Bersyukur adalah hal yang sulit untuk dilakukan.
Give thanks
is a hard thing to do.
Menggerutu lebih mudah. Mengeluh sudah menjadi kegiatan
rutin.
Grumbling
is easy. Whining is daily activity.
Ada seorang teman ibu saya yang setiap kali menelpon ke
rumah kami pasti 90% isi pembicaraannya adalah keluhan.
A friend of
my mother would fill her conversation with 90% whining when she called my mom
or dad.
Awalnya saya terheran-heran karena dalam pemikiran saya,
luar biasa juga ini orang yang menelpon selama kira-kira satu jam dan hampir
seluruh isi pembicaraannya adalah keluhan.
At first it
amazed me to think this is one remarkable person who could make about an hour
of phone call and filled nearly all her conversation with whining.
Saya sampai pernah bergurau dengan mengatakan kalau ada
lomba adu mengeluh, dia pasti menang.. hehe..
I once
joked by saying if there were whining competition, she would win first place..
lol..
Ya, bukan berarti saya tidak pernah menggerutu atau mengeluh
tapi tidak sampai segitu..
Well,
doesn’t mean I never grumble or whine but not making the one like she does..
Saya berkesimpulan, kadar gerutuan dan keluhan bukan ditentukan oleh berat
ringan masalah, tapi oleh tipe kepribadian setiap manusia.
My conclusion is, the level
of grumbling and whining are not determined by the heavy or light of problem,
but it is determined by a person’s type of personality.
Ketika minggu lalu saya menginap selama 3 hari 2 malam di
rumah sahabat saya, kami bicara tentang banyak hal.. yah, lebih tepatnya Santi
yang bicara lebih banyak sementara saya menempatkan diri sebagai pendengar. Dia
memang lebih bawel, seorang ekstrovert, sementara saya kebalikannya.
When I
spent 3 days and 2 nights at a bestfriend’s place last week, we talked about
many things.. well, it was Santi who talked a lot while I was a listener. She
is talkactive, an extrovert while I am pretty much the opposite.
Tapi dari sekian banyak hal yang kami bicarakan, ada sesuatu
yang diucapkan Santi yang betul-betul membekas dalam hati saya dan yang tidak akan
bisa saya lupakan.
But all of
the many things we talked, there was one thing she said that really hit me
hard, I will never forget it.
“Klara pernah uring-uringan di mobil. Jakarta emang lagi
panas banget hari itu sampe ac mobil kalah” katanya menceritakan tentang ulah
anak sulungnya “Lama-lama gue kagak tahan juga dengernya, jadi gue bilang eh,
Kla, kita harus bersyukur.. kita masih punya mobil yang bagus, yang ada ac..
tuh liat mobil di depan kita. Di mobil pickup itu ada ibu-ibu dan anak-anak yang
harus duduk di garang sinar matahari. Tapi mereka juga harus bersyukur karena
masih bisa naik mobil dan panas-panas begini ga harus jalan kaki. Tapi orang
yang jalan kaki juga harus bersyukur karena mereka masih punya kaki yang bisa
dipakai untuk jalan. Nah, yang ga bisa jalan pun masih harus bersyukur karena
setidaknya masih bisa bergerak walaupun mungkin dengan merangkak atau merayap.
Kalau juga tidak bisa, tetap harus bersyukur karena masih hidup”
“Klara was
having a tantrum once in the car. Jakarta was so hot that day, the car
airconditioned couldn’t cool the heat” she told me about her eldest child’s
behavior “Eventually it gave me the headache, I said this to her, Kla, you
should be grateful that we have a good airconditioned car.. see at that pickup truck infront
of us. There are women and children sit in the open compartment under the
burning sun. Yet, they should be grateful that they don’t have to walk in this
kind of heat. Those who walk have to give thanks too because they have feet
that can still function. The ones who can’t walk still have reason to feel
grateful because they can crawl. The total paralysed should be thankful because
they are alive”
Selalu ada alasan untuk bersyukur.
There is
always reason to give thanks.
Kalau kita melihat pada hal-hal positif.
If we have
positive perspective.
Saya merenungkan kata-kata sahabat saya itu.
I thought
about my bestfriend’s words.
Tidak, dia tidak sedang menasihati saya. Dia hanya bicara
tentang hal-hal nyata yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.
No, she
wasn’t giving me any advice. She was just talking about real things that she experienced
on daily basis.
Dia tidak bicara sampai berbusa-busa tentang filosofi atau
dalil keagamaan. Dia mengatakan tentang hal sederhana yang siapa pun pasti pernah
melihat atau mengalaminya.
She didn’t
speak about philosophy or religious stuff. She spoke about simple things that
everyone of us have seen or experienced.
Tapi kata-katanya merupakan pukulan bagi saya karena saat
mendengar dan kemudian merenungkannya, saya menyadari bahwa saya tidak lagi
bersyukur.
But her
words hit me hard when I heard and thought about them, I realized I haven’t
given thanks.
Sejak tahun 2001 masalah dan kesusahan mendatangi kehidupan
saya dalam berbagai bentuk dan intensitas serta levelnya semakin lama semakin
sering serta berat sampai akhirnya antara tahun 2012-2013 saya terlalu
berkonsentrasi untuk menjaga supaya kepala saya tetap berada di atas air,
berusaha untuk tidak tenggelam.
Problems
and hardship came into my life since 2001 in various forms and their intensity
and level increased from time to time that in between 2012-2013 I was focusing
on keeping my head above the water, trying not to drown.
Saya adalah orang yang dinamis sekalipun kelihatannya saya
pendiam dan kalem. Tapi sebenarnya saya punya banyak pemikiran, keinginan,
cita-cita, harapan dan impian.
I am a
dynamic person though I appear to be quiet and calm. But I actually have many
thoughts, wishes, goals, hopes and dreams.
Melalui perjalanan waktu, saya tahu segala sesuatunya tidak
bisa berjalan seturut dengan keinginan saya. Akan ada penghalang dan penundaan.
Through
times, I knew things can’t go according to my wishes. There will be roadblocks
and delay.
Tapi tahun 2012-2013 kesusahan demikian beratnya sampai saya
berpikir apakah saya sedang menipu diri dengan memiliki demikian banyak
keinginan, cita-cita, harapan dan impian? Apakah segala hal yang saya percayai
itu hanya omong kosong?
But in
between 2012-2013 hardship reached its peak and it was so hard that I thought
did I have been fooled myself to have so many wishes, goals, hopes and dreams?
Did everything I had faith in was just bullshit?
Hati saya beku. Mati rasa.
My heart
froze. Numb.
Diperlukan waktu 4 bulan untuk memulihkan rasa percaya diri
dan mengembalikan semangat hidup.
It needed 4
months to restore my self-confident and to bring back my spirit.
Saya berhasil menemukan kekuatan di dalam diri saya yang
membuat saya bisa kembali berdiri tegak di atas kaki sendiri.
I have
found the strength within myself that could and can make me stand tall on my
own feet again.
Tapi apakah saya mau mempercayai lagi semua yang dulu pernah
saya percayai adalah satu hal yang saya tidak yakin mau saya lakukan. Saya
tidak merasa menemukan jawaban dan kekuatan dari hal religi sehingga saya muak
dengan semua itu.
But whether
I want to believe the things I used to have faith in remains a question if I
ever want to do that. I don’t feel I found answers and strength from religious
stuff that it sickened me.
Sekarang ini saya berjalan dengan berpegang pada
prinsip-prinsip saya sendiri.
I live my
life on my own principles.
“Agama tidak akan bisa membuat orang menjadi baik” kata
Andre “Tuhan pun tidak bisa. Diri kita sendirilah yang bisa melakukannya”
“Religion
can’t turn people into good ones” said Andre “Not even God. We are the one
who can do that”
Saya tahu dia benar. Saya telah melihat banyak bukti.
I knew he
was right. I have seen too many evident.
“Hiduplah dengan prinsip yang kamu tahu baik dan benar”
katanya lebih lanjut “Kalau kamu meyakini bahwa bersyukur adalah hal yang baik
dan benar.. maka peganglah prinsip itu dan lakukan itu dalam kehidupan kamu.
Prinsip yang diyakini dan dipraktekkan oleh manusia adalah hal utama yang membuat manusia tersebut menjadi seorang yang baik atau jahat. Bukan agama atau Tuhan. Agama dan Tuhan
seringkali hanya dijadikan alasan untuk membenarkan diri”
“Live by
the principle that you know are good and right” he went on “If you believe that
give thanks is the good and right thing to do.. hold on to them and live by those
principles, practice them in your life. Principles are what make somebody a
good person or a bad one. Not religion or God. Religion and God are oftenly used to
make self-justification”
Dan saya sedang belajar untuk bersyukur. Dengan cara seperti
yang dicontohkan oleh sahabat saya itu.
And I am
learning to give thanks. Using the way which my bestfriend has set example.
Selalu ada alasan
untuk bersyukur.
There is always reason to give
thanks.
Saya tidak melakukan hal ini untuk siapa pun. Saya
melakukannya untuk diri saya sendiri.
I don’t do
this for anybody. I do this for myself.
Karena dengan bersyukur, saya mendapatkan banyak hal yang
berdampak baik bagi kesehatan fisik, pikiran dan mental saya.
No comments:
Post a Comment