Mana yang lebih anda takuti, yang ada
dalam hati dan pikiran orang lain atau yang ada di dalam diri sendiri?
Which
one do you fear most, the things people have in their hearts and minds or the
ones you have in you?
Mana yang harus lebih diwaspadai?
Which one
do we need to be cautious of?
Seringkali yang terjadi adalah kita
berfokus kepada yang ada di luar dan kurang (atau malah tidak) mengindahkan
yang ada di dalam diri sendiri.
What
happens is we oftenly focus on the external and less (or even not) to the ones
within ourselves.
*************
Andre tidak bisa tidak merasa kesal, marah dan cemburu
ketika dia membaca blog saya dan menyadari bahwa ternyata setelah kami
berbaikan, rasa ketertarikan antara saya dengan seorang lelaki lain belum
padam.
Andre could not feel more
upset, mad and jealous when he read my blog and realizes that after we
reconciled, the attraction between me and another man has not completely gone.
Tapi dia juga menyadari bahwa saya sedang berjuang mengatasi
dan mengalahkan rasa ketertarikan itu.
But he is also made to aware
that I struggled to get through and overcame those feelings.
Jadi dia menahan diri. Tidak mengkonfrontasikan apa pun.
Hanya mengatakan bahwa dia telah membaca apa yang saya tulis di blog dan
bertanya apa yang seharusnya kami lakukan.
So he held back. Not
confronting anything. He just let me know that he has read the things I wrote
in my blog and asked what we should do about it.
Ketenangannya membuat saya tidak merasa di desak atau
dipojokkan. Ini melegakan saya. Kami berdua agaknya telah bertambah dewasa
kalau menilai reaksi kami terhadap perkara yang sedang kami hadapi saat ini.
His calmness makes me feel
not being pressed or cornered. This reliefs me. We both obviously have grown
more mature judging on how we react toward the present problem.
“Berikan saya waktu” hanya itu yang saya minta.
“Give me time” that is all I
am asking.
Kami tidak menjauh. Sama sekali tidak. Andre masih akan
berada di Bogor sampai awal Agustus. Dan selama dia di sini, kami tinggal atau
bepergian bersama-sama. Hubungan kami tetap baik. Kami tidak bertengkar. Tidak
bermusuhan. Kami tetap mesra dan akrab.
We are not drifting apart.
Not at all. Andre still stays in Bogor until early August. And as long as he is
here, we stay or travel together. We remain in good terms. We don’t fight. We
are not becoming enemies at each other. We are still loving and close with each
other.
Yang belum saya ceritakan pada Andre adalah saya
mengkonsultasikan hal ini pada seorang sahabat baik saya. Kami berdua
bersahabat sejak dari masa kuliah. Kami sudah menjadi lebih mirip saudara dari
pada sahabat.
What I haven’t told Andre is
I consulted my problem with my bestfriend. We have been friends since college. This
making us more like sisters than bestfriends.
Komentar sahabat saya kira-kira sama dengan komentar Andre.
Melihat gelagatnya, tidak mungkin ini adalah cinta.
My bestfriend’s comment is
pretty much the same with Andre’s. Seeing the things between me and that guy
made my bestfriend and also Andre concluded it couldn’t be love.
“Mungkin lelaki itu lagi mengalami kejenuhan dengan
pasangannya dan bukannya cari solusi, perhatiannya malah jatuh ke elu” kata
sahabat saya “kan bukan elu yang ngejar-ngejar dia atau ngegoda dia. Elu malah
kelewatan naif. Mungkin juga naifnya elu itu yang bikin dia tertarik ke elu.
Dilihatnya elu itu perempuan menarik, punya sifat dan prilaku nyenengin,
mungkin ada kesamaan minat yang bikin obrolan atau pemikiran dia bisa nyambung
sama elu, selain itu elu itu perempuan baik-baik dan naif. Dia berasa aman
jadinya”
“Perhaps that guy’s
relationship with his partner is in a cooling down phase and instead of trying
to find a way to fix it, he is got his eyes on you” said my bestfriend “after
all, it is not you who seduce or ran after him. On the contrary, you are so
naive. Maybe that is what makes him like you. He saw that you are an attractive
woman, has pleasant and nice characters and attitude, perhaps there is a
meeting of minds or interests between the two of you, besides that, you are a woman
with dignity and naivety. The things that make him feels safe”
Saya rasa memang demikian adanya.
Yep, she made good points.
“Nah, sekarang elu ngarepin hasil apa?” sambung sahabat saya
“elu pikir masing-masing akan ninggalin pasangannya? Untungnya apa buat elu?
Ruginya apa?. Kalau menurut gue sih, ga sepadan. Gimana pun juga, orang
cenderung nyalahin pihak perempuan. Jadi mending, jangan deh. Elu punya
reputasi baik. Lelaki kayak gitu sih mending elu jauhin aja. Mestinya dia tahu
diri, beresin dulu masalah dalam negerinya, jangan nyeret-nyeret elu dalam masalahnya
atau bikin elu jadi orang buat menghibur hati dia”
“What do you except then?”
my bestfriend spoke quite frankly “do you think each of you would leave each
other’s partners? What would it benefit you? What would be your loss? I think
it is not worth it. People usually put the blame on the woman. So better not do
it. You have good reputation. You should stay away from a guy like that. He
should come to his senses, takes care of his own domestic problem, not dragging
you into his mess or making you as a comfort woman”
Sekali pun tidak enak di dengar tapi saya mengakui kebenaran
kata-kata sahabat saya.
Though I don’t like hearing
it but I admitted she is right.
Kemudian saya merenungkannya, saya semakin menyadari
kebenaran kata-katanya. Begini, 6 tahun lalu saya sedang jalan dengan mantan
pacar saya ketika dalam satu kesempatan kami pesiar bersama-sama, Andre menemui
saya dan mengatakan dengan gamblang bahwa dia jatuh cinta pada saya.
The more I thought about it,
the more I agreed that my bestfriend was and is right. So, 6 years ago I was in
a relationship with my exboyfriend when during our trip, Andre went to see me
and told me that he fell in love with me.
Hubungan saya dengan mantan pacar saya memang tidak terlalu
baik tapi pada waktu itu saya mengatakan kepada Andre bahwa saya masih
berstatus pacar orang dan saya tidak berminat untuk memutuskan hubungan demi
dia. Saya juga tidak berpikiran untuk diam-diam menjalin hubungan dengan Andre.
Though my relationship with
my ex was not smooth but at that time I told Andre that I was pretty much in a
relationship and I had no intention to breakup because of him. I also didn’t
think of having an affair with him.
Kalau pun beberapa bulan kemudian saya putus dengan mantan
saya itu, semua bukan karena Andre. Sesuatu terjadi yang membuat saya berpikir
hubungan itu tidak bisa diteruskan. Dan setelah putus pun, saya tidak mencari
Andre.
Eventhough few months later I
broke up with my ex, it was not because of Andre. Something happened that made
me think the relationship should be ended. And even after I broke up with my
ex, I didn’t go and seek Andre.
Penolakan saya terhadap dirinya beberapa bulan sebelumnya
rupanya tidak membuat Andre merubah perasaannya. Dia hanya mundur. Tidak
mendesak. Bahkan tidak menjalin komunikasi apa pun dengan saya.
My rejection to him did not
make Andre changed his feelings for me. He just stepped back. Did not push me.
He did not even have any communication with me.
Tapi rupanya diam-diam dia selalu mencari tahu tentang bagaimana
keadaan saya melalui teman-temannya dan ini baru saya ketahui lama setelah kami
jadian.
But it turned out that he
always watching over me from a far through his friends and I knew about this long
after we became couples.
Mendengar bahwa saya tidak lagi berhubungan dengan siapa pun
membuat Andre merasa dia kembali mendapat kesempatan dan karena dia orang yang
tidak mudah menyerah maka dia mendatangi saya. Mengulangi pernyataan cintanya
dan kembali menerima penolakan. Hehe.
Once he heard that I was not
in a relationship anymore, Andre thought he had his second chance and since he
is not an easily give up person, he came to see me. He told me again that he
fell in love to me and had the same rejection. Lol.
Tapi dasar badak, merasa bahwa saat itu tidak ada lagi
penghalang atau saingan, Andre bersikukuh menyatakan cintanya. Tidak mendesak
tapi juga tidak mau menyerah. Hehe.
Just like a rhino, feeling
that there was no barrier or rival made Andre wouldn’t give up on his love. He
did not push but he did not give up either. Lol.
Tapi saya juga tidak langsung menyerah. Saya baru saja mengalami patah hati jadi pada waktu itu saya sedang tidak berminat untuk cepat-cepat punya pacar lagi.
But I did not give in
easily. I was heart broken and I was not keen to have a boyfriend.
Tambahan lagi saya sedang alergi dengan lelaki berkebangsaan
asing. Dalam kurun waktu 10 tahun, saya telah menjalin hubungan dengan orang
Jepang, Taiwan, Inggris, Italia, Spanyol dan Amerika. Semua bubar.
More over I was kind a
allergic to foreign man. In 10 years I had been with Japanese, Taiwanese,
English, Italian, Spanish and American. All broken at the end.
Yah, yang namanya orang brengsek sih tidak pandang bangsa
tapi ketika itu saya berpikir lelaki berkebangsaan asing yang pernah
berhubungan dengan saya hampir sama saja brengseknya dengan lelaki dari bangsa
sendiri. Harap di ingat, saya juga telah pacaran dengan lelaki lokal dari
berbagai suku dan agama.
Well, jerks come in all
nationality but at that time I thought the foreign men I had a relationship
with were no better than the local men. Please noted that I had been with local
men from many ethnics and religions.
Tapi toh saya mengagumi kegigihan Andre dan juga karena dia
tidak menggoda saya setelah saya menolaknya. Dia tidak berupaya untuk
memecahkan hubungan saya dengan mantan pacar saya. Dia tidak merayu saya. Dia
tidak melakukan hal-hal untuk mengambil hati saya.
However, I admire his spirit
and for not sold me lines after I rejected him. He did not try to break my
relationship with my ex. He did not seduce me. He did nothing to win my
heart.
Setelah dua kali saya menolaknya, dia meminta saya untuk
memberi kesempatan bagi kami saling mengenali satu dengan lainnya. Saya setuju
karena berpikir kami hanya akan menjadi teman.
After I rejected him twice,
he asked me to give us time to get to know each other. I agreed because I
thought we would be just friends.
Dan awalnya memang demikian. Kami pergi jalan bareng,
nonton, makan, dugem, melihat pameran seni, ke museum, toko buku dan kami
banyak bicara, diskusi, tertawa dan juga adu argumen. Ini juga tidak bisa
sering-sering dilakukan karena dia tidak bekerja di negeri ini.
At first it went like that.
We went out together, to the movie or out for dinner or lunch, clubbing, went
to art galleries, museums, book stores and we had plenty of talking,
discussion, laugh and argumentation. Despite the fact that this could not be
done often because he did not work in this country.
Selama masa itu pula, Andre tidak menyentuh saya. Saya
menganggapnya lucu karena lelaki berpenampilan seperti hippies ini ternyata
sangat sopan. Dia tidak pernah mencuri kesempatan untuk menyentuh, memegang
atau menggenggam tangan saya atau bagian tubuh lainnya.
During that period of time,
Andre never touched me. I thought it was funny for a guy who appeared like a
hippie could have such a courtesy. He never stole a chance to touch, hold or
grab my hand or other body part.
Setiap kali kami jalan, dia tidak pernah berada jauh dari
saya. Kami tidak bergandengan tangan tapi dia berjaga-jaga sekiranya saya
hilang keseimbangan atau terjepit di antara kerumunan orang. Dan bila dia
melihat hal itu terjadi, dia segera
mengulurkan tangannya supaya saya dapat berpegang padanya.
Everytime we went out
together he never got far from me. We did not hold hands but he kept on guard
should I loose balance or pressed by crowds of people. And when he saw it
happened, he quickly reached out his hand to me so I could hold on to it.
Ketika pertama kali kami bergandengan tangan, dia bertanya
dulu apakah dia boleh melakukannya. Ketika itu kami berada di pantai Kuta,
Bali, merayakan tahun baru bersama disana. Setelah setidaknya tiga kali kami
terpisah karena terdorong oleh kerumunan orang, dia bertanya apa saya keberatan
kalau kami bergandengan tangan saja dari pada nanti terpencar-pencar.
When we held hands for the
first time, it happened after he asked me if he could do that. It was when we
were in Kuta beach, Bali, celebrating new year. After having at least three
times being pushed apart by the mob of people, he asked me if I would be
mind for us to hold hands to prevent us being scattered.
Sikapnya ini di tambah dengan beberapa kecocokan yang saya
rasakan yang membuat saya tertarik padanya. Dan ini setelah melalui proses yang
tidak singkat.
His attitude plus some
meeting of minds and interests between us that made me attracted to him. The
process, however, took quite some time.
Jadi kata-kata sahabat saya benar adanya. Yang dilakukan
oleh laki-laki itu bukanlah didasari oleh cinta. Ada banyak motif. Ada beberapa
penyebab. Cinta bukanlah satu diantaranya. Perbedaannya tampak jelas bila
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Andre ketika dia sedang berusaha untuk
memenangkan hati saya.
My bestfriend is right. What
the other guy did was not out of love. There are many motives. Some reasons.
But love is not one of them. The difference is too clear if I compare his
attitude with Andre’s when he was trying to win my heart.
Saya memutuskan untuk menghindar laki-laki ini. Tidak
memusuhinya. Hubungan kami tetap baik. Tapi terpaksa saya harus menjaga jarak
dan karena itu menghindarinya.
I decided to avoid that guy.
Not becoming enemies. I remain in good relationship with him. But I have to
keep a distance and thus I avoid him.
Dia memiliki motif, alasan dan tujuan. Tapi yang harus lebih
saya waspadai adalah setan di dalam diri saya sendiri. Itulah kenapa di bagian
atas tadi saya menulis mana yang lebih kita takuti dan mana yang harus lebih
kita waspadai. Faktor luar berperan tapi yang di dalam pun tidak bisa
diabaikan.
He has his own motives,
reasons and aims. But what I must be more on guard is toward the demon within
me. It is what I meant when I wrote which we fear most and which should we be
more cautious? The external stuff play their roles but the internal should not
be avoided.
Buat saya menghindari laki-laki itu jauh lebih mudah dari
pada harus menghadapi sikapnya terhadap saya. Sikapnya kepada saya sangat
manis. Tidak merayu. Tapi sungguh sangat menyenangkan hati saya dan saya
menyukainya.
For me avoiding that guy is
so much easier to do than to face the way he treats me. He just does it right.
Not seducing me but his attitude is pleasing and I like it.
Setan di dalam diri saya melemahkan saya dan saya tahu saya
bisa jatuh lagi dalam pesona laki-laki ini.
The demon in me weakens me
and I knew I could fall again to this guy’s charm.
Saya membulatkan seluruh tekad saya. Setan dalam diri saya
harus tunduk kepada saya. Bukan kebalikannya.
No comments:
Post a Comment