“Blog kamu kelihatan beda” Andre berkomentar sewaktu
melihat saya sedang asyik mengutak-atik blog hari Minggu sore (28/7).
“Your
blog looks different” Andre said that when he saw me worked on my blog that Sunday afternoon (July 28th).
“Ya, kemarin saya rubah”
“Yes,
I changed the template yesterday”
Dia duduk di sebelah saya dan memperhatikan saya merubah
warna huruf pada postingan-postingan blog saya.
He
sat by my side and looked at me changing the font color on my previous blog
posts.
“Kelihatannya lebih bagus”
“It
looks better”
“Makasih, sayang” saya nyengir “tapi karena warnanya jadi
lebih cerah, warna tulisan harus pada dibuat lebih tua”
“Thanks,
hun” I grinned “but since it is brighter, the font color should be made darker”
Andre memeluk saya “memangnya kenapa dengan tampilan yang
lama?”
Andre
hugged me “what was it with the old template?”
“Karena saya bosan lihat tampilannya begitu-begitu terus”
“It bored me seeing the old template”
“Ruang untuk perubahan” dia menggumam.
“Room
for improvement” he murmured.
“Kenapa, say?” saya berhenti sejenak untuk menoleh ke
arahnya.
“What’s
that, hun?” I stopped for a while to look at him.
“Kayaknya dulu saya pernah nonton acara tv berjudul room for
improvement”
“I
think I watched a tv program that called room for improvement”
“Kayaknya saya juga pernah nonton. Yang betulin rumah orang,
kan?”
“I
think I have watched that too. It was about fixing people’s houses, right?”
“Ya, yang itu”
“Yep,
that one”
Saya mengangkat bahu, tersenyum dan melanjutkan pekerjaan
saya.
I
shrugged off, smiled and continued my work.
“Manusia selalu mencari perbaikan”
“Karena perbaikan adalah bagian dari hidup” saya berhenti
untuk berpikir.
“Because
improvement is part of life” I stopped to think.
“Is that so?" Andre took a deep breath.
“Apa sih yang ada dalam diri laki-laki itu yang tidak ada dalam diri saya?” pertanyaan ini mengagetkan saya. Bingung, saya berbalik
untuk menatapnya. Tapi Andre terlihat biasa saja. Nada suaranya pun tidak
menunjukkan tanda bahaya.
“What
does that man has that you don’t find in me?” this question surprised me quite
a lot. Stunned, I turned around to stare at him. But there was no sign of him
feeling upset. Not even in his voice.
“Kita sedang ngobrolin blog saya dan acara tv itu, kok
tiba-tiba jadi meloncat ke pertanyaan seperti itu?” sekuat tenaga saya menjaga
supaya nada suara saya biasa saja karena saat itu hati saya dag-dig-dug karena
bertanya-tanya apa maksud di balik pertanyaan itu “saya kira masalah itu sudah
selesai”
“We
were talking about my blog and that tv program, why asked me that question?” I
tried as best as I could to keep my voice low because the question rang the
bell in me as I wondered what was behind it “I thought we have put the matter behind
us”
Andre menatap saya. Menghela napas. Menepuk pipi saya “saya
tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkannya. Apa yang kamu lihat ada dalam
dirinya? Apa yang kamu temui dalam dirinya? Apa yang dia berikan ke kamu? Semua
yang tidak ada pada saya dan yang tidak bisa saya berikan ke kamu. Apa dia
lebih baik dari saya? Apa kamu mencari seorang laki-laki yang lebih baik dari
saya?”
Andre
stared at me. Sighed. Patted my cheek “I can’t stop thinking about it. What do
you see in him? What do you get from him? What does he give you? Everything
that I don’t have and can’t give you? Is he better than me? are you looking for
a better man?”
“Kalian berdua justru punya banyak kesamaan” kata saya beberapa saat
kemudian “tidak ada yang lebih baik karena tiap
manusia punya lebih dan kurangnya”
“The
two of you have lots in common” I said after seeing Andre was sat there in silence
“no one is better than the other because we all have our positive and negative
sides”
Tapi malam itu saya jadi tidur dengan gelisah karena jadi
kepikiran dengan pembicaraan kami.
But
that conversation made me had restless sleep.
Ya, manusia selalu mencari perbaikan. Itu naluri alami.
Mencari perbaikan memberi semangat untuk hidup dan menjadi tujuan yang kuat
tapi kadang juga membuat kita keluar dari jalur ketika kita menjadi terlalu
terobsesi dan ambisi mengejarnya.
Yes,
we all always seek for improvement. It is natural. Looking for improvement can
become life booster and strong motivator but sometimes it can make us over
ridden when we became obsessed by it and turned it into an ambition.
Keinginan untuk mendapatkan perbaikan sempat membuat saya
depresi ketika mendapatkan kenyataan bahwa hal itu tidak berjalan secepat,
selancar dan sedrastis yang saya inginkan, harapkan dan butuhkan.
The
desire to get improvement got me into depression when reality shows that it
does not go as fast, smooth and drastic as I wanted, hoped and needed.
Anehnya dalam hubungan pribadi, saya bisa menerima dan
menjalaninya dengan jauh lebih santai. Saya tidak menuntut Andre untuk selalu
menelpon, chatting, datang ke Bogor dan juga tidak merongrongnya untuk berhenti
merokok (walau tetap tidak bisa menunjukkan kebencian saya pada rokok.. hehe).
Bisa dikatakan saya hampir bisa menerima Andre seperti apa adanya.
Strange
thing is in personal relationship I am more acceptable and relax. I don’t
demand Andre to have always call me, chatting, visit me in Bogor and not even
nagging him to quit smoking (though I don’t hide my hatred for cigarette..
lol). So it can be said that I almost can accept Andre just the way he is.
Ketertarikan saya pada laki-laki lain rasanya lebih banyak
disebabkan oleh ketidakhadiran Andre. Saya kehilangan sosok orang yang penuh
perhatian, lemah lembut, banyak mengalah, mengayomi, melindungi, membela dan
ngemong. Kelebihannya dari Andre tidak terlalu banyak.
My
attraction to other man was more because of Andre’s absence. I miss the figure of
a man who is full of attention, gentle, give me guidance, stand by my side and
looking after me. He is not a whole lot better than Andre.
Saya memang perempuan yang kuat dan mandiri tapi saya
memerlukan sosok lain yang tidak takut menghadapi kemandirian saya, yang bisa
mendinginkan hati saya tanpa memadamkan semangat, cita-cita, harapan, keinginan
atau ambisi saya, yang berdiri menopang saya ketika saya sedang oleng, yang
menjadi rem ketika saya melaju terlalu kencang, yang mampu menjinakkan emosi dan
gairah saya yang masih meletup-letup, yang tidak berkeberatan membiarkan saya
menjadi diri saya. Laki-laki yang membuat saya merasa aman.
I
am a strong and independent woman but I still need a man who does not feel
intimidated by my independentcy, who can cool me down without put my spirit,
life purpose, wishes, will or ambition down, who can support me when I am
loosing my ground, becoming my break when I am going too fast, someone to tame
my emotion and passion, who does not mind to let me stay as myself. A man who
can make me feel safe.
Saya menemukan semua itu dalam diri Andre dan juga dalam
diri laki-laki itu. Jadi ini bukan soal yang satu lebih baik dari yang lain.
Mereka berdua sangat mirip. Bahkan keduanya pun sama-sama pencemburu dengan
kecenderungan ke arah posesif.
I
find it all in Andre and also in that other man. So this is not about one is
better than the other. The two of them are a like. They both are even have the
tendency to become possessive lovers.
Tinggal beberapa hari lagi sebelum Andre akan kembali ke
negerinya. Bulan September dia akan balik lagi. Tapi ada selang waktu dua bulan
saya akan hidup tanpa dia. Di pihak lain laki-laki lain itu masih ada di
sekitar saya.
In
few more days Andre will return to his country. He will be back in September.
There will be two months of his absence. In the meantime the other guy is
pretty much around me.
“Kalau seandainya laki-laki itu berstatus lajang dan dia
mengejar kamu, apa kamu akan lebih memilih dia?” pertanyaan Andre betul-betul
menohok saya.
If
the guy were single and he came after you, would you fall for him?” Andre’s
question really felt like a big blow to me.
Saya tidak tahu bagaimana menjawabnya.
No comments:
Post a Comment