Selama 3 hari 2 malam saya menginap di rumah Santi, saya
tidak merasa menjadi tamu. Saya di lihat, di terima dan di anggap sebagai
bagian dari dirinya dan keluarganya.
During my 3 days and 2
nights stay at Santi’s place, I didn’t feel like a guest. I was seen,
accepted and treated like a family member.
Bagi anak-anaknya, saya bukanlah sekedar sahabat lama ibu
mereka yang datang untuk berkunjung atau pertemuan saya dengan ibu mereka
adalah hanya untuk reuni.
To her children, I am
not just their mother’s old friend who came for a visit or to have a reunion.
Dari awal Santi memang sudah membiasakan anak-anaknya untuk
memanggil saya ‘auntie’. Tapi setelah saya bertemu dengan mereka, ‘auntie’
bukanlah menjadi sebuah panggilan karena mereka benar-benar melihat, menganggap
dan menerima saya sebagai auntie mereka.
From the start Santi
has been asking her children to address me as ‘auntie’. But after I met them,
‘auntie’ is not just a word because they really see, treat and accept me as
their auntie.
Dan bagi saya, mereka bukanlah sekedar anak-anak Santi.
Mereka adalah anak-anak saya.
And for me, they are
not just Santi’s children. They are my children as well.
Rasa sayang di antara saya dan anak-anak itu muncul sejak di awal kami bertemu pada bulan Oktober 2013.
The mutual feeling of loving between me and the kids came in our hearts since the first time we met in October 2013.
Kata-kata ‘aku sayang auntie’ memang tidak pernah terucap dari mulut
mereka kepada saya tapi buat saya itu tidak perlu. Saya sudah mengetahuinya
setiap kali saya melihat muka mereka atau ketika Kenzie memeluk saya atau
ketika saya serta Klara mengobrol, menonton tv atau membaca buku-buku komiknya.
So the words ‘I love
you, auntie’ are never spoken, they never said it to me but it is not necessary. I knew it
only by looking at their faces or when Kenzie hugged me or when Klara and I
talked, watched tv or read her comic books together.
Saya juga tidak pernah mengucapkan kata-kata 'auntie sayang Kenzie' atau 'auntie sayang Klara' pada
mereka. Tapi bayangan muka mereka menjadi penggerak utama yang membuat saya
memutuskan untuk berangkat ke rumah Santi di Jakarta pada hari Minggu (12/1)
sekalipun untuk itu saya harus menembus hujan deras, angin dingin dan banjir.
I never told them
the words 'auntie loves Kenzie' or 'auntie loves Klara' either. But the images of their faces were the main motivator to make
decide to go to Santi’s place in Jakarta though it meant I had to go through
the pouring rain, the freezing wind and flood on that Sunday (Jan 12th).
Karena rasa sayang atau cinta itu ada di dalam hati. Bukan
di bibir.
Because love is in
the heart. Not on lips.
Cinta itu harus dirasa dengan hati dan kalau cinta ada dalam
hati maka perbuatan kita akan menampakkannya.
Love must be felt by
heart and if love is in the heart, it appears in one’s attitude.
Dan sebelum kami memiliki rasa saling menyayangi seperti ini seperti layaknya anggota keluarga, semua bermula dari suatu persahabatan..
And before we have this mutual feeling of loving each other like family, it all started from a friendship..
Santi dan saya bertemu ketika kami sama-sama kuliah di Perbanas karena kami satu kelas, satu angkatan. Dan entah bagaimana caranya, kami jadi berteman akrab.
Santi and I met when
we went to Perbanas college, we were in same class, same academic year. And I
don’t know how, but we ended up being bestfriends.
Tapi setelah lulus kami terpisah. Masing-masing menjalani
kehidupan seturut dengan alur nasibnya. Komunikasi yang terjalin pun hanya
sekali-sekali.
We separated after
graduation. Each went on her own life path. Rarely in communication.
Jarak di antara kami makin melebar setelah saya dan orang
tua pindah ke Bogor tahun 1998.
The distance between
us got wider after my parents and I moved to Bogor in 1998.
Kesusahan dalam kehidupan pribadi yang akhirnya membuka kembali komunikasi kami.
Personal problems in
our lives were the one that brought us back in communication.
Mulai tahun 2000 kehidupan masing-masing kami mulai di
hantam badai.
The year 2000 marked
the time when the storm hit our lives.
Santi kehilangan anak, lalu pernikahannya mengalami krisis
berat, belum lagi hubungannya yang kurang harmonis dengan saudara-saudaranya,
mertua dan ipar-iparnya.
Santi lost a child,
after that faced bad marital problems, not to mention her relationship with her
siblings, mother inlaw and her inlaws that were not in harmony.
Sementara itu saya menghadapi masalah dengan kesehatan sampai dalam
setahun harus dua kali menjalani operasi, lalu di depak dari perusahaan tempat
saya kerja yang menganggap saya tidak lagi kompeten karena kesehatan menurun,
lalu hubungan cinta saya hancur ditengah jalan, saya berganti-ganti pekerjaan,
orang tua bergantian sakit.
In the meantime I had health
problems that made me had to have surgery twice in a year, later dumped by the
company where I worked as they said I no longer a competent employee due to that health problems, after that I broke up with my former boyfriend, I changed
jobs, my parents took turn in getting sick.
Sampai tahun 2013 pun badai itu masih menghantam kehidupan
kami masing-masing.
Even in 2013 each of
us had the storm hit our lives.
Santi sempat beberapa kali lari dari rumah, meninggalkan
suami dan anak-anaknya ketika krisis dalam pernikahannya memuncak. Lalu dia
harus menjalani operasi untuk memperbaiki saluran ginjalnya yang tidak
berfungsi dengan baik. Dia sempat berpikir ingin bunuh diri.
Santi left her husband and children several times when her marital problem
reached its peak. After that she had to undergo surgery to fix her malfunction
kidney’s duct. She thought about suicide.
Saya juga menghadapi berbagai macam masalah. Saya frustrasi
dengan karir saya yang rasanya jalan di tempat sementara umur saya tidak jalan
di tempat, lalu saya mengalami masalah hormon yang membuat siklus dan volume
menstruasi saya kacau, orang tua saya sakit sampai saya kira seorang dari
mereka akan meninggal, saya merasa gagal sebagai anak dan sebagai individu dan
selama berbulan-bulan saya tenggelam dalam depresi yang parah sampai rasanya
saya ingin mati saja.
I too faced many
problems. I got frustrated seeing my career stuck while my age is not stuck in
one year, I had hormonal problems that turned my menstruation cycle and volume
upside down, my parents got sick that I thought one of them would die, I felt I
failed as a child and as a person and I drowned in severe depression for months
that I felt I just wanted to die.
Masa-masa sulit itu justru menyatukan saya dan Santi.
Those hardship have
united me and Santi.
Dalam keadaan putus asa, dia menghubungi saya. Telpon, sms
dan surat menjadi media untuk berbagi rasa. Dia menemukan kekuatan, penghiburan
dan orang yang dia tahu peduli serta sayang padanya. Itu adalah pelampung
pertama yang menyelamatkannya.
Dispaired, she
contacted me. Phone calls, texts and letters were the ways to share her feelings.
She found strength, relief and a person who cares and loves her. Those are the
first buoy that saved her.
Tidak seperti Santi yang lebih terbuka, saya menutup diri,
menyembunyikan isi hati dan saya mampu menampilkan diri kebalikan dari apa yang
saya rasakan dalam hati sehingga tidak seorang pun yang mengetahui bahwa
keadaan saya tidak baik-baik saja.
Unlike Santi who is
more open, I am a private person, I hide my feelings and I can appear myself so
very different with the one I feel in my heart that no one knew I was not fine.
Santi cukup peka untuk bisa mengendus apa yang saya
sembunyikan itu. Dia bisa menembus tembok api yang saya bangun tanpa
membuat saya merasa terpojok.
Santi is quite
sensitive to make her able to know what I have been hiding. She could get
through my firewall without making me feel cornered.
Kami berdua bukanlah perempuan cengeng. Kami sama-sama keras
kepala, keras hati, tomboy tapi penyayang dan punya rasa humor yang tinggi.
We both are not some
meek women. We are stubborn, strong willed, tomboy but loving and have great
sense of humor.
Sifat-sifat itu menolong kami untuk bertahan ketika kesusahan
berusaha untuk menghancurkan kami dan juga menolong kami untuk bangkit kembali.
Those qualities help
us to stay alive when hardship tried to crush us and to help us to get back on
our feet.
Tapi ada saat-saat dimana kami tidak mampu untuk menghadapi
kesusahan itu sendirian. Dengan cara masing-masing, kami bergantian menopang
ketika yang lain hampir jatuh dan menjadi tangan yang menarik untuk menolong
yang lain bangkit kembali.
But there were times
when we couldn’t face hardship all alone. With our own ways, we took turn on
helping each other, supporting when the other was nearly fell and being a hand
that help to pull the other stand up again.
Sampai akhirnya kami menyadari kami telah menjadi lebih dari dua
sahabat.
Until finally we realize that we
have become more than bestfriends.
Kami telah menjadi keluarga.
We have become
family.
Special
note
Santi bukanlah satu-satunya orang yang telah menganggap saya
dan yang saya anggap sebagai keluarga.
Santi is not the
only person who accepts me and whom I accept as family.
Ada beberapa orang lainnya yang juga melakukan hal yang sama
kepada diri saya dan yang saya anggap sebagai keluarga saya.
There are some
people who do the same to me and whom I accept as my family.
Mereka yang telah menjadikan saya sebagai bagian dari
keluarga mereka dan begitu pula sebaliknya, waktu dan kesulitan telah menguji
mereka dan saya sehingga cinta di dalam hati masing-masing kami itulah yang
menyatukan dan mengikat kami.
They who have
made me as part of their families and vice versa, time and hardship have tested
them and me so the love in our hearts is the one that unite and bound us.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya bersyukur dan bahagia
memiliki mereka.
I just want to
say that I am grateful and happy to have them.
Lagu Celine Dion ini adalah satu lagu yang saya sukai dan
saya rasa kata-katanya tepat menggambarkan apa yang telah dilakukan oleh mereka
yang menyayangi saya dan apa yang telah saya lakukan untuk mereka yang saya
sayangi.
No comments:
Post a Comment