Manusia mana yang bisa hidup bebas dari tantangan. Karena tantangan sudah masuk dalam 1 paket hidup sebagai manusia di dunia. Ada yang tergila-gila pada tantangan tapi ada yang mengkeret saat diperhadapkan pada tantangan. Kenyataannya adalah tidak seorang pun dari kita yang bisa mengelak dari tantangan.
Tantangan tak pelak lagi membuat pening kepala saat kita sedang menghadapinya. Belum lagi cemas & takut yang ikut menyertai. Tapi begitu kita berhasil melalui / mengatasinya maka yang tertinggal adalah rasa lega, puas & bangga. Apalagi kalau kita berhasil melakukannya dengan usaha maksimal & melihat hasil yang memuaskan.
Sebagai guru tentu saja yang paling menjadi tantangan adalah membuat anak-anak itu bertumbuh menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya. & saya tidak bicara tentang kemampuan akademisnya saja.
Selama 6 tahun ini saya menemui banyak anak yang membuat saya menghela napas karena 2 alasan. Yang pertama adalah helaan napas putus asa & yang ke dua adalah helaan napas kebahagiaan. Yah, anda bisa menebak sendirilah kenapa sampai ada 2 jenis helaan napas. Saya tidak perlu menjelaskan panjang lebar karena anda pasti sudah mengerti sendiri. Apalagi kalau anda juga memiliki anak.
Tapi di akhir cerita, setiap tantangan selalu meninggalkan lebih banyak kekayaan batin, kebijaksanaan, pengalaman & pengetahuan.
Saya memberikan tantangan pada anak-anak hari ini (Kamis, 14/4) saat mengawali kegiatan kami dengan memberi mereka permainan bowling. Alat-alatnya sederhana saja. Gelas-gelas kumur mereka yang saya pakai menjadi pin bowlingnya.
Wah, gembiranya mereka bermain bowling ala bu Keke ini tapi ternyata menjadi tantangan tersendiri untuk mengajar anak menggelindingkan bola. Saya kira secara intuisi mereka mengetahui bagaimana cara menggelindingkan bola. Wah, saya salah mengambil kesimpulan setelah melihat beberapa dari mereka malah melemparkan bolanya.
Kemudian masih memanfaatkan bola, saya meminta mereka untuk mengambil bola sebanyak angka yang saya perlihatkan pada mereka. Leganya melihat hanya Kelvin & Justin yang belum lancar berhitung dari keseluruhan 16 anak yang ada di kelas TK A. Bagus. Itu artinya mereka berkembang. Kita harus bergembira bahwa apa yang mereka pelajari di sekolah & di rumah memberikan hasil.
Memperkirakan pola urutan yang berikutnya menjadi tantangan bagi beberapa anak walaupun kelihatannya mereka dapat cepat mengerti di lihat dari respon mereka saat saya mengganti-ganti memberikan pola dari warna (merah-biru-merah-biru, dst) & huruf (a-b-a-b).
Itulah yang kemudian mereka kerjakan di buku. Mengerjakan maze mengikuti pola a-b saat mencari jalan dari mobil yang mogok ke bengkel. Sebetulnya mudah karena sudah ada garis. Mereka tinggal melanjutkan menarik garis itu menuju bengkel tapi beberapa anak tidak mengerti.
Yah, harap di ingat bahwa apa yang mudah bagi kita belum tentu sama untuk anak usia TK. Jadi janganlah menjadi terlalu paranoid saat anak batita, balita & mungkin anak usia SD tidak dapat mengerti suatu konsep pelajaran / tidak dapat melakukan sesuatu sendiri.
Ingatlah bagaimana dulu kita tidak beda dengan mereka saat kita seusia mereka. Memerlukan waktu & proses sebelum kita bisa menjadi diri kita seperti sekarang ini. Hal yang sama terjadi pada diri anak-anak kita.
Kalaupun dulu kita lebih cepat mandiri / lebih cepat mengerti sesuatu maka mengertilah bahwa anak kita bukanlah diri kita. Kita adalah kita dengan segala kelebihan & kekurangannya. Anak kita adalah diri mereka dengan kelebihan & kekurangannya sendiri. Biarpun secara genetis mereka adalah anak kandung kita tapi belum tentu kemampuan, kelebihan & kekurangan mereka sama persis dengan apa yang ada pada diri kita. Jadi upayakanlah sebisa mungkin untuk tidak membandingkan anak-anak dengan diri kita.
Tugas berikutnya yang saya berikan kepada anak-anak adalah menempelkan angka pada kotak di samping gambar benda. Tentu angkanya harus sesuai dengan jumlah benda pada gambar tsb. Sekali lagi Kelvin & Justin tampak belum sempurna dalam kemampuan bernalar & berhitung mereka. Tidak apa. Manusia adalah mahluk hidup yang berkembang. Apa yang kini terjadi pada diri manusia bukanlah harga mati yang tidak dapat berubah.
Tugas terakhir adalah melingkari perbuatan yang baik (menolong teman) & gambar yang letaknya paling atas di warnai.
Satu hal yang saya pelajari sebagai guru TK adalah pada waktu mengajar mau tidak mau saya harus rajin mengulang-ulang instruksi cara mengerjakan tugas yang saya berikan kepada mereka. Ini karena beberapa anak belum mampu mengerti & mengingat secara sempurna. Apalagi kalau tugas yang kita berikan tidak hanya satu.
Jangankan cara mengerjakan tugas, untuk menulis tanggal saja tetap harus diingatkan. Ini bukan hanya berlaku untuk anak TK A, lho. Anak TK B pun masih harus diingatkan untuk menulis tanggal. Nah, lama kelamaan mereka pun terbiasa untuk menulis tanggal. Jadi terbiasa.
Sayangnya saya melihat guru di beberapa SD tidak lagi membawelkan diri mereka supaya murid-muridnya ingat & terbiasa untuk menulis tanggal / melakukan hal-hal tertentu. Bahkan beberapa guru SD sudah memperlakukan murid mereka macam dosen kepada mahasiswanya. Wah. Canggih tapi belum tepat mengingat usia mereka belum mampu diharuskan belajar gaya mandiri seperti itu.
“Bu, ini kok kayak di warung saja” celetuk Michelle tiba-tiba membuat saya tercengang sejenak sebelum spontan tertawa setelah mengerti apa maksudnya.
Ya, hari ini seperti hari-hari sebelumnya & hari-hari berikutnya, saya ingin membuat hal-hal baru, hal-hal menarik, hal-hal menyenangkan untuk mengimbangi segala tantangan, kebawelan, ketegasan & kedisiplinan dari kehidupan bersekolah bagi anak-anak itu. Hal ini saja sudah menjadi tantangan tersendiri bagi saya.
Saya mengatur posisi meja kursi sedemikian rupa tanpa rencana tapi akhirnya terlihat menarik, baru & lucu bagi anak-anak itu. Ya, rupanya tanpa sengaja susunannya seperti meja kursi di warung mie.
“Ya, mau pesan mie berapa, bu?” saya tergelak sendiri saat melontarkan pertanyaan ini kepada mereka yang di sambut dengan tatapan kaget, heran tapi segera semua tertawa.
Ah, nak, setiap hari kalian membuat saya mengeluarkan helaan napas putus asa tapi juga helaan napas bahagia. Sedih & gembira. Jengkel & puas. Dua kontradiksi itu mewarnai hari-hari saya bersama mereka.
_________________________________________________________________
Challenge is fact of life. It is unavoidable. So while some are addicted to it, the others dreaded it.
Challenge gives headache when we’re faced with it. Especially if we already feel worries & fears come along. But once it is conquered all left is relief & also satisfaction. Mostly if we have given our best to deal / overcome it.
As teacher my biggest challenge is to make the kids become better than the way they were before & it’s not only about academic achievement.
In the past 6 years I’ve met lots of kids who made me sigh in despair & in contentment. I don’t have to explain why there are two kinds of sigh especially if you have kids / work with kids. You’d know what I mean.
But every challenge left me with more knowledge, wisdom & experience.
Today (Thursday, April 14th) I gave the kids challenge when I set up a bowling game using their glasses as the pin. They had fun of course but it also made me realize that not all of them automatically knew how to roll the ball because few of them threw it.
After that I shown them a number & asked them to take balls according to the amount of the number. For example if it is showing number 2, the kid has to get 2 balls. So on.
Kelvin & Justin having problem with matching the number with the balls they must get. Again they had trouble when I moved on to the next activity where I shown them color pattern & after seeing it they must tell me what is the next color (i.g. red-blue-red-blue-…..) & letter pattern (a-b-a-b-a-….).
I considered this as something that enables me to have the relief sigh because out of 16 kids in my class only 2 of them who couldn’t count well & do the pattern.
Anyway, those early activities were meant to give them brain warm up before we moved on to 3 main activities which doing maze; glue the right number in the box which had to match with the number of things shown in the drawing; the last is to circle the drawing that shown a kid who helps her friend & color the above drawing.
One of the many things I learn being a kindergarten teacher is it is a must to give the instruction repeatedly because not all of them have sharp memory & understanding that make them grasp the whole concept of the things I am telling them what or how to do something. Especially if it’s multiple task that I am giving them.
Don’t expect them to be quick thinker or highly responsive. What is simple & easy for us turn out to be very challenging for them. So don’t be anxious when your kid can’t do or understand it well. Remember how it feels when you were in their age.
Now if you’ve shone from early age & your kids not, don’t make comparison or ask them why can’t they be like you. They are not you. Even if they are your flesh & blood but they’re not you. Just accept that you are you & your kid is he / she is.
In the meantime …. “Miss, it’s like in a noodle stall” said Michelle to me out of the blue. I was confused at first trying to figure out what was her point but seconds later I laughed because it is the way I arranged their desks & chairs that did look like what they had in noodle stall. Well, I didn’t do it on purpose.
No comments:
Post a Comment