Apa yang paling membahagiakan saya hari Senin pagi (22/9)
itu?
What really made
me happy that Monday morning? (Sept 22nd)?
Terbangun di antara anak-anak Santi.
To awake in bed
with Santi’s children.
Memerlukan waktu sekitar empat jam dan berganti kendaraan
empat kali sebelum saya sampai ke rumah Santi. Perjalanan panjang yang amat
sangat melelahkan itu rasanya terbayar ketika bertemu dengan Santi dan
keluarganya.
It needed four
hours and took four public transportation to get me to Santi’s place. A long
exhausting trip paid off when I met Santi and her family.
Persahabatan selama hampir dua puluh lima tahun telah
menjadikan kami sebagai saudara.
A nearly twenty
five years of friendship has turned us like sisters.
Jauhnya jarak tempat tinggal kami membuat pertemuan seperti
ini hanya terjadi 3-4 kali dalam setahun. Membuat setiap detik kebersamaan kami
menjadi amat sangat berharga.
The far distance
between the places where we live has made this reunion can only be made 3-4
times in a year. Making every second of our togetherness, priceless.
Setelah sepanjang sore dan malam di hari Minggu itu
dilewatkan dengan mengobrol, bercanda sampai bernyanyi, akhirnya tertidurlah
kami. Kelelahan. Tapi juga sangat bahagia.
After spending
the afternoon and evening on that Sunday talking, joking up to singing, we all
fell to sleep. Exhausted. But very much happy.
Senin pagi.. suara Santi membangunkan Kenzie, suara Klara
dan suara film kartun di tv membangunkan saya.
Monday morning..
Santi’s voice waking up Kenzie, Klara’s voice and the cartoon on tv woke me up.
Suara-suara yang tidak saya dengar di rumah. Sambil masih
berbaring di tempat tidur, saya mendengarkan dan memperhatikan mereka,
mensyukuri rasa bahagia bisa berada di antara mereka.
The voice that I
don’t hear at home. Still lying in bed, I listened and watched them, thanking
this feeling of happiness to be with them.
“Woii.. bangun!” Santi nyengir “Nih, cobain telor dadar dan
sosis buatan gue”
“Hey.. wake up!”
Santi grinned “Here, try my sausage omelette”
Kenzie menghampiri saya dengan iPadnya. Main ular tangga
yuk, ajaknya.
Kenzie came to
me with his iPad. Play snakes and ladders, auntie, he said to me.
Jadi pagi itu sarapan saya cukup unik. Telor dadar sosis dan
ular tangga.. hehe..
I had quite a
breakfast that morning. Sausage omelette and snakes and ladders.. hehe..
Jam setengah tujuh Santi mengantarkan anak-anak ke sekolah.
Setelah mereka pergi, saya tidur lagi dan baru terbangun ketika Santi pulang
setengah jam kemudian.
Santi drove the
kids to school at half past six. I dozed off after they left and awoke when
Santi returned half hour later.
Kami mengobrol panjang pendek tentang berbagai macam hal
tapi seperti biasa Santi lebih banyak bicara sementara saya menjadi pendengar
yang baik.
We talked about
lots of things and as usuall Santi did most of the talking while I was the
listener.
Selama 3H/2M begitulah yang terjadi. Secara alamiah, Santi
memang lebih bawel dari saya.
So that was the
pattern during my stay in those 3D/2N. Well, naturally Santi is chattier than me.
Saya tidak keberatan lebih banyak jadi pendengar karena
sepertinya Santi butuh teman yang bisa diceritainya tentang apa saja secara
terbuka sementara saya merasa mendapat selingan karena yang bicara pada saya
bukanlah orang yang saya temui sehari-hari (orang tua, rekan kerja di kantor,
senior-senior, pacar atau teman-teman saya) dan hal-hal yang saya dengar
tentunya juga berbeda.
I don’t mind to
play the role more as the listener because Santi needed a friend with whom she
could openly tell about everything while I felt it like a break from hearing
the people I meet on daily basis (my parents, colleagues at work, seniors,
boyfriend or my friends) dan the things I heard were surely different as well.
Ditengah-tengah obrolan..
In the middle of
our conversation..
“Eh, elu lapar ga?”
“Are you
hungry?”
Lapar? San, gue
sampe sudah nyemilin kuenya Kenzie nih.. lama-lama habis aja semuanya sama
gue.. hehe..
Hungry? Santi, I have been snacking on Kenzie’s cookies.. I
would eat them all.. lol..
Kami ngakak berdua.
It made us both
laughed.
“Nanti ada tukang ketoprak langganan gue. Ketopraknya enak”
“There is a food
vendor of ketoprak that I like to buy. His ketoprak tastes yummy”
Hmm.. dijanjikan ketoprak bikin cacing dan naga di perut
saya langsung makin semangat berdansa. Untung saja tidak lama kemudian tukang
ketopraknya datang.
Hmm.. having
promised to have ketoprak made the worms and dragons in my stomach danced
excitedly. Good thing shortly after that the vendor came.
Makan. Mengobrol. Masak. Menjemput anak-anak. Makan siang.
Nonton film. Main game di iPad. Menikmati wifi untuk fesbukan dan bbm.
Bergembiralah saya karena bisa sejenak lepas dari rutinitas kehidupan saya di
Bogor.
Eating. Talking.
Cooking. Picking up the kids from school. Lunch. Watching movie. Playing games
on iPad. Enjoying the wifi to check on my facebook and blackberry messages. I
was a happy camper to be freed from routinity in Bogor.
Mereka pun sama gembiranya dengan adanya saya di rumah mereka.
Terutama anak-anak.
They were just
as happy to have me in their house. Especially the kids.
Perkara anak selalu menjadi dilema bagi saya. Memiliki anak
berarti harus menikah. Masalahnya adalah, saya enggan menikah. Dan semakin
bertambah umur, justru membuat saya semakin kehilangan selera untuk mengikatkan
diri dalam komitmen seumur hidup seperti pernikahan. Tapi itu artinya saya
tidak akan bisa punya anak kandung karena saya tidak mau memiliki anak diluar
nikah.
Having a child
has always become a dilemma for me. Having a child means I have to get married.
The thing is, I am not into marriage. The older I get, the more I am lost the
mood to make lifetime commitment such as
marriage. But it means I shall never have my own biological child because I
don’t want to have it out of wedlock.
Jadi yah, saya cukup puas dengan menyayangi murid-murid saya
dan anak-anak teman-teman saya.
So well, I will
have to make do by loving my students and the children of my friends.
Melihat kesibukan Santi sebagai istri dan ibu saja sudah
bikin saya ngos-ngosan. Bagaimana kalau saya harus menjalani peran dan tanggung
jawab yang sama? Hidih.. ga deh.. terima kasih banget. Saya sudah cukup bahagia
dengan menjadi diri sendiri.
Mom, this is what I think about math, thought Klara (lol) |
Saya salut pada mereka yang dapat menjalani peran sebagai
istri dan ibu.
I salute those
who can play the role as wives and mothers.
Kebersamaan saya dengan Santi beserta keluarganya selalu
memberikan banyak kebahagiaan dan juga banyak pelajaran berharga.
The time I spent
with Santi and her family have always given me lots of happiness and also many
valuable lessons.
No comments:
Post a Comment