“Gimana keadaan nyokap sekarang?”
“How’s your mom doing now?”
Pertanyaan biasa.
It was just a
question.
Pertanyaan sederhana.
Simple
question.
Karena datangnya dari seorang teman maka saya yakin itu
bukan pertanyaan basa-basi.
Since it was a
question from a friend, I could be sure it was not a courtesy kind of question.
Tapi setiap kali mendengar pertanyaan seperti ini, setiap
kali itu pula tubuh saya memberikan reaksi yang sama; jantung saya seakan
berhenti berdetak, perut saya mulas seperti ada tangan tidak terlihat yang
memerasnya, rasa dingin menjalar sekujur tubuh, kaku, otak buntu.
But still, my
body gives the same reactions toward that kind of question; my heart felt as if
it stopped beating, my stomach felt as if it were squeezed by an invisible
hand, chill ran down to my whole body, it became stiff, my mind freezes.
Karena pertanyaan demikian mengingatkan
saya kepada apa yang saya lihat dan dengar setiap kali saya berada di rumah.
Because that question reminds me to what I see and hear everytime I am at
home.
Dan sekalipun mulut saya berucap ‘ibu saya baik-baik saja’
tapi kenyataan yang ada tidaklah demikian.
And though my
mouth says ‘my mother is fine’ but the fact is not really like that.
Sejak pulang dari rumah sakit pada bulan April, kondisinya
belum kembali normal.
Eversince she
was released from the hospital in April, she has not got back to normal.
Kadang detak jantungnya bisa berdetak cepat, lain waktu
detak jantungnya bisa hilang-hilang.
Sometimes her
heart beats so fast, in other times it is not beating normally.
Lalu selama sebulan terakhir ini pencernaannya tidak benar.
Tiba-tiba bisa diare. Lalu mendadak buang air besar jadi sulit.
And it has gone for a month that she has digestive problem. She could have diarrhea out of blue. Only to follow by constipation.
Perutnya mules karena diare, jantungnya kacau.
Stomachache
caused by diarrhea, it affected her heart beat.
Tidak bisa buang air besar atau berhasil buang air besar,
jantungnya kacau.
Constipation
too affected her heart beat.
Belum lagi keluhannya. Paniknya. Cengengnya.
Not to mention
her tons of moan. Panicky. Tearful.
Ya, sakit memang tidak ada yang enak. Sakit memang menguras
tenaga dan emosi. Saya tahu. Saya merasakannya. 8 bulan lamanya saya mengalami
keabnormalan hormon yang menyebabkan menstruasi saya keluar tanpa memakai
jadwal, keluar tanpa tahu berhenti dan dalam jumlah banyak.
Yes, nobody
says it is fun to get sick. Illness sucks your energy and emotion. I knew it
too well. I have been there. For 8 months I had the abnormality of hormones
that caused me to have nearly unstoppable menstrual and its volume was over the
normal volume I used to have.
Dalam keadaan demikian saya harus tetap bekerja karena saya
satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga.
In that kind
of physical condition, I had to keep working because I am the sole breadwinner.
Lalu masih pula harus melihat, mengurusi dan bergumul dengan
kondisi kesehatan nyokap.
I also had to
see, took care and dealt with my mother’s health problem.
Emosi saya habis-habisan terkuras.
I was
emotionally drained.
Saya merasa tidak berdaya. Tidak bisa menolongnya. Tidak
bisa menghilangkan penderitaannya.
I feel
helpless. Unable to help her. Unable to free her from her misery.
Saya juga marah. Banyak orang yang masih harus merasakan
penderitaan di masa tuanya.
I am angry
too. People still have to suffer when they get old.
Bahkan bayi-bayi pun harus ikut merasakan penderitaan itu.
Even babies
have to suffer.
Kematian tidak menjemput tapi tubuh habis disiksa oleh
berbagai penyakit.
Death does not
yet arrive, bodies in the meantime torture by various illness.
Ah, jangan ocehi saya tentang perkara karma, jangan kuliahi saya
dengan faham agama mana pun, jangan khotbahi saya tentang surga dan neraka.
And don’t talk to
me about karma, don’t lecture me any religion’s teaching, don’t preach me
about heaven and hell.
Karena saya tidak lagi peduli dengan semua itu.
Because I no
longer give a damn about those things.
Kadang kita harus menjadi sedikit gila untuk bisa menghadapi kehidupan yang gila di dunia yang gila ini.
Karena orang waras mana yang mau menari dibawah guyuran
hujan deras, ditengah badai, dengan petir yang menyambar-nyambar dan tiupan
angin kencang.
Because which sane person would dance under the pouring rain, in the middle of a
hurricane, with the lightnings roaring in the sky and the storming wind.
No comments:
Post a Comment