Dimana pun kita
berada, kemana pun kita pergi, kita akan selalu bertemu dengan seorang ibu
bersama anaknya.
Everywhere we go, where ever
we are, we will always meet a mother with her child/children.
Belum lama ini
saya menjumpai seorang gadis muda menggendong bayinya. Berhubung usianya masih tergolong
sangat muda maka penampilannya pun terlihat funky. Namun sikapnya adalah sikap
seorang ibu terhadap anaknya. Sangat melindungi dan penuh kasih terhadap
anaknya.
I recently met a young girl
carrying her baby. She is probably in her early 20's seeing her face and her
funky way of dressing. But her attitude is an attitude of a mother. She was
very protective and full of love toward her child.
Ibu...
Mother…
Adakah seorang wanita yang tidak mencintai anaknya?
Is there any woman who
doesn’t love her child?
Ada banyak motivasi yang membuat seorang wanita mau memiliki
anak tapi nyaris tidak mungkin bagi dirinya untuk tidak mencintai anak itu.
Bahkan ketika hubungannya dengan pasangannya memburuk atau terputus di tengah
jalan, dia akan tetap mengasihi anak itu.
There are many motives why a
woman willing to have a child but it is impossible that she doesn’t love that
child. Even when her relationship with her partner or spouse got worst or
ended, her love for her child remains unaffected.
Saya tidak percaya kalau ada yang mengatakan seorang ibu
yang membuang atau membunuh anaknya dikarenakan oleh karena hilangnya rasa
cinta dalam hatinya kepada anak itu. Ada banyak hal yang membuatnya sampai
melakukan hal itu dan bila anda belum pernah mengalami stress tingkat tinggi
atau kesulitan ekonomi yang demikian menjepit maka anda akan sulit untuk bisa
memahami sikon, emosi, rasa, penalaran dan pemikiran dari seorang ibu yang pada
akhirnya melakukan tindakan seperti itu terhadap anaknya.
I don’t believe it when
people say the reason why a mother could abandon or even killed her child was
because she didn’t love that child anymore. There must be many reason that made
her did that and if you haven’t experienced high level of stress or never had bad
financial problem then you wouldn’t understand the situation, emotion,
feelings, sense and thinking of a mother who did bad things to her child.
Ibu...
Mother…
Dulu saya kerap menertawakan wanita yang mengatakan bahwa
dirinya belumlah sempurna sebagai seorang wanita sebelum memiliki anak
seakan-akan bahwa sebelumnya dia hanyalah seekor monyet atau bahwa segala
sesuatu dalam hidupnya tidak bisa membahagiakan atau memuaskan dirinya. Maksud
saya, dimana penjelasan logika untuk perasaan seperti itu? Bagi saya hal itu
membuat wanita itu seakan tidak bisa melihat, menyadari, menikmati dan
mensyukuri segala hal yang ada pada dirinya.
I used to laugh at woman who
said she is not a woman before she has a child. I mean, come on, then what was
her before that? a monkey? Or everything she had in her life couldn’t satisfy
or make her happy? Where is the logical explanation for that remark? To me it
seems she can’t see, realize, enjoy and grateful for all the things she has.
Tapi pada hari Selasa, 16 April itu saya menghabiskan waktu
hampir 2 jam berada di ruang tunggu dokter kandungan. Duduk termenung merasakan
tubuh yang semakin lama semakin lemah karena terlalu banyak darah yang keluar,
capek, belum makan dan merasa demikian kesepian, takut serta putus asa. Yang
berada di sisi saya hanyalah ayah saya yang saat itu kondisi fisik dan
mentalnya tidak lebih baik dari saya. Sementara itu orang yang sangat saya
kasihi dan yang saya harapkan berada di sisi saya pada sore itu berada demikian
jauh dari saya. Dia bahkan tidak tahu tentang keadaan saya karena saya tidak
memberitahunya. Yang datang dan memberi kekuatan pada saya justru orang lain.
On that Tuesday, April 16th,
I spent nearly 2 hours at that gynecologist waiting room. I sat there with
little words spoken, feeling my body got weaker and weaker for having that
raging menstrual, I was exhausted and haven’t eaten anything. I have never felt
so lonely, scared and desperate. The one I had by my side was my father whose
physical and mental were not better than of my own. In the meantime, the man I
love so much and wished to be there was so far away from me. He didn’t even
know about my condition or the ordeal because I didn’t tell him. The one who
came for me and gave support was another person.
Selama saya berada di ruang tunggu itu saya perhatikan bahwa
sesama pasien yang juga berada di sana hampir seluruhnya adalah ibu-ibu hamil.
Mereka tampak santai dan bahagia. Mereka berada disana dengan suami dan anak.
While I was in that waiting
room I noticed that the patients were.. well, almost all of them.. pregnant
women. They looked so relaxed and happy. They were there with their husbands
and children.
Sungguh sangat berbeda dengan keadaan saya. Saya tidak
bersuami, pacar jauh diseberang lautan dan saya berada disana bukan karena saya
sedang hamil tapi karena ada yang tidak beres dengan organ-organ di dalam badan
saya. Semuanya itu membuat saya tidak dalam keadaan santai atau bahagia.
A sharp contrast with my own
situation. I don’t have a husband, my boyfriend is so far away across the ocean
and I was there not because I was pregnant but because there were something
wrong with my reproduction organs. All made me felt uneasy and unhappy.
Dokter kandungan yang saya temui bulan November tahun lalu
mengatakan mungkin saya sedang mengalami pra-menopause. Dokter kandungan yang
saya temui pada hari Selasa, 16 April memberikan diagnosa yang tidak lebih baik
ketika dia mengatakan bahwa ada 3 kemungkinan penyebab menstruasi saya mengamuk
seperti itu selama 8 bulan yaitu karena hormon, miom/tumor atau kanker rahim.
The previous gynecologist I
went to see in November 2012 said I probably undergone a pra-menopause. The
gynecologist I went to see on that Tuesday gave no better diagnosis when he said there were 3 probabilities that
caused my menstrual went crazy for 8 months; hormone, myoma or cancer.
Saya terduduk di ruang tunggu itu dengan pikiran buntu.
Terpandang oleh saya wanita-wanita hamil dan anak-anak yang berada di sana. Dan
hati saya hancur lebur. Saya memang selalu mengatakan bahwa saya tidak ingin
memiliki anak tapi itu bukan berarti saya berharap rahim atau indung telur saya
dikebiri dengan demikian kejam.
I sat there with blank mind.
I looked at those pregnant women and the children. I was devastated. So I have
always said I don’t want to have any children but that doesn’t mean that I wished
my uterus or my ovaries to be cruelly castrated.
Saya tidak menginginkan anak karena saya merasa ada banyak
hal yang belum saya capai dan anak akan menghalangi langkah saya, karena saya
merasa tidak yakin saya bisa menjadi ibu yang baik, karena saya tidak ingin
membesarkan anak dalam keadaan ekonomi serba terbatas seperti sekarang ini dan
karena saya tidak ingin anak itu nantinya harus mengalami berbagai kesedihan, tekanan
atau keterbatasan untuk bergerak mencari kehidupannya sendiri, mencari jati
dirinya, mewujudkan impian serta cita-citanya serta mengorbankan banyak hal
karena dia harus mengurusi saya yang menjadi tidak berdaya di usia tua.
I don’t want to have any children
because I have so many things that I haven’t achieved and a child will become
an obstacle; another reason is I doubt I could be a good mother, I don’t want
to raise any child in my present financial condition and I don’t want to give that
child lots of stress and pain or make her/him sacrifice so much to
take care me when I became weak in my old age.
Saya toh berusaha untuk realistis menghadapi kemungkinan
bahwa organ kewanitaan saya memang harus dikebiri oleh penyakit. Sekali pun pada waktu itu belum ada buktinya tapi saya berusaha mempersiapkan mental bila memang ternyata
kemungkinan itu benar.
Still I tried to be
realistic in facing the possibility that my reproduction organs had to castrated by the
illness. There was no proof at that time but I tried to make myself prepared if it should be
the case.
Tapi perasaan bahwa saya bukan lagi wanita yang utuh
menghantui diri saya selama setidaknya seminggu. Dan saya melakukan tindakan
yang tidak bijak. Saya mengatakan pada Andre bahwa saya ingin hubungan kami
diistirahatkan tanpa batasan waktu. Saya mengatakan bahwa dia masih bisa
mengunjungi saya tapi datanglah sebagai teman.
But the feeling that I no
longer a complete woman haunted me for at least a week. And I did the unwise
thing. I told Andre that I wanted our relationship to have an unlimited time
out. I told him when he comes to visit me, he will do that as a friend.
Tentu saja dia tidak bisa mengerti dan tidak bisa
menerimanya. Tapi saya bersikukuh. Dalam diri saya ada ketakutan yang tidak
bisa saya ungkapkan. Tahun 2001 saya menjalani operasi pengangkatan kista yang
menempel di bagian luar indung telur dan 11 tahun kemudian saya mengalami
masalah hormonal yang membuat menstruasi saya jadi awut-awutan. Entah apalagi
yang akan terjadi di masa depan.
He surely can’t understand
nor accept it. But none made me change my mind. There is this fear in me that I
can’t express. I had a surgery to remove a cyst in my ovary and 11 years later
I had this hormones problem that caused me to have this raging menstrual. I
don’t know what will follow in the future.
Kami sama-sama tidak menginginkan anak tapi kami sering
membicarakan berbagai hal yang ingin kami capai dan wujudkan bersama-sama. Dan
bila hidup akhirnya membaik dan saya dapat bersama dengannya, kami bahkan
pernah membicarakan kemungkinan untuk mengadopsi anak.
We both don’t want to have
children but we talked about the things we wanted to achieve or bring to pass.
And when life finally gets better and I can live with him, we even talked about the
possibility of adopting a child.
Ibu…
Mother…
Bila semua itu terwujud, saya tahu saya memiliki anak bukan
karena saya ingin merasa menjadi wanita yang sempurna. Tapi karena saya telah
melalui begitu banyak hal yang membuat saya merasa hidup seakan berhenti. Memiliki anak akan menjadi seperti hadiah yang tidak pernah saya harapkan akan bisa saya dapatkan
dan miliki.
No comments:
Post a Comment