Bulan ini saya ingin membuat seri tulisan bertemakan “Under Construction”, sedang dibangun.
Berbagai peristiwa yang kita alami setiap hari adalah proses yang membangun diri kita.
The things we have been through everyday is the process that construct us.
Dibangun untuk menjadi lebih baik.
It is meant to make us better.
Saya menemukan orang-orang yang awal hidupnya menunjukkan bagaimana dirinya telah melalui suatu pembangunan besar, yang terjadi tanpa disadarinya.
I discovered some people whose early life have undergone big construction, without them realizing it.
Mereka menginspirasi saya.
They inspired me.
Beberapa dari mereka memiliki kesamaan dengan saya entah dalam sifat atau hal-hal yang dialami dalam hidup.
I found similarities in few of them whether it is in characters or in the things we experienced in life.
*
* * * *
Dia memiliki sepuluh orang kakak dan seorang adik.
He had ten older
brothers and a younger brother.
Hubungannya kurang baik dengan sepuluh orang kakaknya itu. Mereka
cemburu padanya.
His relationship
with his ten brothers was not too good. They were jealous of him.
Diceritakan bahwa dia adalah putra kesayangan ayah mereka. Tidak
disebutkan kenapa dia menjadi anak kesayangan, mungkin karena dia adalah putra
pertama dari istri kedua ayahnya.
It is said that he was the apple of his father’s eyes.
It is not said why, maybe it is because he was the first son of his father’s
second wife.
Ya, ayahnya menikahi dua kakak beradik. Tapi cinta sejatinya
adalah untuk sang adik.
Yes, his father
married two sisters. However, his true love was for the youngest one.
Hanya saja si adik ini mandul. Mereka menunggu
bertahun-tahun sebelum akhirnya anak pertama mereka lahir.
The thing is the
youngest one was barren. They waited years to have their first child.
Mereka memberinya nama Yusuf karena Allah telah menghapus
aib ibunya.
They named him
Joseph because God has taken away his mother’s reproach.
Dia memang terlahir untuk menjadi seorang yang istimewa.
He was indeed
born to be a special one.
Tapi mungkin perlakuan ayahnya yang mengistimewakannya
mungkin membuatnya menjadi seorang yang besar kepala.
But probably having
treated as the special kid by his father made him became over confident.
Sampailah pada hari itu ketika dia memimpikan dua mimpi aneh
yang menggambarkan bahwa dirinya lebih istimewa dari saudara-saudaranya yang
lain.
Until came the
day when he dreamt two weird dreams that described him as the special one among
his brothers.
Entah karena besar kepalanya itu atau murni karena
keluguannya, dia menceritakan mimpi-mimpinya itu pada kakak-kakak dan juga pada
ayah mereka.
Tingkat cemburu kakak-kakaknya mencapai puncaknya, hal itu
berubah menjadi kebencian.
His brothers’s
jealousy had reached its top that it changed into hatred.
Kebencian adalah bom waktu yang menunggu untuk meledak.
Hatred is a time
bomb waiting to explode.
Ketika bom itu meledak, semua adalah awal dari pembangunan
atas diri Yusuf.
When the bomb
exploded, it was the beginning of construction on Joseph.
Dia memang sudah ditakdirkan untuk memainkan peranan besar
dan penting untuk menyelamatkan tidak hanya keluarganya tapi juga bangsanya..
He was indeed
destined to play big and important role to save not only his family but also
his nation..
Pada saat itu dia tidak mengetahui bahwa untuk dapat
menjalankan peran sebesar dan sepenting itu dia harus dipersiapkan, dirinya
yang lama dengan segala sifat serta kepribadiannya harus dirubuhkan dan
dibangun kembali seorang Yusuf yang baru.
At that time he
didn’t know that enable to play a role as big and as important as that one he
first had to be prepared, his old self with all the characters and personality
had to be torn down and constructed as new Joseph.
Yang pertama yang harus dibuang adalah rasa bangga dan kuat
karena dibesarkan oleh seorang ayah yang kaya dan mengistimewakannya diantara
saudara-saudaranya.
The first to go
was his pride and ego for being raised by a wealthy father whom treated him with
more affection than toward his brothers.
Pembangunan dirinya yang baru dimulai dengan ketika dia di
jual oleh saudara-saudaranya kepada pedagang budak dan dibawa ke negeri asing
dimana dia, dari anak seorang kaya yang selalu diistimewakan, dijadikan
pelayan.
The beginning of
his new self construction took place when he was sold by his brothers to a
trader and taken to a foreign country where he, the son of a wealthy man who
always treated with great affection, was made as servant.
Ketika hidupnya mulai menjadi sedikit enak karena Tuhan
membuat dirinya sukses dalam pekerjaan, mungkin dalam dirinya timbul rasa kuat
dan bangga, mungkin dia menganggap keberhasilan dan pekerjaannya sebagai
pegangan..
When life eased
a little bit for him as God made him succeed in his job, maybe it brought to
him the superiority feelings and pride, maybe he took his success and his job
as things to rely on..
Bukan itu yang Tuhan inginkan..
That was not
what God intended..
Jadi keberhasilan, kemapanan dan kebanggaan itu..
pilar-pilar ego tersebut diambil semua dari Yusuf.
Fitnah dari seseorang tidak hanya membuatnya kehilangan
pekerjaan, fitnah itu melemparkannya ke penjara.
Somebody’s slander
had not only made him lost the job, it threw him to prison.
Adakah yang lebih menyakitkan dari itu?
Is there
anything hurtful than that?
Dia telah dijadikan budak, menjadi pelayan di suatu negeri
asing.. dia, seorang anak orang kaya.. dia, seorang yang selalu diistimewakan
oleh orang tuanya terutama oleh ayahnya.
He was made a
slave, a servant in a foreign country.. he, son of a wealthy man.. he, who was
the apple of his parents’s eyes, especially his father.
Itu saja sudah merupakan suatu penghinaan karena dia
demikian direndahkan.
It was already a
great insult for him to be degraded that low.
Lalu ketika dia telah menjadi sukses, dipercaya dan dikasihi
oleh majikannya.. dia terlempar ke tempat yang bahkan jauh lebih rendah lagi.
Just when he was
succeed, trusted and loved by his master.. he found himself thrown into a more
lower place.
Penjara.
Prison.
Dia difitnah. Dia tidak melakukan apa yang dituduhkan
kepadanya. Tapi tidak seorang pun mau mendengarnya. Tidak ada yang percaya
padanya. Mereka mengatakan dia bersalah dan melemparkannya ke penjara lalu
meninggalkannya disana selama bertahun-tahun.
www.123rf.com |
Adakah yang tersisa baginya?
Was there
anything left for him?
Dia tidak memiliki apa-apa lagi yang dapat dibanggakan atau
diandalkannya.
He had nothing
he could be proud of or relied on.
Dia bahkan seperti tidak memiliki masa depan lagi.
It looked even
like he didn’t have any future.
Itulah saat sifat serta kepribadiannya yang lama dirubuhkan.
It was the time
when his old characters and personality were torn down.
Itulah yang Tuhan inginkan; supaya kebanggaan dan
kepercayaan dirinya tidak lagi ditaruhkan atas dirinya atau pada kepintaran,
kekayaan, pekerjaan, jabatan, koneksi atau pada hal-hal lain.
It was what God
wanted; to make his pride and confident were no longer became the things he
relied on nor on his brain, wealth, job, position or on other things.
Hanya pada Tuhan dia harus mempercayakan dirinya.
Only on God must
he relied on.
Hanya pada Tuhan dia harus percaya.
He must put his trust
only on God.
Ketika Tuhan melihat Yusuf yang baru sudah terbentuk, Dia
pun menciptakan suatu peristiwa yang membuatnya dibebaskan dari penjara.
When God saw the
new Joseph has been constructed, He made up something to free him from prison.
Tidak hanya itu, Tuhan mewujudkan rencanaNya untuk
menyelamatkan tidak hanya keluarga Yusuf tapi juga bangsanya.
Not just that,
God fulfilled His plan to save not just Joseph’s family but also his nation.
Yusuf tidak hanya dibebaskan dari penjara, dia dijadikan
orang kedua yang berkuasa di negeri asing itu, dia menjadi kaya raya, dia
menikah dan berkeluarga.
Joseph was not
only freed from prison, he became the second ruler in that foreign country, he
became a wealthy man, he got married and raised his family.
Lalu dia dipertemukan kembali dengan ayah serta saudara-saudaranya.
Ketika masa kemarau panjang datang dia pun memainkan peran
besar dan penting menyelamatkan tidak hanya keluarganya tapi juga banyak orang,
banyak bangsa.
In the time when
long draught strike he played big and important role to save not only his
family but also many people, many nations.
*
* * * *
“Masih ingat waktu kamu cerita ke saya soal orang di kantor
yang karena mules lalu pulang lagi dan menyerahkan tugas serta tanggung
jawabnya untuk melakukan survey ke orang lain” Andre tersenyum sambil menatap
saya.
“Do you remember
telling me about somebody in the office who because of stomache put her duty
along with her responsibility to do the survey to other people” Andre smiled as
he stared at me.
“Ya” saya bertanya-tanya kemana arah pertanyaan ini. Dia
baru saja selesai membaca tulisan ini, yang pada waktu itu masih berbentuk draft,
dan setelah diam sejenak, dia mengajukan pertanyaan tidak terduga ini.
“Yes” I wondered
where that question led to. He was just finished reading this writing, which at
that time was still a draft, and after went quiet for a while he shot this
unexpected question.
“Saya masih ingat bagaimana sewotnya kamu waktu itu” dia
nyengir “Karena kamu teringat saat kamu diare dan dalam keadaan belum sembuh,
dengan badan lemas, keringat dingin, perut mulas, kejang di perut, jalan sampai
harus dipapah oleh ayahmu.. kamu memaksa untuk tetap masuk kantor karena kamu
tahu ada pekerjaan yang harus kamu kerjakan dan karena kamu tidak mau lari dari
apa yang menjadi tanggung jawabmu”
“I can recall
who upset you were at that time” he grinned “Because you were reminded to the
time when you had diarrhea and you forced yourself to work while your
unrecovered body had fatigue, cold sweat, stomache, stomach cramp, walk with
the help of your dad because you knew you had work to do and wouldn’t take off
your responsibility”
Saya mengangkat bahu. Itu kenangan yang pahit.
I shrugged off.
It was a bitter memory.
“Kamu dibayar lebih rendah dari dia, kamu bekerja lebih
keras dari dia, kamu lebih sering menerima teguran, kritikan, omelan dan hinaan”
Andre meraih saya ke dalam pelukannya “Kamu menerima hormat, pengakuan dan
penghargaan paling sedikit”
“You get paid
less than her, you work harder than her, you get more reprimand, critics,
yelling and insult” Andre embraced me “You get less respect, recognition and
appreciation”
Saya bergelung nyaman dalam pelukannya. Aman. Tentram.
I lingered
comfortably in his embrace. Safe. Peaceful.
“Tahukah kamu kalau kamu ini adalah Yusuf?” Andre menunduk
dan menatap mata saya.
“Do you know
that you are Joseph?” Andre bowed down and looked me in the eye.
“Ah, di mata mereka di situ saya cuma alas kaki. Pembuat onar,
manusia berdosa yang tidak akan sampai ke surga karena murtad, ibadah saja
harus dipaksa, dibujuk dan diingetin, orang yang memaki pekerjaan untuk Tuhan
sebagai ‘damn file’, manusia judes yang ada saja
kesalahan yang dibuatnya” saya tertawa.
“Ah, in their eyes I
am just a doormat. Trouble maker, sinful person who will never go to heaven,
who has to be told, persuade and reminded to attend the service, who called the
work for God as ‘damn file’, a nasty person who always makes mistake” I laughed.
“Itu kata mereka, pemikiran mereka” Andre berkata tegas
“Bukan kata Tuhan”.
“That is what
they say, it is their thinking” Andre spoke his words firmly “Not God’s”.
“Apa bedanya? Mereka toh mungkin menganggap suara mereka
sebagai suara Tuhan, bicara atas nama Tuhan”
“What different
does it make? They think their voice as God’s, they speak on behalf of God”
“Tuhan yang asli, sayang” Andre mencubit hidung saya “Bukan
mereka”
“The real God,
hun” Andre pinched my nose “Not them”
“Tuhan yang asli memperlihatkan kepada saya seperti apa diri saya” berpikir tentang Tuhan membuat saya menjadi tenang “Dia menghargai saya. Dia mengoreksi saya tapi Dia tetap menghormati, menghargai serta mengakui hal-hal baik dalam diri saya, upaya saya, perubahan yang terjadi dalam diri saya dan pencapaian saya. Dia tidak pernah mengatakan Terima kasih untuk kerja samanya"
“The real of God
shows me my true color” thinking about God calmed me down “He appreciates me.
He corrects me but He respects, appreciates and recognizes the good things in
me, the change in me along with the achievement I made. He never says Thank you for your cooperation”
“Kalau begitu, peganglah kepercayaanmu pada Tuhan yang asli
itu” Andre kelihatan bersungguh-sungguh “Dia menjadikan kamu sebagai dirimu. Ya,
Dia membentuk, mengoreksi dan membangun kamu tapi Dia tetap menerima kamu apa
adanya dirimu tidak peduli seaneh apa pun dirimu. PenilaianNya tidak dangkal,
terbukti Dia tidak tersinggung ketika selembar kertas itu kamu sebut sebagai ‘damn file’, Dia tidak murka ketika kamu
merasa tidak ingin ibadah dan kamu menolak untuk berpura-pura menjadi jemaat
yang baik, saleh dan taat beribadah. Bukankah yang merasa tersinggung dan
terganggu itu adalah manusia?”
“So stick your
faith on that real God” Andre looked serious “He made you as you. Yes, He
formed, corrected and constructed you but He still accept you the way you are
no matter how weird you are. His doesn’t make shallow judgement, it can be seen
how He did not get offended when you called that piece of paper as ‘damn file’, His wrath didn’t fall upon
you when you felt you didn’t want to attend the service and you refuse to
pretend as a good, righteous and faithful congragetion. It is people who got
offended and bothered, right?”
Saya tersenyum. Dia benar.
I smiled. He is
right.
“Manusia memiliki banyak hal-hal tersembunyi” dia mengelus
kepala saya “Tapi Tuhan tidak. Yang Dia inginkan adalah kita menjadi lebih baik
dan segala hal yang kita alami adalah caraNya untuk membangun kita. Segala
pengalaman kamu membuat kamu menjadi lebih kritis, matamu jadi lebih tajam
karena sekarang kamu bisa melihat apa yang dulu tidak kamu lihat, kamu bisa membedakan
mana yang datang dari Tuhan dan mana yang bukan, kamu bisa mengetahui
orang-orang mana yang memiliki Roh Tuhan dalam dirinya, kamu tidak lagi gampang
dikelabui dengan apa yang mereka tampilkan”
“People have
many hidden agenda” he caressed my head “God doesn’t. He wants us to be better
and the things we experience are His way to construct us. Your experiences have
made you more critical, your eyes are sharper as you now can see what was
hidden from your sight, you can tell which comes from God and which one that is
not, you can tell who have God’s spirit within him/her, you are not easily
fooled by what people show you”
Saya menyimak setiap kata, merenungkannya.
I listened
intensely, giving each of those words a deep thought.
“Kamu memang berbeda” Andre menatap saya “Karena Tuhan
memang menginginkan kamu demikian. Kamu bukan mereka. Kamu tidak akan pernah
menjadi seperti mereka. Kamu bukan bagian dari mereka walaupun selama hampir
lima tahun ini kamu berada di antara mereka”
“You are
different” Andre stared at me “Because God wants you to be that way. You are not
them. You will never be like them. You are not one of them though for nearly
five years you are among them”
“Sama seperti Yusuf. Dia bukanlah saudara-saudaranya sekali
pun mereka memiliki ayah yang sama. Yusuf terlahir untuk menjadi dirinya,
ditakdirkan untuk menjalani suatu peran yang besar dan dibangun oleh Tuhan
untuk menjalani peran itu”
“Just like
Joseph. He was not his brothers though they had same father. Joseph was born to
be himself, destined to play a big role and constructed by God to carry that
role”
Lengan-lengannya yang besar itu memeluk saya erat.
His big arms
held me tightly.
“Waktulah yang akan memperlihatkan peran apa yang Tuhan
telah tetapkan untuk kamu dan kenapa dia menjadikan kamu sebagai diri kamu ini;
yang spontan, judes, impulsif, tidak bisa berpura-pura, tidak ragu memaki, berani,
berkemauan keras, punya komitmen kuat untuk apa yang telah menjadi tanggung
jawabmu, seorang yang tulus, pemarah tapi mudah memaafkan, kelihatannya kasar
tapi sebetulnya seorang penyayang yang lembut hati” dia tersenyum.
Saya ikut tersenyum mendengarnya.
It made me
smiled.
“Suatu hari nanti mereka akan melihat pekerjaan-pekerjaan
besar yang Tuhan kerjakan lewat diri kamu” sambungnya “Jadi pandanglah Tuhan
yang asli itu”
“One day they
will see the great work God do through you” he continued “So keep your eyes on
that real God”
Dia menunduk, mencium saya dan berbisik “Saya bersyukur
karena Dia mengembalikan kamu pada saya”
*
* * * *
Ayat referensi: Kejadian 29-30; 37, 39-47
Reference verses: Genesis 29-30; 37, 39-47
No comments:
Post a Comment