Kita selalu mencari dan membutuhkan seseorang atau beberapa
orang untuk dikagumi dan di puja.
We always
seek and need for someone or people to admire and to worship.
Semasa kanak-kanak, orang tua menjadi pusat perhatian dan
kekaguman kita.
As a child,
parents were our main attention and admiration.
Dengan bertambahnya umur, kekaguman kita beralih pada
orang-orang lain; mungkin pada guru, pelatih, teman, paman, atasan, rekan kerja
atau tokoh-tokoh publik.
The older
we are, our admiration switch to other people; either to teacher, coach,
friend, uncle, senior, colleague or public figures.
Semasa sekolah saya mengagumi seorang guru, lalu beralih
pada seorang pembimbing pramuka, kemudian pada teman sekelas, berpindah pada
bintang film dan kemudian pada penyanyi.
During my
school years I admired a teacher, later switched to a boy scouts chief, to a
classmate, to movie stars and singers.
Kalau dipikir-pikir sekarang, kelihatan konyol, lucu, aneh
dan agak kurang masuk akal kok ya saya bisa sampai terkagum-kagum berat pada
orang-orang itu.
When I
think it now, it looks silly, funny, odd and a bit not make sense that once in
a lifetime I had huge admiration for those people.
Apalagi kalau kekaguman itu sampai membuat saya sampai
bela-belain pergi jauh-jauh cuma demi untuk melihat tokoh pujaan saya atau
membuta-tulikan diri pada fakta bahwa tokoh yang saya kagumi itu
sebetulnya hanya manusia biasa yang kebetulan memiliki hal-hal tertentu yang
membuatnya jadi menonjol.
Dirk Benedict, Jakarta, sometime in early 1990s |
Tapi memuja atau mengagumi seseorang adalah bagian dari
proses pendewasaan.
The thing
is, this admiration or worshipping somebody is part the process of maturing.
Ketika kepribadian dan kedewasaan seseorang berkembang,
tokoh idolanya pun akan berubah mengikuti tingkat kepribadian dan kedewasaan
itu. Contoh, seorang balita mengagumi orang tuanya, begitu dia masuk sekolah
kekagumannya berganti pada guru-gurunya, sebagai remaja dia mengagumi tokoh
tertentu dibidang politik atau entertainment, sebagai seorang dewasa muda di
usia 20an dia mengagumi pacarnya atau atasannya dikantor.. begitu seterusnya
akan selalu berubah..
Apakah seorang dewasa tidak lagi memiliki tokoh idola?.
Tetap ada. Tapi kekaguman itu tidak lagi seperti dulu ketika masih remaja atau
semasa muda, mengagumi seseorang karena fisik atau suaranya yang menarik. Karena
ketika usia seseorang tidak lagi muda, penilaiannya pada orang lain lebih
ditekankan pada kualitas karakternya.
Do adults
no longer have any idol?. Sure they have. But it is different with the one they
had as teenagers or in their youth years, when they adored somebody for having
appealing physic or voice. Because when one is no longer young, his/her value
on others is based on quality of the characters.
Semasa remaja, saya terkagum-kagum pada aktor Charlie Sheen.
Alasannya? Dia tampan. Titik. Tidak ada alasan lain. Bertahun-tahun kemudian
saya baru tahu kalau tokoh pujaan saya saat remaja ternyata adalah seseorang
yang memiliki kepribadian yang kurang baik.
As a teen I
was crazy about Charlie Sheen. The reason? He was cute. That was it. No other
reason. Years later I discovered that my teen idol was somebody who didn’t have
good character.
Memasuki usia 30an, saya mengagumi Ibu Teresa yang sama
sekali tidak mengesankan secara fisik tapi memiliki kualitas karakter yang luar
biasa dan hal itu membuat beliau menghasilkan hasil karya yang luar biasa. Itu
juga yang membuat saya tetap mengagumi beliau sampai sekarang.
In my 30s I
admired Mother Teresa who was not physically impressive but she had
extra-ordinary value of character and it made her did an amazing work. It is
also what makes me still admire her.
Dalam kehidupan sehari-hari, saya juga memiliki orang-orang
yang saya kagumi. Jumlahnya sedikit. Hanya satu atau paling banyak dua orang.
Hal ini karena setelah saya memiliki kepribadian yang kokoh, saya tidak lagi
memerlukan banyak orang untuk dikagumi atau diidolakan.
I have
people whom I admire on daily basis. It is just a few. Just one or two people
at max. This is because I no longer need to have many people to admire or to
idolize when my character has become solid.
Hampir empat tahun ini ada seseorang yang saya kagumi. Walau
pun beliau tidak sempurna dan beberapa kali hubungan kami berdua mengalami
ketegangan tapi kekaguman saya padanya tidak pernah berubah.
I have
someone whom I admire for nearly four years. Though he has his flaws and our
relationship has had its down but it has never changed my admiration for him.
Tapi belakangan ini saya menyadari bahwa kekaguman
seringkali hanya berjalan satu arah. Saya mengagumi beliau dan itu membuat saya
membagikan hal-hal yang pada orang lain saya rahasiakan. Namun itu tidak
berjalan timbal balik.
But lately
I realize admiration mostly goes one way. So I admire him and it made me shared
him things that I keep confidential to other people. But that doesn’t go the
way around.
Hal ini menjadikan saya berpikir dan berkesimpulan bahwa saya
tidak lagi memerlukan idola. Hal-hal yang ada dalam diri beliau adalah hal-hal
baik yang lebih tepat untuk saya jadikan contoh yang bisa ditiru.
This made
me think and concluded that I no longer need an idol. The things he has in him
are good things which are more proper to be made as good example.
Demikianlah saya tidak lagi menjadikan beliau sebagai idola.
Saya tetap menghormatinya. Tapi hanya itu.
So I no
longer made him as an idol. I still respect him though. But that’s it.
Ada orang-orang yang memang sangat ingin dikagumi, dipuja,
dipuji dan dihormati tapi ada juga mereka yang hanya menjadi dirinya sendiri
dan ternyata dalam dirinya terdapat hal-hal baik yang membuat orang mengagumi
mereka.
There are
people who desperately wanted to be admired, worshipped, praised and respected
but there are those who just simply be themselves and the good stuff in them
have made people admire them.
Itu sebabnya mereka tidak terlalu merespon kekaguman orang
terhadap diri mereka. Mereka toh hanya menjadi diri sendiri, tidak ada yang
perlu dikagumi, mungkin itu yang mereka pikirkan.
It is why
they are a little unresponsive toward people’s admiration on them. They simply
just became themselves, there’s nothing to be admired, maybe that’s what they
thought.
Mengagumi seseorang adalah hal yang wajar. Asal jangan
dilakukan dengan membabi-buta karena kekaguman yang tidak disertai akal sehat
bisa merugikan untuk diri sendiri. Misalnya, fans yang ikut-ikutan bunuh diri
karena artis pujaannya mati bunuh diri. Atau melihat tokoh pujaan merokok atau
memiliki pola hidup tertentu yang lalu ditiru saja semuanya oleh orang-orang
yang mengaguminya.
It is
normal to admire someone. As long as it is not blind admiration because that
kind of unlogical admiration can turn back fire. For example, fans who
committed suicide following the death of their idol out of suicide. Or just
copying the idol’s habit of smoking or his/her way of life.
Kita harus ingat bahwa orang-orang yang kita kagumi atau
idolakan adalah manusia biasa yang tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan,
memiliki harapan dan kekecewaan, mendapatkan kebahagiaan dan juga
ketidakbahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Sama seperti kita.
Keep in our
minds that the people we admire or idolize are those who have flaws, have hopes
and disappointment, get happiness and unhappiness in their lives. Just like any
of us.
Karena itu bijaksanalah ketika mengagumi atau mengidolakan
seseorang.
So be wise
when admiring or idolizing someone.
No comments:
Post a Comment