Adalah suatu ironi bagaimana kita mengisi hari-hari dalam
hidup kita di dunia ini dengan mengkhawatirkan, tidak menyukai dan bahkan
membenci begitu banyak hal dan manusia.
It is
such an irony we spend our living days on earth by worrying, disliking and even
hating so many things and people.
Lalu bagaimana kalau kita tidak akan melihat hari esok?
How if
we couldn’t see tomorrow?
Bagaimana kalau seandainya hari ini adalah hari terakhir
dari masa hidup kita?
How if
today is our last living day?
Hanya sehari setelah ulang tahun saya.. pagi itu di kantor
telpon berdering..
Just a
day after my birthday.. that morning, the phone rang in the office..
Seorang ibu kenalan saya yang menelpon. Suaranya gemetar
ketika dia bicara. Dia pergi berbelanja dan ketika kembali dia mendapati
suaminya sudah meninggal.
A
lady, who is my acquaintance, was the caller. Her voice trembled when she
spoke. She left to the market and when she got back home, she found her husband
was already passed away.
Sehari sebelumnya saya bertemu dengan dia dan saya
sempat bertanya bagaimana keadaan suaminya.
The day before I met her and I asked her how was her husband doing.
Kira-kira 2 minggu sebelumnya saya bertemu dengan suaminya.
Kami bersalaman dan sempat bicara sebentar. Dia terlihat baik-baik saja.
About
2 weeks ago I met her husband. We shook hands and talked for a while. He looked
fine.
Lalu pada pagi itu.. jantung suaminya berhenti berdetak dan
berakhirlah kisah kehidupannya di dunia ini.
On
that fateful morning.. her husband's heart stopped beating and there the end of his story
of life in this world.
“Setiap tahun umur kita sebenarnya berkurang” kata rekan
kerja saya.
“Every
year our age is actually being deducted” said a colleague.
Saya duduk di anak tangga sambil mendengarkan dia bercerita
dia dan suaminya telah sepakat memilih untuk dikremasi. Dia bicara tentang
rumah duka, peti mati, memandikan dan mendandani jenasah, sampai pemakaman.
I sat
on the stair listening her talking how she and her husband chose to be
cremated. She talked about funeral home, coffin and stuff like that.
Dia memberitahukan tentang biaya sewa tahunan yang harus
dibayar pada pihak pemakaman. Tentang cicilan yang bisa dibayarkan pada rumah
duka ketika seseorang masih hidup tapi tidak ingin membebankan keluarganya
dengan biaya untuk dirinya setelah dia meninggal.
She
informed me about the yearly fee for renting grave yard. About installment one
can pay for his/her funeral.
Buat saya semua itu kedengaran aneh. Merencanakan pemakaman
dan lain-lain di saat kita sedang dalam keadaan amat sangat hidup rasanya
seperti berharap diri cepat mati.
All
sounds unusuall for me. To plan your own funeral and other stuff right at time
when you are so very much alive for me is like expecting to die soon.
Tapi kalau di pikir dengan logika sebetulnya masuk akal
juga. Segala sesuatu di dunia ini kan serba tidak bisa di duga. Yang hari ini
masih ada belum tentu besoknya akan tetap ada.
Thinking
logically the whole thing is actually make sense. Everything in this world is
unpredictable. What is here now may not be here tomorrow.
Tapi yang selalu ada dalam benak saya adalah berupaya
mewujudkan impian, cita-cita, harapan dan rencana sambil berharap semakin cepat
berlalunya waktu, semakin dekat pula saya dengan saat penggenapan semua itu.
But
what I keep in my mind is my effort to make dreams, wishes, hopes and plans
come true while hoping the faster time passes by the closer I get to the fulfillment time of those things.
Setiap orang punya batas umur. Saya tahu tentang hal itu.
Setiap hari yang kita lalui sebetulnya mendekatkan kita pada titik akhir itu.
Each
of us has validity age. I know that. Every passing day brings us closer to that
end.
Jadi ada baiknya juga kita menganggap satu hari yang kita
jalani seakan hari itu adalah hari terakhir kehidupan kita. Karena kita akan
lebih menghargai kehidupan pada sepanjang hari itu, kita lebih bersyukur dan
kita tidak mengisi hari itu dengan begitu banyak kecemasan, ketakutan,
kemarahan, kesedihan atau kebencian.
So it
is good to think everyday as our last living day on earth. Because it makes us
appreciate life on that day, we are more thankful and we don’t fill the day
with so many worries, fears, anger, grief or hatred.
Bukan berarti kita tidak lagi merasa kesal, marah, takut,
sedih atau senewen. Hanya saja kita menolak untuk dikuasai sepenuhnya oleh
emosi-emosi itu sampai kita tidak bisa lagi menikmati kehidupan, tidak lagi
bisa melihat hal-hal positif dalam kehidupan atau dalam diri sendiri dan dalam
diri manusia disekitar kita.
It
doesn’t mean we can’t get upset, angry, scared, sad or nervous. It is just that
we refuse to be controlled by those emotion and making us unable to enjoy life,
unable to see positive things in life, in ourselves and in the people around
us.
Setelah saya mengalami sikon yang menyebabkan kesehatan saya
menurun selama hampir setahun, mata saya seperti dipaksa untuk melihat bahwa
saya harus lebih bisa santai, tidak terlalu rumit dalam berpikir dan lebih
menghargai hidup serta segala sesuatu yang saya miliki.
After
I had this health issue for a year, my eyes seemed to be opened by force to
make me see that I must lighten up, not thinking so complicated and appreciate
life with all the things I have.
Yah, tidak mudah tapi selama setahun terakhir ini ada banyak
perubahan dalam diri saya.
No comments:
Post a Comment