Waduh, untung saja saya tidak muncul di kecamatan dengan berkain. Lha, bercelana panjang hitam dan berkebaya saja sudah mengundang kehebohan luar biasa dari anak-anak dan orang tua murid. Apalagi kalau mereka melihat saya datang lengkap dengan kostum Kartini. Malu neh. Hehe.
Kemarin sebelum kami meninggalkan sekolah, tiba-tiba kepsek muncul membawa kebayanya. Lalu wali kelas TK B meminjamkan sarung songketnya. Wah, ini mah ceritanya pemaksaan supaya si Keke tidak bisa berkelit dengan mengajukan 1001 alasan mengapa tidak datang memakai kostum hari Kartinian.
Walau mau tidak mau harus berkebaya tapi saya masih berhasil menemukan alasan mengapa saya tidak memakai kain.
Hujan lumayan deras turun dari sekitar jam 2 pagi. Baru berhenti sekitar jam 6. Jalanan tentu saja masih basah dan becek. Wah, sayang betul kalau sampai kain sarung songket yang bagus (barang pinjaman pula) itu terkena cipratan lumpur. Bagaimana cara membersihkannya? Jadi lebih baik tidak ambil resiko. Saya kenakan saja celana panjang hitam yang kebetulan juga sudah 3 hari saya pakai dan hari Kamis (21/4) ini sudah dijadwalkan untuk di cuci.
Rupanya budaya ‘jam karet’-nya Indonesia belum juga berubah ya. Yang malu-maluin adalah ini kan acara yang ditujukan untuk murid-murid sekolah. Pihak panitianya juga para guru dan kepala sekolah dari sekolah-sekolah peserta. Lha, para pendidik kok tidak bisa tepat waktu??
Kami sudah berulang-ulang menekankan pada anak-anak dan juga pada orang tua mereka untuk datang selambatnya jam 07.30 karena acara akan di mulai jam 8. Nah, kami berani menyampaikan demikian karena kami mendapat info dari panitia. Sekarang yang terjadi di lapangan pada hari H adalah acara mulur waktunya sampai jam 9! Keterlaluan betul!
Sampai jam 8.30 belum ada gerakan akan di mulai acara sehingga saya yang mulai gelisah akhirnya mengambil ‘keputusan berani’ dengan setengah menyuruh orang tua murid mendahului pergi ke TK yang akan menjadi lokasi lomba mewarnai untuk ‘ngetek’tempat.
15 menit kemudian karena belum juga terlihat acara akan di mulai dengan pidato sambutan atau semacamnya membuat saya semakin nekad untuk tidak lagi memperdulikan aturan. Saya giring anak-anak yang akan ikut lomba mewarnai untuk menuju TK di mana lomba itu akan diselenggarakan.
Untung saja sebelumnya para emak-emak itu sudah ‘ngetek’ tempat sehingga anak-anak kami dapat duduk berderet sebelum anak-anak dari sekolah lain datang menyerbu ruangan. Heh, selamat deh. Setidaknya kami tidak perlu berjejalan dengan begitu banyak orang karena kami yang pertama berada di lokasi.
Beberapa kali saya mondar mandir antara 2 ruangan dan sekali ke tempat panggung berada untuk memantau situasi sebelum akhirnya dengan lega tapi kecapean saya terduduk di atas meja panjang rendah di luar salah satu ruang kelas di mana anak-anak TK A sedang mewarnai.
The parents waiting outside the room / Emak-emak nunggu di luar |
Hmm, rupanya penampilan saya hari ini betul-betul membuat pangling orang sampai.. ada 2 orang yang betah betul berdekat-dekat terus dengan saya. Padahal saya sendiri sedang kerepotan dengan penampilan yang rada ribet & jauh dari nyaman ini. Semua rasanya serba tidak praktis dan menjepit. Jadi aneh juga kalau di mata orang lain (terutama lawan jenis) penampilan saya hari ini terlihat menarik.
Tapi yah, kalau memang demikian adanya saya di mata mereka, sutralah.., saya tersanjung juga. Hehe. Walau apa boleh buat tidak bisa macam-macam. Lingkungan saya beda dengan lingkungan kerja saya dulu di mana ‘main mata’ lazim saja di lakukan. Tidak mungkinlah bu guru bergenit-genit dengan lawan jenisnya. Setidaknya tidak di lingkungan di mana setiap orang saling mengenal.
Aih, leganya begitu acara selesai & saya bisa pulang. Kulit kaki saya sudah berteriak-teriak minta dibebaskan dari sepatu pantofel itu. Nah, betul kan. Kulit dibawah jempol kiri agak lecet, kulit di bagian atas tumit terasa pedas dan kulit kelingking kanan sudah empuk alias mulai membengkak dan terisi air getah bening.
Yang membuat saya lebih kaget adalah sol sebelah kanan sepatu ternyata retak pecah memanjang. Wah, dasar sepatu itu memang di rancang untuk di pakai oleh noni-noni kantoran yang kerjanya di dalam ruangan ber-AC dan berkarpet tebal, yang naik turun mobil pribadi atau setidaknya taksi. Bukan untuk di pakai berjalan di atas jalanan bopeng karena aspalnya sudah keropos, naik turun angkot & mengejar-ngejar anak kecil. Jadi jangan salahkan saya kalau sepatu kets sampai sekarang tetap menjadi sepatu favorit sejak saya bekerja sebagai guru. Hehe.
________________________________________________________________
Glad I didn’t wear that sarong because I’ve already made quite an appearance by showing up at subsdistrict office on Indonesian woman’s traditional blouse combined with my black pants.
It’s April 21st & Indonesian commemorate woman’s liberation hero of Mrs. Kartini. Women usually wear our traditional clothes.
Headmaster lent me her blouse while B class teacher lent me her sarong. Great. I couldn’t make any excuse then of not wearing traditional clothes today. But perhaps I could get away in some way by not had to wear the sarong. It was raining since dawn and I didn’t want that beautiful hand knitted sarong to get any mud or dirt so I wore my black pants instead. Thanks, rain. You provided me with a perfect excuse. Lol.
Sigh, Indonesian well known ‘rubber clock’ was again applied on today’s event. It is said it would start at 8 am so we have been telling the kids and their parents to arrive at least at 7.30 am. But it started at 9 am!
At around 8.30 I couldn’t tolerate it anymore so I asked few moms to go the kindergarten where the coloring competition would take place so they could booked strategic location for our kids before anyone else got there.
About 15 minutes later and not seeing the event would begin I made a daring decision by taking the kids who would participate in coloring competition to the location where the moms have waited. We arranged the kids to sit in strategic place and they’ve well set when the other kids and moms came and crowding around when they got into the room.
I went back and forth between the two rooms where coloring competition were taken place & once to the stage to see if things were doing well before I stumbled into a low table. Exhausted. My feet were killing me because I wore different shoes today. They might look wonderful but they tortured my feet.
I was so occupied by the uncomfortable feeling caused by the outfit and the shoes that I found it a bit odd that I could be seen ‘attractive’ in other people’s eyes for my appearance today because I noticed at least there were two guys who loved to get around me.
Well, I don’t find my profession and the environment proper for me to play flirty flirty with them. I can do that somewhere else with other guys but not here, not now, not with them. Not the right place and most of all, not the right guys no matter how attractive they might be.
Well, anyway, I was so glad when I could go home. The feet have screamed for them to be released from the shoes. There were blisters on both feet already.
No comments:
Post a Comment