Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, June 13, 2013

Working Girl

Urusan pekerjaan adalah penyebab utama mengapa saya selalu menolak tawaran dan permintaan Andre untuk pindah ke negerinya dan sampai sekarang pun saya masih menolak keinginannya untuk pindah mengikutinya setelah dia mapan di Singapura.

Job is something that makes me keep turning down Andre’s request to move to his country and it is still the main reason that makes me can’t accept his wish that I'm  moving with him once he is settled in Singapore.

Padahal selain dia, setidaknya ada dua teman bule yang serius menawari saya untuk beremigrasi ke Amerika. Mereka bersedia menjadi sponsor untuk saya. Sponsor artinya menjadi penjamin bagi saya. Artinya selama tinggal di negeri itu, mereka menjamin saya tidak akan terlunta-lunta, tidak juga akan berbuat macam-macam dan tidak menjadi pendatang ilegal.

Infact, I have two American friends who seriously offer me to immigrate to the States. They are willing to become my sponsor. A sponsor means they will make sure I won’t be stranded out of nowhere, making sure I won’t do anything harmful and I won’t be an illegal settler.

Kalau saja saya hanya membawa diri sendiri pasti sudah lama tawaran itu saya terima.

If only I have myself to care for, I have accepted those offers long time ago.

Saya bertanggungjawab untuk menghidupi bukan hanya diri saya tapi juga orang tua saya.

I have the responsibility to work not only for myself but also for my parents.

Kalau saya pergi beremigrasi keluar negeri, siapa yang mau kasih makan orang tua saya? Anak mereka cuma saya seorang.

If I come to live abroad, who will feed my parents? I am their only child.

Karena kalau saya beremigrasi keluar negeri maka saya akan pergi bermodal dengkul karena bukan kesana untuk bekerja atau untuk sekolah.

It is not like that I would go because I have got myself  a job or got accepted as a student in that foreign country.

Jadi saya perhitungkan setidaknya diperlukan waktu setahun untuk saya beradaptasi serta mendapatkan pekerjaan.

So, I predict I will need at least a year to adapt and to get a job.

Lalu selama kurun waktu itu, orang tua saya mau makan dari mana? Minta Andre yang membiayai mereka? Minta keluarga membiayai mereka? Minta gereja untuk membiayai mereka? Bah!

During that time, who will support my parents financially? Ask Andre to do that? Ask our family to do that? Ask the church to do that? Get real!

Kalau anda sudah pernah mengalami kesulitan ekonomi yang sangat parah dan pernah mengalami di hina orang, anda akan mengerti mengapa saya memilih untuk mengorbankan cita-cita dan keinginan pribadi dari pada harus merelakan orang tua saya hidup dari belas kasihan orang lain karena hal itu akan membuat mereka atau kami menjadi bergantung pada kebaikan orang lain, rentan pada penghinaan, belum lagi embel-embel hutang budi yang bisa diungkit-ungkit di kemudian hari.

If you have been through the worst financial hardship and you have been insulted before, you can understand why I prefer to sacrifice my own dreams and wills than to let my parents living under other people’s mercy because it would make them or us in vulnerable position as we would be depended on people’s kindness, vulnerable to insult, not to mention the possibility that in the future somebody would say we owe them or that we wouldn’t make it without their help.

Padahal sebetulnya saya capek. Fisik dan mental. Saya sudah bekerja dari usia saya 22 tahun. Usia saya sekarang 42. Jadi sudah 20 tahun saya bekerja.

I am actually exhausted. Physically and mentally. I have been working since I was 22 years old and I am 42 now. So it has been 20 years.

Kadang saya iri lihat perempuan-perempuan yang berhenti bekerja setelah menikah. Untuk kemudian tinggal di rumah sebagai istri atau ibu fulltime. Tidak perlu khawatir memikirkan perkara bekerja untuk menghidupi diri sendiri, orang tua atau keluarganya.

Sometimes I envied the women who quit their jobs after they get married. To become full-time stayhome wives or mothers. No need to worry about working for themselves or for their parents or their families.

“Serius kamu mau jadi kayak mereka? Yah, saya sih ga keberatan kerja buat kita berdua supaya kamu ga usah kerja” Andre nyengir “tapi kamu bakal jadi bosan dan pada akhirnya jadi orang yang nyebelin”

“Seriously? You wanted to be like them? Well, I would love to work for both of us so you could be my stayhome girlfriend” Andre grinned “but then you would be bored the hell out of yourself and start bitching at me”

“Saya tahu kamu tidak akan bahagia kalau kamu tidak punya pekerjaan”

“I know you wouldn’t be happy to live jobless”

Hehe. Dia benar juga sih.

Lol. He’s got a point.

Saya bukan seorang feminis tapi menurut pendapat saya sebaiknya perempuan tetap bekerja bahkan seandainya dia tidak punya tanggung jawab untuk menghidupi orang lain selain dirinya atau terjamin secara finansial dari orang tua atau suaminya.

I am not a feminist but in my opinion women better keep their jobs even if they don’t have any responsibility to work for other people beside herself or financially settled by their parents or husbands.

Karena bekerja berarti memiliki kemandirian terutama dalam hal keuangan.

Having a job means making yourself financial independent. That is the foremost reason.

Jadi bila sewaktu-waktu orang tua atau suami mengalami masalah yang membuat mereka tidak bisa lagi menghasilkan uang, kita tidak perlu terlalu khawatir karena masih ada pemasukan dari pekerjaan yang kita miliki.

So whenever our parents or husbands are unable to make money, we don’t have to worry too much because we have income from our own jobs.

Pekerjaan juga membuat seorang perempuan menjadi mandiri. Bila terjadi sesuatu dalam rumahtangga atau pernikahannya, dia dapat menghidupi dirinya atau anak-anaknya.

A job can make a woman be independent. Should anything happens to her marriage or her relationship, she can support herself or her child/children.

Seorang sahabat baik saya urung meninggalkan suaminya karena dia tidak bekerja. Kalau dia memilih hidup berpisah atau bercerai maka dia harus menafkahi dirinya beserta anak-anaknya. Dan ini bukan hal yang mudah.

A good friend of mine hesitated to leave her husband because she is jobless. If she choose to have a separate live or get a divorce, it means she will have to support herself and the children. And this is not an easy thing to do as it is said.

Di negeri-negeri Asia, perempuan kebanyakan tidak didorong atau dididik untuk menjadi mandiri secara finansial. Umumnya mereka akan berhenti bekerja setelah menikah karena adat, kebiasaan, kemauan suami, orang tua dan mertua meminta (menuntut) perempuan untuk menjadi istri dan ibu penuh waktu.

In Asian countries women are not encouraged nor to keep their jobs after they get married because the culture, the will of the husband, parents and inlaws require (push) them to become full-time wives and mothers.

Masalah baru muncul kalau suami sebagai pencari nafkah tunggal tiba-tiba kehilangan pekerjaan.

Problem comes when the husband as the sole breadwinner has to lose his job.

Atau kalau mereka mengalami masalah dalam pernikahan tapi tidak bisa meninggalkan suami karena bergantung secara finansial padanya. Contohnya teman saya itu tadi. 

Or when the women have marital problems, they can’t leave their husbands because they are financially depend on their husbands. Take my friend's experience as an example. 

Yah, dipikir-pikir, ada bagusnya juga saya dipaksa sikon sehingga saya tetap harus mandiri sepenuhnya. Bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan orang tua.

Well to give it a thought, there is a blessing in disguise in my situation as it forces me to be fully independent. Working for myself and my parents.

Bekerja tidak hanya membuat seseorang menjadi mandiri. Bekerja juga membentuk kepribadian serta kedewasaan karena harus menjadi orang yang lebih tabah, sabar, kokoh, cerdik, teliti, pemaaf, tekun, ulet, adil, bijak dan berpikiran luas.

Working is not only make someone independent. Working also forms one’s personality and maturity because it makes one becomes stronger, tough, smart, thorough, resilient, fair, wise and broad minded. 

Ya, tidak semua orang yang bekerja lalu menjadi pribadi seperti itu. Dari pengalaman saya, saya telah bertemu banyak orang dengan kepribadian serta sifat yang tidak baik seakan hal-hal yang mereka temui dalam pekerjaan tidak mampu merubah diri mereka menjadi orang-orang yang lebih baik.

Well, not everyone though because I have met lots of people who remain in their old personalities and characters as if the things they experience at work can’t change them into better people.

No comments:

Post a Comment