Sebulan yang lalu, saya dan teman saya pergi untuk membeli
sesuatu. Sore itu hujan belum lama berhenti setelah turun hampir seharian.
A month ago, me and my friend
went out to buy some things. That evening rain was just stopped that evening
after pouring down for nearly the whole day.
“Hujan lagi ga ya?” saya merenungi langit. Ini Bogor dan ini
sedang musim hujan “Bawa payung ga ya?” gumam saya pada diri sendiri.
“Will it rain again?” I stared
the sky. This is Bogor and it is rainy season “Should I bring the umbrella or
not?” I whispered to myself.
“Ga akan hujan” kata teman saya “Percaya deh”
“It won’t rain” said my friend
“Have faith”
Kami sudah berada di depan pagar ketika saya berhenti dan
berlari masuk.
We were infront of the fence when
I stopped and ran back in.
Teman saya bengong. Tapi beberapa detik kemudian dia
tertawa, menertawakan saya..
My friend gave me blank look. But
few seconds later she laughed, laughed it out loud at me..
Karena saya kembali dengan membawa payung.
Because I returned with an
umbrella.
“Wah, kemana imannya?” dia tergelak-gelak.
“Where’s your faith?” she laughed
hard.
Saya cuma nyengir. Malu. Lebih malu lagi karena sampai kami
kembali, hujan memang tidak berhenti sekali pun beberapa kali kami mendengar
suara guruh, melihat petir dan merasakan angin dingin pertanda hujan bisa turun
kapan saja.
I just grinned. Embarrassed. Got
more embarrassed because after we returned, it didn’t rain though we heard lots
of thunders, saw lightning and felt cold wind which were all the sign that rain
could fall down at any time.
Saya berdalih lebih membawa payung untuk berjaga-jaga. Tapi
kalau mau jujur, sebetulnya saya harus mengakui dia benar, rasa khawatir saya
lebih besar dari pada iman saya.
I made excuses that I brought the
umbrella just incase it rained. But the truth is I had to admit she was right,
my worry was bigger than my faith.
Dan saya iri melihat dia berjalan dengan hati ringan. Tanpa
khawatir akan hujan atau cuaca sementara saya berkali-kali melihat langit yang
masih menyisakan mendung, menahan napas setiap kali mendengar suara guruh dan
angin dingin yang berhembus bikin saya ingin cepat-cepat pulang, takut hujan
turun lagi.
And I envied her when I saw her
walking with no trouble. No worrying about rain or the weather while I looked
up to the cloudy sky, holding my breath when I heard the sound of thunders and
the breezing cold wind that made me just wanted hurriedly get back, feared it
would rain again.
Dia menganggap saya paranoid… yah, ada benarnya juga.
She thinks I am being paranoid..
yeah, she got a point.
Saya mencemaskan banyak hal. Kadang kecemasan itu lebih
besar dari perkaranya.
I worry about many things.
Sometimes it was bigger than the cause.
Apakah hanya saya saja yang begitu? Ah, belum lama ini saya
bertemu dengan orang yang paranoidnya melebihi saya dan asal tahu saja, orang
ini laki-laki dan jauh lebih muda dari saya.
Am I the only one in this thing?
Ah, recently I met somebody who is more paranoid than me and fyi, this person
is a male and much younger than me.
Ketika saya dan teman saya itu pergi mengunjungi museum
alkitab di Jakarta, seorang temannya ikut dengan kami. Tapi proses
keikutsertaan teman lelakinya ini adalah seperti berikut; pagi-pagi teman saya
pergi menjemputnya ke terminal angkot dan pulangnya dia harus mengantarkannya
lagi ke terminal.
When me and that friend visited
bible museum in Jakarta, her friend came with us. But the process of him
joining us was like this; in the morning my friend had to pick him from angkot
terminal and she had to take him back to the terminal after we got back in
Bogor.
Kenapa dia harus di jemput dan di antar seperti itu?...
Wakakak.. saya tertawa antara lucu dan juga tidak percaya ketika teman saya
mengatakan teman lelakinya itu takut hilang..
What made him had to be picked up
from and accompanied to the terminal?... Lol.. I laughed for found it so funny
and also disbelief when my friend said he was afraid he would get lost..
Bukan takut hilang dalam artian takut kesasar. Ini takut
hilang.. saya geleng-geleng kepala tidak percaya. Seorang lelaki, anak muda dan
bertampang sangar bisa segan jalan kemana-mana karena takut dirinya akan
hilang.. lha, kan dia bukan anak umur lima tahun yang gampang diculik..
Not afraid of being lost. This is
about fear of being disappear.. I just shook my head in disbelief. A man, a
young man and whose looks is intimidating just don’t feel secure to go anywhere
for fearing he would disappear.. gosh, it is not like he were a five year old
kid who easily be abducted..
Dan karena hal itu saya meledek dengan memanggilnya Michelle
(namanya Michael).
And for that I teased him by
calling him Michelle (his name is Michael).
* * * * *
Lalu apa hubungannya dua cerita di atas itu dengan tiga ekor
burung kecil yang saya jadikan judul postingan ini?
So what the above two stories
have thing to do with three little bird that I put as this post’s title?
Karena suatu pagi saya melihat suatu pemandangan yang luar
biasa. Seekor burung gereja melompat-lompat dengan tenangnya dengan jarak hanya
satu langkah dari hidung anjing saya, Doggie, yang berbaring tanpa merasa
terganggu dengan kehadiran mahluk yang berbeda spesies dengannya itu.
Because one morning I saw this
spectacular view. A sparrow jumped fearlessly just a foot away from my dog’s,
Doggie, nose, who just lied down undistracted by the presence of another
species.
Ayah saya mengatakan hal itu sudah biasa. Kadang yang datang
malah serombongan burung gereja dan Doggie tidak pernah mengganggu mereka.
My father said it is not a new
thing. Sometimes a bunch of sparrows came down and Doggie let them alone.
Lalu saya kebetulan mendengar lagu Bob Marley ‘Three Little
Birds’.
And I happened to hear Bob
Marley’s song ‘Three Little Birds’.
Saya teringat pada burung-burung gereja itu yang berloncatan
di dekat Doggie. Padahal fisik Doggie yang jauh lebih besar seharusnya
menimbulkan rasa takut pada burung-burung kecil itu.
I remembered those sparrows that
jumped near Doggie when they should be intimidated by him because my dog is bigger
than those little birds.
Saya teringat pada ketakutan saya dan kasus Michael.
I remembered of my fear and to
Michael’s case.
Penyebab dari ketakutan dan kecemasan kami cuma kelihatannya saja mengerikan. Padahal
tidak.
The thing that made us worried
and afraid were actually only appeared to be so scary. They were actually not
scary.
Kehidupan tidak akan pernah berhenti menyodorkan hal-hal
yang terlihat dan terasa menakutkan, mencemaskan dan mengerikan sehingga
rasanya tidak ada satu hari terlewat tanpa disertai oleh rasa cemas dan takut, bahkan
banyak di antara kita yang akhirnya menjadi paranoid, sementara yang lain
seperti menjadi pecandu kecemasan karena segala hal dicemaskan..
Life never stops giving us things
that look scary, troubling and terrifying that it seems there is not a day
passed without us worrying or fearing for something, it even eventually making
many of us paranoid, while others became sort of junkie to worry as they worry
about everything..
Saya mengatasinya dengan menyederhanakan pikiran.
I deal with it by simplifies my
mind.
Kehidupan tidak sempurna. Tidak juga mudah. Tidak selalu
nyaman dan aman. Biar pun kita berusaha mati-matian untuk membuatnya sempurna,
membuatnya untuk berjalan dengan lancar, nyaman, aman dan mudah tapi tidak akan
pernah bisa terjadi seperti yang kita usahakan, inginkan, bayangkan atau
rencanakan.
Life is not perfect. Nor it is
easy. Not always comfortable and safe. No matter how damn hard we try to make
it perfect, to have it go smoothly, comfortably, safely and easy but it can
never go as we have tried, wanted, wished or planned.
Sudah hampir 20 tahun saya tinggal di Bogor. Kota ini memang
kota hujan. Kalau dipikir-pikir, ngapain juga saya jadi parno sama hujan. Kan
saya sudah ribuan kali kehujanan. Pakai payung sebesar apa pun, kalau hujannya
disertai dengan angin kencang.. tetap saja bakal basah kuyup. Dan selama ini
saya tidak pernah sakit sehabis kena hujan.
I have been living in Bogor for
nearly 20 years. It is called rainy town. So logically, why should I being so
paranoid about rain. I have been like thousands of times being caught by the
rain. Even big umbrella can’t keep anyone from not becoming soaking wet if rain
came with big wind. And so far I have never fall ill after caught by rain.
Begitulah cara saya menyederhanakan pikiran.
That is how I simplified my mind.
Belum lama ini payung saya dipinjam oleh seorang teman. Saya
baru ingat payung itu belum dikembalikan ketika saya berada dalam perjalanan
pulang dari mengajar les. Saat itu sudah lewat jam 6 sore, cuaca mendung dan
mulai gerimis.
Not long ago a friend borrowed my
umbrella. I was on the way home from tutoring when I remembered she hasn’t
returned it. At that time it was passed 6 pm, cloudy and started to drizzle.
Jarak saya dari rumah sudah tidak jauh lagi ketika hujan
turun dengan deras. Saya sedang naik ojek saat itu terjadi. Waduhhh… kehujanan
juga deh saya..
I was not too far from home when
it poured down. I was riding on a motorcycle when it happened. Ohh.. I got
caught by the rain..
Saya sudah siap-siap untuk uring-uringan, siap untuk
menyalahkan teman saya yang lupa mengembalikan payung dan juga menyalahkan diri
sendiri karena lupa meminta kembali payung itu ketika saya teringat kalau saya
sedang berusaha untuk menyederhanakan pikiran saya.
I was about to have bad mood,
ready to blame my friend for forgot to return my umbrella and to blame myself
for forgot to ask her to return it when I remembered I was trying to simplify
my mind.
Kalau pun payung itu ada, saya toh tidak bisa memakainya
saat naik motor. Jadi buat apa saya uring-uringan karena tidak ada payung?
Even I had the umbrella with me,
I certainly couldn’t use it when I was riding on motorcycle. So why should I get
so upset for not having it with me?
Karena saya tidak jadi jengkel soal payung, suasana hati
saya tetap baik ketika sampai di rumah dan itu hal yang baik kan? Coba kalau
saya jadi uring-uringan, orang tua saya yang tidak tahu perkara bisa kena
getahnya.
Since I didn’t get upset about
the umbrella, my mood was good when I got home and it is a good thing, right?
What if I got upset, I might pour out my upsetness on my parents who didn’t
know a thing about the umbrella.
Jadi sederhanakanlah pikiranmu. Pikirkanlah yang baik, yang
positif. Tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Jadi mulailah
membiasakan diri untuk menyederhanakan pikiran.
So simplifies your mind. Think
good stuff, positive things. Not easy but doesn’t mean it can’t be done. So
start to make simplifying mind as a habit.
Karena pikiran yang terang lebih berguna dari pada pikiran
yang ruwet. Burung-burung gereja itu bisa dijadikan contoh.
No comments:
Post a Comment