“Ke, mulai minggu depan, ruangan kamu di kunci selama jam
ibadah ya” kata senior saya hari Minggu lalu “Semua ibadah dulu”
“Next week, lock
your room during Sunday service, ok, Keke” said my senior last Sunday “We
attend the service”
Saya menatap matanya. Mengukur keseriusannya. Menyelidiki
air mukanya.
I looked into
his eyes. Measured his level of seriousness. Studied his face.
Dan saya mengulum senyum.
And I slightly
smiled.
“Kalau itu memang mau bapak” kata saya dalam hati.
“As you wish” I
thought inside.
Bila hal ini disampaikan oleh orang lain, saya akan
memberikan reaksi yang berbeda.
I would
react differently f this was told to me by someone else.
Tapi senior saya yang satu ini berbeda dengan yang lainnya..
But this
one particular senior is different with the others..
Beliau adalah satu-satunya orang ditempat ini yang berani
membela saya ketika saya terpojok; di saat yang lain membisu karena takut,
segan atau karena tidak mau ikut campur.
He is the only
person in this place who stood up for me when I was cornered, when others lost
their tongues out of fear, hesitation or washed their hands off my case.
Dibalik sikapnya yang santai, lucu dan kerap meledek saya, beliau peduli kepada saya.
Behind his easy going and humorist style and likes to joke me, he cares for me.
Beliau satu-satunya orang yang tetap mempercayai saya bahkan
di saat saya berada di posisi seperti seorang pesakitan yang berdiri di depan peleton
yang siap menembak mati saya.
He is the only
one who remains to have trust in me even at the time when I was in a position
as if I were standing infront of a firing squad.
Beliau menerima saya sebagai suatu pribadi utuh.
He accepts me as
a whole person.
Nasihatnya dan sarannya bisa diterima oleh akal logika saya
karena tidak pernah disertai dengan amarah, intimidasi atau ancaman.
His advice and
suggestion can be accepted by my logic because it never involves anger,
intimidation nor threat.
Semua itu membuat saya menaruh rasa hormat dan penghargaan
setulus-tulusnya serta sebesar-besarnya kepada beliau.
All that make me
have huge and sincere respect and appreciation for him.
Saya seorang yang keras kepala dan memiliki kepribadian
kokoh.
I am stubborn
and strong willed person.
Kepribadian itu membuat mengalah menjadi sesuatu yang saya
lakukan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu. Jadi jangan dikira ketika saya
mengalah maka saya murni mengalah.
Those kind of
characters make me can’t truly give in. When I give in, I do that under some
consideration.
Tidak banyak orang yang bisa mengalahkan dan menundukkan
kekeraskepalaan saya.
Not many people
can bend and knocked out my stubbornness.
Sejauh ini beliau adalah satu dari sedikit orang yang
berhasil melakukannya.
So far he is one
of the few people who able to do that.
Jadi hari Minggu ini (13/10) saya melakukan seperti yang beliau
sampaikan pada saya seminggu sebelumnya.
So this Sunday (Oct
13th) I
did exactly as he told me to do in the previous week.
Bukan karena itu adalah keputusan dewan dalam rapat.
It was not
because it is something that has been decided by the board on their meeting.
Saya melakukannya karena beliau yang meminta saya untuk
melakukannya.
I did it because
he asked me.
“Ok” kata saya pada beliau minggu lalu.
“Ok” this was what
I told him last week.
Tapi saya tahu bahwa hanya itu yang akan saya lakukan dan
patuhi; mengunci pintu ruangan saya.
But I knew it
would be the only thing that I would do and obey; lock my room.
Maafkan saya, bapak, karena saya tidak pernah punya selera
apalagi keinginan untuk mengikuti ibadah.
Please forgive
me, sir, for I never have any interest nor will to attend the service.
Saya mengunci pintu ruangan saya dan kemudian saya pergi.
I locked my room
and then I left.
Saya hanya berjalan mengikuti kemana kaki saya melangkah.
I just followed
wherever my feet took me.
Pagi itu cerah.
It was a bright
morning.
Biasanya pada jam-jam segitu saya terkurung dalam ruangan.
Kalau tidak ada keperluan seperti harus membeli barang-barang kebutuhan kantor
atau ke tempat fotocopy, saya jarang keluar kantor.
I lock myself in
my room at those hours. If not because I need to buy something or to make
copies of papers, I rarely go out.
… Akhirnya saya berhenti di suatu tempat.
… Eventually I
found a place to make a stop-over.
Duduk.
I sat down.
Memperhatikan pejalan kaki, toko-toko yang mulai buka dan
pedagang kaki lima mulai beraktivitas.
Watching the
passers-by, the stores employees opened their stores and street vendors begun
the day’s business.
Memotret.
Took a photo.
Ketika saya berangkat kerja, sebagian besar dari toko-toko
ini belum buka. Jalanan juga biasanya padat dan bahkan kadang macet karena
banyaknya orang yang berangkat kerja atau pergi ke sekolah.
When I leave for
work, most of these stores are not yet opened. The roads are sometimes even
jammed out of many commuters leaving for work or to school.
Tapi Minggu pagi itu jalanan tidak padat dan pejalan kaki
pun juga tidak banyak.
But on that
Sunday morning the street wasn’t jammed and there were less passers-by.
Saya tidak memperhatikan hal-hal seperti ini karena setiap
pagi dalam perjalanan ke tempat kerja, pikiran saya penuh entah dengan
pekerjaan, Andre atau hal-hal lainnya.
I don’t pay
attention to those because every morning I go to work with my mind full with
either work, Andre or other stuff.
Kadang, saya terlalu tegang oleh karena begitu banyak
kecemasan, kemarahan, ketakutan atau kekecewaan.
Sometimes, I was
too tense out of having so many worries, anger, fears or disappointment.
Di saat lain, saya berangkat kerja membawa rasa capek, tidak
segar atau mengantuk.
At other times,
I left for work feeling exhausted, not freshed or sleepy.
Atau saya terlalu sibuk memikirkan berbagai macam rencana,
harapan dan keinginan.
Or I was too
occupied with my thoughts about so many plans, hopes and wishes.
Saya tidak lagi menikmati, mensyukuri atau berbahagia oleh
karena hal-hal sederhana yang saya lihat pada setiap pagi.
I don’t enjoy,
thankful or be happy of the simple things I see every morning.
Saya berpikir semua itu baru bisa saya lakukan ketika saya
sedang berlibur.
I thought I
could only do that when I was vacationing.
… Saya duduk sendiri dipinggir jalan. Merenungi apa yang
saya lihat dan yang saya pikirkan.
… I sat there
alone. Thinking about what I saw and about my thoughts.
Lalu tiba-tiba saja saya teringat pada lagu Louis Amstrong
berjudul ‘What a Wonderful World’.
Out of the blue,
I remembered Louis Amstrong’s song ‘What a Wonderful World’.
Saya tersenyum dalam hati karena kata demi kata dalam lagu
itu benar-benar menjadi sesuatu yang nyata didepan mata saya.
I smiled quietly
because word by word in that song has appeared before my eyes.
Saya tidak menyesali keputusan saya untuk melarikan diri
sejenak karena bagi saya, pagi itu saya menemukan banyak hal yang lebih berguna
bagi diri saya dari pada yang bisa saya dapatkan seandainya saya berada didalam
ruang ibadah itu.
I don’t regret
my decision to have an escapade because I found things that is more useful for
me than what I might get in that Sunday service.
Bahkan ruangan kerja yang terkunci itu pun masih tetap tidak bisa memaksa saya untuk menghadiri ibadah itu.
Not even the locked room still can't make me attend that service.
Bapak bisa memerintahkan orang untuk menyeret saya masuk ke
dalam ruang ibadah itu, mengunci pintunya atau mengikat saya ke kursi, tapi
kalau hanya badan saya yang berada disana, sementara hati-pikiran-jiwa saya
berada ditempat lain, apakah semua itu ada gunanya bagi saya?
You can tell
people to drag me into the room, lock the door or tied me to the bench, but if
it would only take my body there, while my heart-mind-soul were somewhere else,
would it do any good to me?
Orang bisa mengomeli saya, menjejali saya dengan sejuta
nasihat atau menganggap saya manusia aneh, bejat, tersesat atau malah terkutuk
tapi ketika saya tidak menemukan apa yang saya cari dalam ibadah-ibadah itu,
maka salahkah saya sewaktu saya akhirnya memutuskan untuk mencarinya lewat
media yang lain dan dengan cara yang berbeda?
People can yell
at me, showering me with millions of advice or think of me as a weird, screwed,
lost or even cursed person but when I don’t find what I search for in those
services, would the blame fall on me when I decided to search it through other
media and through different ways?
Saya tidak melakukan semua ini untuk menentang siapa pun.
I don’t do all
this to stand against anyone.
Saya hanya memutuskan untuk mengikuti kata hati saya.
I just decided
to follow my heart.
Sekalipun tidak seorang pun dapat mengerti akan hal itu.
Though no one
can understand it.
Saya tidak sedang memberi segudang alasan. Saya hanya
menuliskan apa yang sejujurnya ada dalam hati saya.
I am not giving tons of excuses. I am just writing about what I truly have in my heart.
Lebih mudah menyampaikan apa yang ada dalam hati atau
pikiran saya melalui tulisan daripada dengan mengucapkannya.
*Continues to : “If You Want To Know..”, "The Power.. is it powerful?", "Double Agent"
No comments:
Post a Comment