Hari Selasa lalu, tiga orang murid les saya berkumpul di
rumah saya pada jam 2.45. Biasanya saya tempatkan Nia dan Debora di jam 3 sore
sementara Melissa di jam 4.
Last
Tuesday, three of my tutoring students gathered in my house at 2.45 pm. I
usually have Nia and Debora at 3 pm while Melissa gets her tutoring at 4 pm.
Ketika mereka mengetahui bahwa saya mempunyai puzzle, mereka
langsung ingin main puzzle. Jadi hari itu saya gabungkan les mereka supaya ada
waktu bagi mereka untuk bermain puzzle bersama-sama.
When they
knew I have puzzles, they immediately said they wanted to play puzzle together.
So on that day I had their tutoring at the same time so there would be some
time left for them to play puzzle.
Hanya diperlukan waktu beberapa detik bagi saya untuk
menyadari bahwa saya telah mengambil keputusan yang salah.
It took only
few seconds for me to realize I have made a wrong decision.
Menggabungkan tiga orang anak perempuan berusia 4, 6 dan 7
tahun, yang semuanya lincah untuk les pada jam yang sama ternyata adalah
keputusan yang sama sekali tidak tepat.
Having three
energetic girls, age 4, 6 and 7, to have their tutoring at the same time has
definitely not the right decision.
Walau pun saya ini penaik darah, tapi saya selalu punya
kesabaran ekstra kalau sedang mengajar.
Despite of
having short temper, I always have extra patience when I am teaching.
Tapi hari itu saya nyaris kehilangan seluruh kesabaran saya.
But on that
day I nearly lost all my patience.
Nia dan Debora les membaca pada saya. Dan saya sudah
mengenal kelemahan mereka. Sulit berkonsentrasi. Tapi hari itu kesulitan
tersebut jadi berlipat kali ganda.
Nia and
Debora are put on reading tutoring. And I am well aware to their weakness
point. Hard to concentrate. But on that day, that handicap seemed to double up.
Situasinya seperti ini, saya minta Debora untuk menuliskan
satu kata dan saya harus mengulangi perintah saya itu sampai lebih dari tiga
kali karena dia betul-betul sama sekali tidak mendengar saya. Dan saya baru
mendapatkan perhatiannya setelah hidungnya saya pencet.
The
situation was like this, I asked Debora to write a word and I had to repeat it
more than three times because she really didn’t hear me. And I only got her
attention after I pinched her nose.
Karena saat itu rasanya seakan-akan Debora sama sekali tidak mendengar suara saya, padahal saya duduk persis disebelah kirinya dan jarak mulut saya dengan telinganya mungkin hanya sekitar sepuluh senti.
Because at that time it seemed Debora didn't hear my voice at all, and I sat right at her left side which made the distance between her ear and my mouth is probably just ten centimeter.
* *
* * *
Kemarin tanpa terduga saya kembali bertemu dengan situasi
yang hampir sama. Saya mengajar les seorang anak mengenal huruf dan kemarin
saya lihat dia masih ingat bagaimana bentuk serta cara menulis huruf ‘a’.
I met a
quite similar situation yesterday. I tutored a kid to write a-b-c and yesterday
I saw she remembered the shape and how to write the letter ‘a’.
Jadi saya memutuskan untuk mengenalkan huruf lain padanya.
Saya menunjukkan bagaimana menuliskan huruf ‘u’, mengatakan padanya bentuk
huruf itu seperti gelas dan saya membimbingnya saat menuliskan huruf ‘u’.
So I decided
to move to another letter. I showed her how to write the ‘u’ letter, told her
its shape looks like glass and I helped her when she wrote that letter.
Setelah itu saya memintanya untuk menuliskan huruf itu tanpa
saya bantu.
A moment
later I asked her to write the letter by herself.
Coba tebak huruf apa yang dituliskannya?
Guess what
letter did she scribble?
Huruf ‘a’!
It was the
letter ‘a’!
Dengan sabar, saya ulangi kembali proses mengenalkan huruf ‘u’.
Beberapa menit kemudian, setelah merasa cukup, saya memintanya untuk menuliskan
huruf itu tanpa saya bantu.
I patiently
started again the whole process of introducing her to the ‘u’ letter. Few
minutes later, after I felt I have made it quite clear for her, I asked her to
write that letter without my assistance.
Dia kembali menuliskan huruf ‘a’..
Once again
she wrote the letter ‘a’..
Saya terperangah tapi dengan sabar kembali mengulangi
seluruh proses mengenalkan huruf u itu.
I couldn’t
believe my eyes but once again I patiently repeated the whole process of
introducing the ‘u’ letter.
Dan hal yang sama kembali berulang.
And the same
thing happened.
Tidak, dia tidak sedang bercanda atau meledek saya. Dia
kelihatan serius. Tapi ketika hal yang sama kembali berulang.. empat kali,
bray.. wah, saya jadi garuk-garuk kepala karena benar-benar bingung.
No, she was
not joking or trying to play games on me. She was serious. But when the same
thing happened.. four times, people.. man, I scratched my head for completely
lost.
Jadi sepertinya selama saya bicara padanya tadi, kata-kata
saya tidak dimengertinyakah? Rasanya sih tidak karena saya bicara dengan
kata-kata sederhana dan disertai dengan memberi contoh.
So it seems
when I talked to her, were my words unable to be understood by her? But I don’t
think that possible because I used simple words and I gave examples.
Jadi kenapa kok rasanya seperti bicara pada tembok? Atau
seperti saya bicara dengan bahasa asing yang tidak dimengertinya?
So howcome
it felt as I was talking to a wall? Or as if I talked in foreign language that
she didn’t understand?
* *
* * *
“Keke, kamu tidak mendengarkan saya” Andre punya kebiasaan
untuk menepuk pipi saya atau memencet hidung saya kalau dia merasa saya salah
atau tidak juga mengerti hal-hal yang dikatakannya pada saya.
“Keke, you
are not listening to me” Andre has a habit to pat my cheek or pinch my nose
whenever he feels I don’t listen to him correctly or not understand what he was
saying.
“Ah, saya dengar kok” bantah saya tanpa merasa bersalah.
“Nah, I
heard you” I told him without any remorse.
“Ya, kamu mendengar tapi tidak menyimak” katanya.
“Yes, you
heard me but you didn’t listen” he said.
Mendengar dan menyimak adalah dua hal yang berbeda.
To hear and
to listen are two different things.
Kita semua bisa mendengar tapi belum tentu bisa menyimak.
Padahal menyimak adalah hal yang penting. Karena menyimak membuat kita memahami
suatu perkara, mengerti suatu situasi, memahami orang lain dan juga diri
sendiri.
All of us
can hear but that does not make us able to listen. The fact is listening is
important. Because by listening, we are able to understand a problem, a
situation, to understand others and to understand ourselves.
Banyak konflik terjadi karena kita hanya mendengar tanpa
menyimak.
Many
conflicts occur because we only hear without listening.
Banyak konflik terjadi karena kita hanya mau mendengar suara
kita sendiri serta suara-suara yang ada dalam pikiran kita.
Many conflicts occur because we only want to hear our own voice or the voices in our heads.
No comments:
Post a Comment