Kalau jatuh cinta berjuta rasanya, patah hati semilyar minta
ampunnya.. hehe..
If falling in
love is a head over heels turner, broken heart whirls the head a billion way faster
than a merry-go-round.
Setidaknya begitulah saya menjabarkan perasaan saya.
That’s how
I describe my feelings.
Saya telah mencintai dan dicintai seorang laki-laki selama tiga
tahun ini.
I have
loved and being loved by a man in the past three years.
Lalu belum lama ini dia mengatakan sesuatu yang amat sangat
mengagetkan dan membingungkan saya.
Just
recently he said something that so very much surprised and confused me.
Melukai hati saya juga.
It hurt me
too.
Sulitnya adalah saya harus bertemu dengan dia padahal dalam
sikon seperti ini adalah lebih baik kalau untuk kurun waktu tertentu tidak ada
kontak atau malah tidak bertemu sama sekali dengannya sampai emosi menjadi
tenang dan pikiran menjadi waras lagi.
The hard
thing is I have to meet him regularly when in times like this it would be
better not to have any contact or not to meet him at all for a period of time
until emotion is calmed and mind able to work clearly.
Saya seorang yang emosional tapi pengalaman menjadikan saya
lebih mampu mengendalikan diri dan saya tidak hanya bersyukur tapi juga
membanggakan diri karena kemampuan itu.
I am an
emotional person but experience has making me able to have better self control,
something which I am not just grateful to have, I am proud of it.
Tapi hari itu..
But on that
day..
Bukan amarah yang mengisi hati saya. Bukan pula cemburu.
It wasn’t
anger that filled my heart. Not jealousy either.
Kesedihan yang memedihkan hati. Rasanya demikian pilu.
Ketika saya bicara dengannya, ketika saya melihatnya.. semakin bertambah
kepedihan itu. Saya harus susah payah menahan air mata, saya terlalu tinggi
hati untuk menunjukkan kepedihan itu padanya.. saya tidak akan menangis didepannya.
The pain
cut like a knife. Deep. When I talked to him, when I saw him.. the pain was
unbearable. I tried hard to hold the tears, I had too much pride to show him
that pain.. I wouldn’t cry infront of him.
Baru setelah saya sendirian, air mata itu keluar. Sepanjang
perjalanan pulang, air mata itu mengalir. Tapi baru malamnya saya bisa menangis
sepuasnya.
Tears came
down only after I was alone. They came when I was on my way home. But it was at
night that I could let myself cry.
Saya pikir besoknya saya akan merasa jauh lebih baik. Ya
memang benar. Tapi tidak sebanyak yang saya harapkan.
I thought I
would feel better on the next day. Well I did. But not as much as I hoped.
Saya takut hal ini akan berdampak pada pekerjaan dan
kesehatan fisik serta akal sehat saya.
I was
afraid it would get to my work performance and my physical health along with my
sanity.
Saya tahu saya harus mengalihkan perhatian. Saya tidak boleh
membiarkan pikiran saya hanya berputar pada laki-laki itu atau pada
kata-katanya.
I knew I
had to distract my mind. I couldn’t let it focus only on that man or to his
words.
Hari itu untungnya saya harus menghadiri acara ulang tahun
cucu dari rekan kerja saya.
Luckily I
had to attend a colleague’s grandson’s birthday party.
Disana saya bertemu dengan beberapa orang yang saya kenal,
beramah-tamah dengan orang yang tidak saya kenal, bisa bertemu juga dengan
mantan murid-murid saya di TK dan dengan orang tua mereka, saya memotret, saya
menontoni acara ulang tahun, pulangnya saya mampir membeli oleh-oleh untuk
orang yang besoknya akan saya temui di acara symposium yang akan saya ikuti.
There I met
few people whom I knew, mingled with those I didn’t know, met some of my former
kindergarten students and their parents, I took photos, I watched the birthday
party being held, I stopped by to buy something for someone I would met the
next day at the symposium which I
participated.
Berhubung acara simposiumnya diadakan di Jakarta dan
pendaftarannya jam 7.30 pagi maka saya dan seorang teman yang mengikutinya juga
harus berangkat dari Bogor jam 5 pagi.
Since the
symposium was held in Jakarta and we had to re-register ourselves at 7.30 am,
me and a friend who would attend it had to leave Bogor at 5 am.
Itu artinya saya harus berangkat dari rumah sebelum jam 4.30
pagi. Wadoh, saya harus bangun jam berapa? Belum lagi urusan naik kendaraan
umum dari rumah ke kantor. Wih, dari pada ribet, mending saya menginap di
kantor.
It means I
had to leave home at 4.30 am. Geez, what time should I get up? Not to mention
about taking public transportation at such early hour. It would be more
convenient for me to spend the night in the office.
Kamar tamu di kantor sudah diperbaiki dan kini ditinggali
oleh mahasiswi yang sedang praktek kerja di kantor saya. Orangnya lucu dan
punya banyak cerita. Saya masuk kamar jam 9 malam dan baru tidur tengah malam
karena selama lebih dari 2 jam asyik mengobrol serta menertawai berbagai
pengalaman yang diceritakan oleh mahasiswi itu.
The
office’s guest house has been renovated and now occupies by a college student
who is in apprentice in my office. She is funny and has many stories. I went to
the room at 9 pm and went to sleep at midnight after spending more than 2 hours
talking and laughing over various of experience she shared me.
Senin pagi (26/5) saya bangun lebih awal dari alarm.. hehe..
jam 5 pagi kami berangkat. Bogor masih gelap.
I got up
early than my alarm clock on Monday morning (may 26th).. lol.. we
left at 5 am. It was still dark in Bogor.
Kami sampai di tempat simposium hampir jam 7.30 pagi. Dua
jam bo di jalan.. Jakarta-Bogor itu tidak jauh. Tanpa macet cuma membutuhkan
waktu satu jam. Yah, seluruh prosedur dari bangun pagi sampai menghadapi lalu
lintas, supir kami dan teman saya demikian menyibukkan pikiran saya sehingga
seluruh kesedihan saya hilang.
It was
nearly 7.30 am when we arrived at the place where the symposium was held. Two
hours on the road, man.. Jakarta-Bogor is not far. Without traffic jam it takes
just an hour to get there. Yeah well, the whole procedure start from getting up
in the morning to facing the traffic, our driver and a friend kept my mind busy
that it cast away my sadness.
Materi simposium yang menarik, cara penyampaian yang juga
menarik, makanan-minumannya yang enak, bertemu dengan orang-orang yang dikenal
dan melihat begitu banyak orang yang berada disana karena ingin mengetahui
bagaimana menjangkau kaum muda membuat pikiran serta hati saya total berfokus
pada apa yang saya hadapi.
The
interesting symposium material, the interesting presentation, tasteful
beverages, met people whom I know and seeing so many people got together moved
by this passion to reach the youth made my mind and heart fully focused on what
I was having there.
Kami sampai di Bogor jam 8 malam dan saya sampai di rumah
jam 9 malam. Saya capek tapi juga amat sangat puas, bahagia dan penuh semangat.
We got back
in Bogor at 8 pm and I got home at 9 pm. I was so exhausted but also satisfied,
happy and excited.
Apakah kesedihan itu kembali lagi? Saya hanya merasakan
sedikit rasa tidak enak seperti kalau kita terluka karena jatuh dan luka itu
secara tidak sengaja tersentuh karena luka itu belum benar-benar kering. Tapi
secara keseluruhan saya telah berhasil mengalahkan rasa sedih itu dan kembali
berdiri dengan tegak.
Did the
pain return? I just felt a little sore like when we fell and hurt our knee cap
and we accidentally touch it. That kind of feeling when we touch a wound that
has not completely heal. But in general I can say I have defeated the pain and
got back on my knees.
Dalam kehidupan kita menghadapi berbagai hal dan terlibat
dengan berbagai manusia. Yang baik, yang jahat. Yang menyenangkan, yang
menyedihkan hati. Yang membangkitkan semangat, yang menghilangkan semangat.
We face
various things and deal with many people. The good ones, the evil ones. The
pleasant and the devastating ones. The spirit uplifter, the ones that crush the
spirit.
Kalau tidak berhasil mengusir emosi negatif, carilah hal-hal
yang bisa mengalihkan perhatian.
If you fail
to cast those negative emotion away, find things to distract your focus.
Sibukkanlah diri dengan hal positif atau beradalah dengan
orang-orang yang memiliki aura positif karena mengusir emosi, pikiran dan aura
negatif dalam pikiran serta hati bukanlah hal yang mudah.
Keep
yourself busy with positive things or be among people who have positive aura
because it is not easy to cast away negative emotion, negative mind and
negative aura.
Jangan tinggal diam dalam emosi, pikiran dan aura negatif
itu. Jangan memeluknya erat-erat. Jangan memanjakan diri. Keraskan hati dan
bulatkan tekad untuk keluar dari semua itu.
Don’t dwell
in that negative emotion, mind and aura. Don’t have a strong hold over it.
Don’t be meek. Be tough and make your mind to get out of the negativity.
Saya pernah membiarkan diri berlama-lama tinggal dalam
emosi, pikiran dan aura negatif itu. Akibatnya berbulan-bulan saya depresi. Dan
perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa keluar dari depresi itu serta bangkit
kembali.
I have let
myself dwelled in that negative emotion, mind and aura. It left me in
depression for months. And it needed months for me to get out of depression and
to get back on my feet again.
Amit-amit betul rasanya waktu itu. Amit-amit perjuangannya
buat bangkit lagi. Makanya amit-amit deh, saya tidak mau jatuh lagi dalam hal
yang sama. Tapi pengalaman itu bikin saya jadi mengenal rambu-rambu bahayanya
dan bisa cepat mengambil langkah antisipasi.
Man, it was
living hell. It was one hell of a struggle to get back on my feet. Damn hell if
I let myself fall into the same hole. But thanks to that experience I know the
signs and therefore I can anticipate it.
Saya masih bertemu dengan laki-laki itu dan ya, rasa sayang
serta suka itu masih ada. Kan tidak bisa seperti orang main sulap… langsung hilang
lenyap semua rasa itu.
I
occassionaly meet that man and yes, the love and warm feeling I have for him
are still there. It is not like magic.. one swirl of wand and everything is
gone.
Dan saya masih harus menghadapi Andre. Hubungan kami masih
dalam proses pemulihan. Ini juga memerlukan waktu. Saya bisa mengerti kalau dia
masih menyimpan rasa cemburu serta tidak percaya. Bagaimana pun juga setahun
terakhir ini dia mengira saya akan meninggalkannya.
And I have
to deal with Andre. Our relationship is in healing process. It needs time. I
can understand if he still has his jealousy and skeptical. After all, he spent
the past year thinking I would leave him.
Tapi saya tetap optimis.
No comments:
Post a Comment