka bercerita tentang hal-hal yang terjadi di rumah selama saya pergi.
After dinner the
three of us, me and my parents, sat on the sofa. Talked and laughed. I told
them about my trip to Sukabumi. They shared the things happened at home while I
was away.
Sambil ngobrol, mulut sibuk mengunyah mochi.
We talked while snacking mochi.
Saya duduk sambil melonjorkan kaki di atas pangkuan ayah
saya, yang sebelah tangannya menyemili mochi dan sebelah lagi memijiti kaki
saya. Sementara ibu saya memegang ujung kaki saya.
I sat with my
legs on my father’s lap, who one hand snacking on mochi and other hand
massaging my feet. While my mother held my foot.
Saya tidak tahu berapa jam kami duduk mengobrol, ngemil
mochi, tertawa dan bercanda.
I don’t know how
long did we sit there, snacking mochi, laughing and joking.
Saya tidak peduli orang menilai kelakuan saya kurang sopan
pada orang tua atau terlalu manja.
I don’t care
people think I behave impolitely toward my parents or being such a spoiled
child.
Saya bersyukur kami bukan orang-orang yang kaku.
I am grateful we
are not stiff people.
Dan ya, saya juga tidak peduli orang menilai saya anak manja. Di
dunia ini harta saya yang bernilai paling tinggi adalah orang tua saya.
And yes, I also don’t
care if people say I am spoiled. In this world my most valuable wealth is my
parents.
Saya anak tunggal. Di dunia ini saya tidak punya siapa-siapa
yang sungguh-sungguh dan tulus menyayangi saya. Jadi ya, selama saya masih hidup, saya hidup untuk orang
tua saya. Dan selama orang tua saya masih hidup, mereka hidup untuk saya.
I am an only
child. I have no one in this world that really and sincerely love me. So yes, as long as I am alive, I live for my
parents. And as long as my parents alive, they live for me.
Bertahun-tahun yang lalu saya pernah memiliki harta.
Kemudian semua itu hilang. Bahkan selama satu tahun setengah ini fisik dan
kesehatan saya rasanya hampir ikut hilang juga.
Many years ago I
had the wealth. Later, it was gone. In the past year and a half it seemed my
physical and health were almost gone too.
Tapi ada satu yang tidak akan pernah hilang.
One thing never
gone.
Kasih sayang yang ada antara saya dan orang tua saya adalah
hal yang tidak bisa hilang.
The love between
me and my parents is the thing that never gone.
Kesusahan dan penyakit boleh datang dan pergi tapi kasih
sayang itu tetap tinggal di dalam hati kami.
Hardship and
illnesses may come and go but love stays in our heart.
That love is
with us and saves us through thick and thin.
Ya, saya telah melakukan banyak pemberontakan karena saya
mencari kemandirian dan saya membangun kepercayaan diri.
Yes, I have made
lots of rebellion because I seek for independency and built up myself
confident.
Saya telah melakukan traveling yang sebagian besarnya saya
lakukan tanpa setahu dan seijin orang tua saya karena saya mengikuti dorongan
hati untuk menjadi mandiri dan berani.
I have made lots
of traveling that most of them were made without my parents’s acknowledgement
nor consent because I followed my heart’s impulsiveness to get independency and
courage.
Tapi di akhir setiap perjalanan itu saya kembali ke rumah,
kembali pada orang-orang yang saya sayangi.
But at the end of
every traveling I returned home, returned to the loved ones.
Malam itu setelah kami berpuas-puas saling bertukar cerita
dan kabar, menertawai hal-hal yang lucu yang terjadi sepanjang hari itu,
merenungkan kejadian-kejadian tertentu, saya mencium pipi ayah saya dan ibu
saya sebelum pergi tidur.
That night after
we have shared the stories and news, laughed the funny stuff, gave thought
about things that all have been happening on that day, I kissed my father and
my mother before I went to bed.
Di kamar.. saya mematikan lampu, naik ke tempat tidur,
berbaring dan menghela napas. Sejenak menikmati keheningan malam. Mendengarkan
suara tetesan air hujan dan desau angin.
In the bedroom..
I turned off the light, got into the bed, lied down and sighed. For a while
enjoying the quietness of the night. Listening to the raindrops and the sound
of the breezing wind.
Saya teringat lagi pada perjalanan backpacking saya
sendirian ke Sukabumi.
I remember my
independent backpacking trip to Sukabumi.
Saya capek tapi juga amat sangat bahagia dan puas dengan
diri sendiri.
I was exhausted
but so very happy and content for myself.
Satu perjalanan telah saya lakukan. Satu cara untuk
mengalahkan rasa takut, cemas, ragu, marah, kecewa dan depresi telah saya
lakukan.
I have made one
trip. I have made one way to defeat fear, worries, doubt, anger, disappointment
and depression.
Satu lagi langkah kemenangan, bisik saya dalam hati.
Another one
victorious step, I whispered.
Dan saya mensyukurinya.
And I was
grateful.
Bersyukur untuk segala baik dan buruk yang terjadi sepanjang hari itu. Bersyukur semua tantangan
berhasil saya lalui dan saya atasi sendiri. Bersyukur badan dan mental saya kembali kuat. Bersyukur saya telah kembali ke rumah. Bersyukur saya memiliki orang-orang tersayang di rumah. Bersyukur akhirnya saya bisa beristirahat.
Grateful for every good and bad things on that day. Grateful that I myself could get through and handle every
challenge. Grateful for having my physical and mental
strength back. Grateful for being back at home. Grateful for having loved ones at home. Grateful that I could finally have a rest.
Saya mendengar suara orang tua saya yang masih mengobrol di
ruang tamu.
I heard my
parents voices talking in the livingroom.
Suara-suara yang menentramkan hati.
Brought comfort
to me to hear those voices.
Saya sudah kembali ke
rumah.
I have returned home.
Si anak bandel, keras kepala, pemberontak yang selalu ingin
mencari jalannya sendiri dan yang ingin
menjadi dirinya sendiri.. sudah kembali ke rumah.
The obstinate,
headstrong, rebellious child who always wants to find her own way and wants to
be herself.. has returned home.
Saya menghela napas panjang. Merasakan kedamaian dalam hati.
I took a deep
breath. Felt peace filled the heart.
Dan saya tertidur…
No comments:
Post a Comment