Kunjungan saya ke rumah ibu Yayah meninggalkan segudang cerita. Soalnya saya tipe orang yang senang merenungkan hal-hal yang saya lihat dan saya alami.
My
visit to Mrs. Yayah has given so many things to tell because I like to think
about the things I see and experience.
Satu dari sekian hal yang menyisakan kesan mendalam di hati
saya adalah saat melihat reaksi ibu Yayah beserta keluarganya ketika saya mau
datang, menginap, makan apa pun yang mereka makan dan duduk di lantai dapur
bersama mereka sambil makan seperti mereka, tanpa sendok garpu.
One
of the things that stays in my heart is Mrs. Yayah and her family’s reaction
when I came to visit, stayed a night at their house, ate whatever meal they
had, sat in their kitchen floor along with her, eating without fork nor spoon.
Satu hal yang sangat saya syukuri adalah pengalaman-pengalaman
saya melatih saya untuk menjadi orang yang tidak merasa berdiri lebih tinggi
dari yang lain. Saya tidak merasa turun derajat ketika saya makan atau minum di
piring atau gelas yang sama dengan orang yang strata sosialnya lebih rendah dari
saya. Saya tidak merasa terhina ketika orang memanggil saya dengan nama saja.
Saya tidak terganggu ketika orang yang berusia atau berpendidikan jauh di bawah
saya memperlakukan saya seakan saya sama dengan dirinya.
One
thing I am grateful is experiences have trained me not to feel ten feet taller
than other people. I don’t feel being degrading when I eat or drink from the
same plate or glass with people whose social status are lower than me. I don’t
feel insulted when people call me only by my name. It also does not bother me
when people who are younger than me or have lower education level treat me as
if I were one of them.
Semua itu tanpa saya sadari telah memberikan banyak
keuntungan. Saya disukai oleh banyak orang. Saya bisa bergaul dengan siapa saja.
Saya bisa melebur dengan bermacam orang dari beragam latar belakang.
All
of those things have given me lots of benefit. I am likeable. I can mingle with
anybody. I get along well with people who have various background.
Ya, tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa.
It
is not easy but it is something that everyone can learn.
Kadang ada sikap atau perkataan tertentu yang membuat saya
terganggu tapi saya diam, mencoba memahami bahwa semua itu bukan untuk
menyakiti hati saya tapi karena pengaruh dari latar belakang orang yang berbeda
dengan saya.
Sometimes
they do things or say things that I find annoying tapi I remain silent, trying
to understand that they don’t do it to upset or hurt me on purpose but because
of their background that is not similar to mine.
Dari dulu sampai kapan pun perbedaan itu akan selalu ada.
Perbedaan bagaikan tembok yang memisahkan manusia satu dengan lainnya.
Differences
have always exist from time to time. Differences are like wall that divide
people from one another.
Kadang kita membangun tembok di sekitar kita sehingga yang
terjadi adalah ‘aku dengan kelompokku dan kamu dengan kelompokmu. Bisa saja
kita hidup di kota yang sama, bekerja di tempat yang sama, bahkan beribadah di
tempat yang sama pula tapi aku dengan kelompokku dan kamu dengan kelompokmu’.
Sometimes
we built walls around us, creating what I call ‘I am with my group and you with
yours. We may live in the same town, work in the same place, we may even go to
the same worship place but I stay with my group and you with yours’
Kalau tembok itu ada di sekitar diri anda, robohkanlah
tembok itu. Bebaskanlah diri anda. Hidup akan menjadi lebih berarti dan menarik
tanpa kehadiran tembok-tembok itu.
No comments:
Post a Comment