‘Apa kabarnya, non? Lama
ga ada bunyinya nih kamu’ demikian sms yang saya terima 2 minggu lalu dari
mantan rekan kerja saya ketika mengajar di taman kanak-kanak.
‘What’s up, girl? Haven’t heard from you
for some time now’ 2
weeks ago I received this text from my former fellow teacher in kindergarten.
Satu sms berlanjut menjadi rangkaian obrolan hingga
sampailah topik pembicaraan kami pada Evelyn.
One text led to
a conversation until the topic was about Evelyn.
‘Sudah lama juga kita ga ketemu dia’
‘It has been
quite a long time that we haven’t seen her’
Evelyn dan saya sama-sama mengajar di kelas TK A. Saya wali
kelas dan dia asisten saya. Hubungan guru-guru di taman kanak-kanak tempat saya
mengajar selama 6 tahun terhitung kompak dan kami tetap menjalin komunikasi
bahkan setelah kami tidak lagi bekerja disana.
Evelyn and I
taught in the class for children age 4-5 years old. She was my assistant in
class. The teachers in the kindergarten where I taught for 6 years had good
work and personal relationship and we keep in touch after we resigned from
there.
Kami membuat janji untuk main ke rumah Evelyn hari Selasa, 8
April.
We set a date to
visit Evelyn at her place on Tuesday, April 8th.
Dan siang itu bertemulah kami.
And so that
afternoon we had our reunion.
Evelyn tetaplah Evelyn. Ceria. Lucu. Konyol. Yang berubah
adalah anaknya sekarang ada tiga.
Evelyn is still
Evelyn. Cheerful. Funny. Goofy. What change is she has three kids now.
Tapi buat saya yang paling berkesan dari pertemuan kami
adalah menemui anak kedua Evelyn yang hampir berusia tiga tahun.
But what I loved
most from our reunion is to meet Evelyn’s second child who will turn three
years old.
Kami datang mengunjungi Evelyn ketika usia anak itu baru
beberapa minggu dan saya bahkan menggendongnya. Tapi setelah itu saya tidak bertemu
lagi dengan mereka. Jadi senang betul saya melihat bayi yang dulu saya gendong sekarang sudah menjadi seorang anak perempuan kecil yang usianya hampir tiga tahun.
We came to visit
Evelyn when the kid was just a few weeks old and I even held her. I didn’t get
to see them after that. So I was so happy to see the baby I held has become a
little girl who will soon turn three years old.
Lucunya lagi dia cepat sekali akrab dengan saya. Kalau
melihat foto-foto ini siapa yang akan mengira kalau kami baru kali itu bertemu.
Tapi hanya dalam waktu kurang dari satu jam kami berdua tidak hanya mengobrol,
bercanda dan bernyanyi, anak perempuan kecil yang lucu itu bahkan memeluk dan
mencium saya berkali-kali!
Funny thing is
she became fond of me in an instant. Seeing the photos, you couldn’t tell that
we just met on that day. But in a short time we were not just talking, joking
and singing, this funny little girl has even given me hugs and kisses.
“Kagak mau lu punya copy paste lu sendiri?” Evelyn menatap
saya sambil tertawa.
“Wouldn’t you
like to have your own copy paste?” Evelyn stared at me as she laughed.
Copy paste..
keheranan Andre menatap saya dan ini membuat saya tertawa.
Copy paste.. Andre looked at me with confusion on his
face and it made me laughed.
Kami sedang melihat foto-foto yang saya buat ketika berada
di rumah Evelyn ketika istilah copy paste hasil ciptaan Evelyn itu terucap oleh
saya.
We were looking
at the photos I took at Evelyn’s place when I told him about Evelyn’s term of
copy paste.
“Maksudnya anak” saya tertawa.
“She meant having
a child” I laughed.
Copy paste.. Andre tersenyum “Ada-ada saja istilahnya”
Copy paste..
Andre smiled “One way to say it”
Dia menatap saya “Kenapa kita tidak bikin satu copy paste
milik kita berdua?”
He stared at me
“Why don’t we make one copy paste of our own?”
“Hmm.. tawaran yang menarik. Tapi ga ah”
“Hmm..
interesting offer. But nah”
Dia menarik saya dalam pelukannya “Kenapa ga? Kita bisa
punya seorang gadis kecil atau mungkin seorang anak lelaki. Kamu kan pengennya
punya anak lelaki. Ok deh, saya ga keberatan punya anak lelaki lagi”
He pulled me
close and hugged me “Why not? We can have a little girl or perhaps even a boy.
You have always wanted to have a son. I wouldn’t mind to have one more son”
Karena tidak ada reaksi dari saya, dia menghela napas “Kapan
kamu akan buang ketakutan kamu terhadap komitmen untuk menikah dan punya anak?”
Having no
respond from me made him sighed “When will you drop the fear of having commitment
and to have a child?”
Saya hanya tersenyum dan menciumnya.
I just smiled
and kissed him.
“Elu belon aja ketemu orang yang tepat” saya teringat pada
kata-kata seorang teman saya “Karena orang yang tepat akan mengusir sejuta
ketakutan dan keraguan dari pikiran lu”
“You just
haven’t met the right one” I remember somebody said this to me “Because the
right one will kick those millions of fear and doubt off you”
Hmm... 7 tahun dan dia bukan orang itu?
Ah, menurut saya sih, saya saja yang belum rela melepaskan kebebasan saya..
Well, I think it is me who still unable to let go my freedom..
No comments:
Post a Comment