“Sedang dibangun”
saya pernah membaca pelang pemberitahuan didepan sebuah bangunan.
“Under construction”
I once read a signage infront of a building.
Gedung lama itu dirubuhkan dan diatasnya dibangun gedung
baru.
Saya pikir ada masa-masa tertentu ketika setiap manusia
mendapati dirinya yang lama dirubuhkan dan kemudian yang baru dibangun.
I think there were times when people
found their old self was torn down and a new one was built.
*
* * * *
Kenapa yang lama harus
dirubuhkan?
Why the old self has
to be torn down?
Bangunan yang sudah tua tentu saja kondisinya tidak lagi
sebaik dan sekuat bangunan baru. Itu sebabnya dia dirubuhkan supaya diatasnya
bisa dibangun sebuah bangunan baru yang lebih baik, kuat dan bagus.
Old building’s condition is not as
good and strong as new building. That is why it must be torn down so a new one
can be built on it.
Setiap manusia memiliki bagian-bagian gelap dan terang dalam
dirinya, baik dan buruk.
Each of us has dark and lights
parts, good and bad.
Setiap bagian itu jelas tidak bisa dibiarkan tetap begitu
dari waktu ke waktu karena yang baik harus dijadikan semakin baik dan yang
buruk diperbaiki.
Every part shouldn’t be left as the
way it is from time to time because the good ones need to be made better and
the worse should be fixed.
Tapi ada beberapa hal yang berperan dalam setiap perubahan.
However, there are few things that play role in setiap change.
*
* * * *
Majikan, Mandor atau
Jendral?
Master, Supervisor or
General?
Sekolah adalah tempat pertama dimana kita belajar tentang
banyak hal.
School is the first place where we
learn many things.
Sebelas tahun yang lalu Tuhan memberikan saya pekerjaan
sebagai guru dan saat itu juga saya jatuh cinta pada bidang itu, saya
mencintainya dengan sepenuh hati dan saya tidak pernah berhenti mencintainya.
Eleven years ago God gave me a job
as teacher and I fell in love with it right at that moment, I love it with all
my heart and I never stop loving it.
Saya mencintai murid-murid saya sesulit dan seaneh apa pun
mereka.
I love my students no matter how
difficult and weird they are.
Tidak ada yang lebih membahagiakan saya selain melihat
mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Nothing makes me happier than to see
them become better than before.
Ya, saya mengajari mereka membaca, berhitung, menulis,
menyanyi, mewarnai, berbahasa Inggris dan banyak lagi pengetahuan umum lainnya
tapi yang terutama bukanlah itu.
Yes, I teach them how to read, I
teach them math, writing, singing, coloring, English and many other subjects
but those are not the most important ones.
Ketika mereka masuk sekolah, mereka membawa seribu satu
kepribadian, sifat dan kebiasaan.
They bring one thousand and one
personalities, characters and habits when they enroll in school.
Ada yang pemarah, manja, penakut, gampang tersinggung,
sombong, minder, pemberontak, pembohong, pengkhayal, sangat mandiri, sangat
pasif, pemalu, kasar, agresif, rajin, pemalas..
There’s the short tempered, fearful,
touchy, cocky, low self esteem, rebellious, liar, day dreamer, independent,
passive, shy, rude, aggressive, diligent, lazy..
Bahkan yang kelihatannya manis, penurut dan baik-baik saja
ternyata kemudian ketahuan punya sisi-sisi gelap juga yang tersembunyi atau
disembunyikan dibalik muka manis, senyum semanis madu serta kelakuan sebaik
malaikat.
Even the ones who seemed sweet,
obedient and nice are actually have dark sides that hid or deliberately hidden
behind the sweet face, sweeter than honey smile and angelic attitude.
Saya bukanlah tuan atas mereka, bukan mandor, bukan jendral
yang berdiri di depan mereka dan menunjukkan segala kesalahan mereka serta
memerintahkan mereka untuk merubahnya.
I am not their master, not their
supervisor, nor their general who stands infront of them, showing them all
their errors and order them to make correction.
Saya seorang guru. Tugas saya adalah membuat mereka
mengetahui apa yang tidak benar dan tidak baik dalam diri mereka.
I am a teacher. My duty is to make
them see the things that are not good in them.
Saya juga tidak boleh meninggalkan mereka. Saya terlibat
penuh dalam proses perbaikan diri mereka.
I shouldn’t leave them alone either.
I am fully involved in their change process.
Dari pengalaman saya, mengajari seorang anak membaca sejuta
kali lebih gampang dari pada menumbuhkan percaya diri pada seorang anak yang
minder.
Speaking from experience, teaching
a child to read is a million of times easier than to instill self esteem in a
child with low self esteem.
Ada seorang murid saya yang dibawa ibunya ke saya untuk les
membaca. Usianya sudah enam tahun, beberapa bulan lagi dia akan masuk SD dan
kemampuan membacanya menyedihkan.
There was a student brought by her
mother to me to have reading tutoring. She was six years old, would enter first
grade in elementary school in few months and her reading was poor.
Ibunya frustrasi. Mengeluh panjang pendek ke saya.
Her mother was frustrated. She
unburdened her worries to me.
Pada hari pertama les itu dia mendampingi anaknya. Tanpa
ragu dia menunjukkan kesalahan-kesalahan yang biasa dibuat putrinya saat
belajar membaca. Membuka kelemahannya.
She accompanied her daughter on the
first day of our tutoring. She unhesistantly pointed at the errors her daughter
usually did on her reading. Showed her flaws.
Anaknya diam. Menunduk. Mukanya datar nyaris tanpa emosi.
Tapi saya melihat rahangnya mengeras.
Her child was quiet. She bowed her
head. Her face showed no emotion. But I saw her jaws tightened.
Saya segera mengerti. Masalah utamanya bukan pada perkara
tidak bisa membaca. Perkaranya ada pada ibunya. Tipe seorang mandor, jenderal.
Sungguh suatu ironi bahwa ibunya adalah penghalang bagi kemajuan anaknya
sendiri.
I understood it right away. The main
problem was not on reading. The obstacle was the mother. A supervisor, general
type of person. What an irony that the mother was the one who blocked the
progress.
Anak itu seorang pendiam, pemalu, perasaannya halus. Amat
sangat berbeda dengan ibunya yang asertif dan dominan.
The child is quiet, shy, sensitive.
So very much different with her assertive and dominant mother.
Saya tidak punya pilihan selain… “Ibu, kalau ibu mau anak
ini bisa membaca, percayakan dia sepenuhnya ke tangan saya” saya membawanya
keluar “Datanglah satu jam lagi untuk menjemputnya setelah les selesai”
I had no choice than… “Ma’am, if you
want your child to able to read, entrust her completely on me” I took her out
“Come in an hour later to pick her up after the tutoring is done”
Anak ini tidak akan bisa belajar selama ibunya berada
didekatnya. Yah, jangankan untuk seorang anak berusia enam tahun, saya yang
orang dewasa pun akan merasa terintimidasi bila berada di sekitar orang yang
dengan cepat bisa menemukan dan mengumumkan kesalahan yang saya buat.
The child wouldn’t able to learn if
her mother was still around her. Well, let alone a six year old child, an adult
like myself would feel intimidated to be around someone who quickly find my
mistakes and announce them to the world.
Dengan kesabaran, kelemahlembutan dan penghargaan pada
setiap kemajuan yang dibuatnya pelan-pelan menumbuhkan rasa percaya dirinya.
Patience, gentleness and
appreciation for her every progress had slowly built up her self confident.
Seminggu kemudian dia sudah bisa membaca dengan lancar.
A week later she could read well.
Dua minggu kemudian dia keranjingan membaca. Buku, majalah,
koran habis dibacanya.
Two weeks later she read everything.
From books, magazines to newspapers.
Dia masuk SD tanpa kesulitan apa pun.
She entered elementary school
without any difficulty.
Nilai-nilainya bahkan amat baik.
She even got good grades.
Hati saya menari dengan kebahagiaan dan ucapan syukur ketika
mengetahuinya lewat cerita ibunya.
My heart danced with joy and
gratefulness when I knew about this from her mother.
Usianya lima belas tahun sekarang. Cantik dan pintar.
Kira-kira empat tahun lalu dia minta saya untuk memberikannya les bahasa
Inggris. Hubungan kami tidak terbatas sebagai guru dan murid, kami berteman,
kadang rasanya dia lebih menyerupai seorang adik dari pada seorang murid.
She is fifteen now. Beautiful and
smart. About four years ago she asked me to give her English tutoring. We are
not just teacher and student, we are friends, sometimes it feels she were more
like a sister than a student.
Kehidupan memperlihatkan kepada kita bahwa kita harus
berubah tapi seberapa cepat kita berubah dan seberapa banyak perubahan yang
bisa kita capai tergantung pada diri kita serta pada dukungan orang-orang
disekitar kita.
Life shows us that we need to change
but how fast do we change and how far we change are depend on ourselves along
with the support from those around us.
*
* * * *
Rasa takut atau cinta?
Fear or love?
Setiap kali saya melihat tempelan ini di pintu ruang kerja
saya, ingatan saya akan terbang ke masa-masa dua tahun lalu..
Everytime I see this sign on my
door’s room, my memory flew back to the old days of two years ago.
Ketika itu saya sedang melalui proses merobohkan yang lama
dan membangun kembali yang baru.
At that time I was undergoing the
process of tearing down the old self and built up the new one.
Saya tidak mengetahuinya. Yang saya tahu masa-masa itu saya
dilingkupi dengan kebingungan seakan saya berjalan dalam kegelapan, saya takut,
marah, kecewa, sedih dan merasa ditinggalkan.
I didn’t know it. All I know is those
were the time when I dealt with confusion as if I walked in the dark, I was
scared, angry, disappointed, sad and felt being left alone.
Bagaimana saya bisa membuat orang lain bisa mengerti? Saya
sendiri saat itu tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi pada diri saya.
How could I make others understand? At
that time I myself didn’t understand what was going on.
Ketika saya mencoba menjelaskan apa yang saya pikirkan dan
rasakan, orang menerimanya sebagai tanda bahwa saya murtad.
When I tried to explain what I
thought and felt, people accepted it as a sign that I had become an unbeliever.
Kebetulan pada waktu itu saya memang sengaja mengosongkan
diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan agama.
At that time I happened to
deliberately abstained myself off anything connected to spirituality.
Justru pada saat itulah sebenarnya segala pengetahuan dan
pengertian yang lama sedang dirobohkan dan digantikan dengan yang baru.
It was actually the moment when all
the old knowledge and understanding was tore down and replaced with new ones.
Orang tidak mengerti akan hal ini dan masih tetap tidak
mengerti bahkan setelah dua tahun berlalu. Mereka berpikir bahwa menyuruh,
meminta, membujuk dan bahkan memerintahkan saya untuk beribadah akan
menyelesaikan seluruh masalah seperti menempelkan plester ke atas luka dan luka
itu pun akan sembuh.
People didn’t understand this and
still don’t understand though two years have passed. They thought that by
telling, asking, persuading and even ordering me to attend the service would
solve the whole problem like putting band aid on a wound and the wound would
heal.
Jadi setiap kali melihat tempelan di pintu ruang kerja saya
itu, saya tersenyum sendiri..
So whenever I see that sign on my
room’s door, I smiled to myself..
Apa pun yang terjadi dalam kehidupan kita dapat menjadi alat
untuk merubah diri kita dan kita tidak selalu menyadarinya. Kita hanya
melihatnya sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Things happened in our lives could
be made as the tool to change us and we rarely realize it. We just see it as
pleasant and unpleasant things.
Setiap kali saya melihat atau mendengar seseorang sedang
menjalani proses ini, yang dapat saya lakukan adalah mengatakan bahwa saya
mengerti, bahwa yang dia rasakan adalah manusiawi, tidak mengkhotbahinya
panjang pendek, tidak memaksakan apa pun dan diam-diam mendoakannya.
Everytime I see or hear that
somebody is going through this process, all I can do is to tell that person
that I understand, whatever he/she feels is completely human, not preaching on
him/her, not forcing anything and quietly pray for him/her.
*
* * * *
Demi citra?
For the sake of an image?
Manusia membangun citra diri yang seringkali kebalikan dari
dirinya yang asli.
People build self image that is
opposite to the real one.
Mereka yang punya rasa rendah diri biasanya menampilkan diri
sebagai orang yang gagah, penuh percaya diri, sukses, serba bisa, serba tahu
dan pada orang-orang tertentu bahkan jadi tampil angkuh, membanggakan diri,
harus selalu dipuji, dihormati, diperhitungkan dan tidak jarang menemukan
kepuasan ketika dapat merendahkan orang lain, orang yang lebih lemah, yang
tidak bisa membalas.
Those with low self esteem usually
appear as tough, full of confident, can do it all, know it all and some even
appear cocky, prided themselves, need to be praised, respected, recognized and
sometimes find pleasure in degrading other people, especially the inferiors,
those who can’t fight back.
Pencitraan diri ada dimana-mana, kadang masih masuk akal
tapi seringkali memuakkan.
Putting on self image is common,
sometimes it makes sense but oftenly disgusting.
Saya termasuk dalam segelintir orang yang berani menampilkan
diri apa adanya.
Karena menurut pendapat saya, pencitraan diri itu melelahkan
dan menyiksa. Buat apa berpura-pura?
In my opinion, putting on self image
is tiring and torturing. Why pretend?
Yang menyedihkan adalah saya menemui kenyataan bahwa ada
banyak orang yang menampilkan diri sebagai orang yang saleh dan rohani tapi
semuanya hanyalah pencitraan.
The sad thing is I found the fact
that many people appear themselves as righteous and religious but it’s nothing
but putting up an image.
Mereka bahkan mempercayai hal itu sebagai suatu kebenaran
sehingga tidak bisa melihat bahwa mereka sedang menipu diri.
They even believed it as the truth
that they failed to see they are deceiving themselves.
Ketika saya sedang dalam masa perombakan dan pembangunan
ulang, ada yang bicara bahwa kelakuan saya ketika saya mengosongkan diri pada
segala yang berbau keagamaan bisa jadi sorotan.
When I was undergoing the process of
tearing down and rebuild, someone spoke of my attitude of abstaining from
anything connected to spirituality would put me on the spotlight.
Betul-betul menggelikan bahwa saya harus menampilkan diri
sebagai seorang yang religius demi citra baik.
How hilarious that I had to appear
myself as a religious person for the sake of good image.
Kalau memang harus berubah, berubahlah demi kebaikan. Jangan
pernah lakukan itu demi citra karena itu hanyalah suatu kepalsuan.
If you have to change, then make it
for the good. Never do that for the sake of image because it is just a fake.
*
* * * *
Bisakah ditulis ulang?
Could it be rewrite?
Saya banyak berubah. Yang saya alami selama tiga tahun
terakhir ini telah merubah banyak hal dalam diri saya.
I have changed a lot. What I have
been through in the past three years have changed many things in me.
Saya tidak bisa mengelak dari perubahan yang memang harus
terjadi.
I can’t avoid the things that meant
to be.
Tapi ada satu hal yang sampai saat ini masih saya harap
untuk tidak pernah ada dalam hidup saya.
However, there is one thing that I
still wish it never happened in my life.
Seandainya saya adalah penulis dari kisah hidup saya maka
satu fase itu tidak akan pernah ada dalam kitab kehidupan saya.
If only I were the writer of the
story of my life then that one phase wouldn’t ever appear in my book of life.
Yah, untuk apa melihat lagi ke
belakang? Untuk apa menyesali sesuatu yang tidak bisa lagi dirubah?
Well, why keep
looking back? Why regret the things that can’t be changed?
Ah, tapi seandainya semua bisa ditulis ulang..
Ah, but if everything could be
rewritten..
No comments:
Post a Comment