Hujan turun lumayan deras ketika kami sedang dalam
perjalanan pulang dari bukit setelah memotret matahari terbit.
It rained when
we were on our way back from the hill after took photos of sunrise.
Kami berhenti untuk berteduh sambil merundingkan rencana
jalan selanjutnya.
We made a
stopped to take a shelter from the rain as we discussed our next plan for the
day.
Saya masih ingin melihat Batu Gantung.
I wanted to
see the Hanging Stone.
Tapi hujannya tidak berhenti. Dan pagi itu tidak seorang pun
dari kami yang ingin menembus hujan berikut angin dinginnya menuju lokasi Batu
Gantung yang lumayan jauh jaraknya.
But the rain
didn’t stop. And that morning none of us wanted to go through it along with its
cold wind to go to the Hanging Stone location which is quite far.
Serba salah.. itu hari terakhir kami di Ambon dan di
saat-saat terakhir rasanya masih ingin jalan, masih ingin mengunjungi
tempat-tempat menarik yang ada disana.
Geez.. that
was our last day in Ambon and there are interesting places that I wanted to
visit, I didn’t want to end this.
Gerimis mengiringi perjalanan kami ke pasar untuk membeli
oleh-oleh.
It was drizzling
when we went to the market to buy gifts for some people back home.
* * *
* *
Kami kembali, tidur selama kira-kira satu jam, bangun,
sarapan, mandi dan berkemas.
We got back,
got an hour of sleep, got up, had breakfast, took a bath and packed.
Saya tidak ingin pergi.
I didn’t want
to leave.
Kami berpamitan pada keluarga teman saya yang telah berbaik
hati menerima kami bagaikan keluarga.
We said
farewell to my friend’s family who had kindly accepted as just like their
family.
Saya menampilkan muka ceria, tidak berhenti bergurau.. tapi
hati saya berteriak, ‘Saya tidak mau meninggalkan tempat ini’
I put on
cheerful face, didn’t stop joking.. but my heart screamed ‘I don’t want to
leave this place’.
* * *
* *
“Kita naik speed, kak” kata teman saya.
“We’ll take
the speed (boat), sis” said my friend.
Tadinya saya kira yang disebut speed boat benar-benar speed
boat. Tapi begitu melihatnya, yah.. hehe.. saya senyum-senyum sendiri karena
itu hanyalah perahu biasa yang dipasangi mesin.
At first I
thought it was really speed boat. But once I saw it, uh huh.. I smiled because
it was just ordinary motor boat.
Mereka takut saya mabuk laut. Ah, yang benar saja. Lautnya
sedang tenang, jaraknya tidak terlalu jauh dan saya kan sudah beberapa kali
naik kapal.
They were
worried I would have seasick. Oh, come on. The sea was calm, it was short
distance and I have taken boat ride before.
Pemandangan sepanjang perjalanan dan angin sejuk yang terasa
sangat menyejukkan di hari yang amat sangat panas itu membuat saya sekejap
melupakan kegalauan di dalam hati.
The boat ride
gave quite a view and the cool breeze of wind felt so good on that very hot
day, for the moment made me forgot my weariness.
“Lihat yang warna merah di atas bukit itu?” teman saya
menunjuk ke satu arah “Itu bukit yang tadi pagi kita naik untuk motret matahari
terbit”
“See that red
spot on top of that hill?” my friend pointed to one direction “That is the hill
where we took sunrise photos”
Wow.. keren!
Awesome!
* * * * *
Bandara Pattimura..
Pattimura airport..
Sampai detik terakhir saya masih bisa menguasai hati.
Until
the last second I was able to control my heart.
Tapi ketika pesawat perlahan mulai bergerak menuju landasan
pacu.. saya memandang keluar jendela dan melihat Ambon.. duh, sedihnya..
But
when the plane moved slowly to the runway.. I looked out through the window and
saw Ambon.. I felt so sad..
* * *
* *
Hari sudah malam ketika kami tiba di Bogor.
It was
night already when we arrived in Bogor.
Perjalanan dengan pesawat jadi mulur 4 jam dari yang
seharusnya hanya 3 jam karena kami ‘dilempar’ ke Makassar. Lalu ditambah hampir
2 jam dengan bis Damri dari bandara Sukarno Hatta di Jakarta ke Bogor.
Just landed on Makassar Airport |
Semua berjalan bagaikan mimpi.
Everything
went as if I was having a dream.
* * *
* *
Paginya..
The next
morning..
“Kakak jadi orang
Ambon sekarang” kata-kata teman saya itu terdengar kembali di telinga saya.
“You have become an Ambonese now” the words spoken by my friend echoed
in my ears.
Saya tersenyum sambil memasang kalung yang sejak hari itu
melingkar di leher saya.
I just smiled
as I put the necklace on my neck.
Merasakannya melingkari leher saya membuat saya selalu ingat
tidak hanya pada liburan kami tapi kalung ini menjadi tanda ikatan saya pada
Ambon.
To feel it
hanging on my neck reminds me not only to our holiday but this necklace marks
the bond I have with Ambon.
Dia tergantung di dekat hati saya. Ambon ada di hati saya.
It hangs near
my heart. Ambon is in my heart.
Setiap kali melihatnya, setiap kali menyentuhnya, setiap
kali merasakannya, setiap kali menciumnya.. saya teringat pada janji yang saya
ucapkan pada diri saya sendiri beberapa detik sebelum pesawat lepas landas
meninggalkan Ambon.
Everytime I
see it, everytime I touch it, everytime I feel it, everytime I kiss it.. I
remember to the promise I said to myself few seconds before the plane took off and
left Ambon.
“Suatu hari nanti, saya akan
kembali”
“One day, I shall return”
bnr2 berkesan bgt spertinya Ambon ya mba :), Ak jd penasaran pgn kesana juga... makanan di sana gimana? kaya bumbu sperti makanan sumatra ga?
ReplyDeleteberkesan banget banget banget, fan.. tp ga sempat cicipin makanan khasnya. soalnya di pulau jawa jg sdh pernah makan papeda jd ga terlalu pengen nyobain lg. yg dicari malah cemilannya tp semua dibikin dr sagu jd kerasnyaaaaa... bisa bikin gigi rontok.. hehe..
ReplyDelete