“Kok ga pake rok lagi?” pertanyaan itu beberapa kali saya
dengar ketika dua minggu lalu saya muncul di kantor dengan gaya casual ciri khas saya; jeans dan sepatu
kets.
“Why aren’t
you wearing skirt?” few people asked me that question when I came to work in my
casual appearance; jeans and sneakers.
Sudah sebulan lebih ini setiap hari Minggu saya ‘jadi perempuan’ meminjam istilah yang diberikan seorang
rekan kerja saya ketika dia melihat penampilan saya yang jadi bedaaaa banget.
It has been going for more than a month that I appear ‘as a
female’ as one my colleague refers it when he saw my totally different appearance.
“Emang sebelumnya saya apa? wadam?” tanya saya.
“So what was
I before? A transvestite?” I asked him
“Banci tercantik” teman saya cekikikan ketika saya ceritakan
tentang komentar-komentar mengenai penampilan saya.
“The
prettiest transvestite” my friend giggled when I told her about the comments on
my appearance.
“Kelihatan bagus kok,
Keke”
“It looks good on you, Keke”
“Kamu lebih cocok
pakai rok”
“You look much better on skirt”
Pujian-pujian yang saya dengar itu tetap tidak bisa
menghilangkan antipati saya pada rok.
Those
compliments still can’t get rid my disliking of skirt.
Hari Selasa saya libur dan sore setelah selesai mengajar les
bahasa Inggris, saya bisa menghabiskan waktu satu jam atau malah lebih untuk
memilih baju mana yang akan saya pakai hari Minggu dan mencobanya satu persatu.
Hari Jumat saya mencuci baju itu. Hari Sabtu disetrika.
Tuesday is my
day off and in the evening after give English tutoring, I could spend an hour
or even more to find something proper in my wardrobe to wear on Sunday. I wash
it on Friday. Iron it on Saturday.
Hari Minggu pagi..
On Sunday
morning..
“Waduh..” saya meringis melihat bayangan saya di cermin “Gue ga pede deh”
“Oh no..” I
grinned when I saw my reflection on the mirror “I gotta find my self-confident”
“Kamu cantik” kata Andre ketika dia menelpon saya beberapa
hari lalu “Akhir-akhir ini kamu tambah cantik. Dulu kan saya pernah bilang kamu
cantik kalau pakai rok”
“You are
beautiful” said Andre when he called me few days ago “Lately you look even more
beautiful. Back in the past I have told you that you look beautiful on skirt”
“Bener?” saya tetap skeptis “Saya berasa kayak ondel-ondel”
“Really?” I
remain skeptical “I feel like ondel-ondel”
Dia tertawa.
He laughed.
“Atau saya kelihatan kayak banci kan?” saya meringis karena
setiap hari Minggu demikianlah perasaan saya.
“Or I look
like a transvestite, right?” I grinned because that’s how I feel on Sunday.
“Kalau memang itu bikin kamu merasa tersiksa, kenapa kamu
masih tetap pakai rok?”
“If it makes
you feel like living in hell, then why are you still wearing it?”
Saya cuma senyum-senyum.
I just smiled.
“Pasti ada yang menyuruh kamu, iya kan?” dia menghela napas
tapi suaranya terdengar gusar “Jangan bilang tidak, Keke, kita sudah
bersama-sama selama delapan tahun. Saya kenal kamu. Kamu tipe orang yang selalu
ngotot mengikuti kata kemauanmu
sendiri. Kamu cuma mau tunduk pada orang yang kamu sayang karena kamu selalu
berusaha untuk menyenangkan hatinya”
“Somebody
must have told you to wear it, right?” he took a deep breath but there was
upsetness in his voice “Don’t say it’s not true, Keke, we have been together
for eight years. I know you. You have always persistent on following your own
will. You only give in to a person whom you love because you always want to
please that person”
Senyum saya hilang ketika mendengar
kata-katanya berikut ini..
What he said later wiped that smile off my face..
“Saya mau lihat berapa lama kamu bisa tahan menjadi seperti
yang dia inginkan?” dia tertawa. Sinis.
“I just want
to see how long can you stand to become what he wants you to be” he laughed.
Cynical.
Hmm..
“Saya tidak tahu bagaimana cara dia membujuk kamu sampai
kamu mau memakai rok yang amat sangat kamu benci tapi saya tahu kamu tidak bisa
menipu siapa pun. Dari pengakuan kamu sendiri bahwa kamu melihat dirimu seperti
ondel-ondel atau banci sudah menyatakan bahwa kamu tidak bahagia tampil seperti
itu”
“I don’t know
how he persuaded you to make you wear skirt that you hate so much but I know
you can’t fool anyone. You admitted that you see yourself like ondel-ondel or a
transvestite, it’s all too clear how you hate to have to appear that way”
“Tapi perempuan harus tampil..” saya mencoba membela diri.
“But a
female should appear..” I tried to defend myself.
“Kamu mungkin tidak tampil seperti perempuan. Penampilan dan
kelakuan kamu tidak serapih, semanis atau feminin seperti perempuan pada
umumnya. Tapi apa itu berarti kamu bukan perempuan? Delapan tahun saya
bersama-sama dengan kamu, ok.., saya ingin kamu tampil lebih feminin tapi saya
terlalu mencintai kamu sehingga saya membiarkan kamu untuk menjadi dirimu sendiri karena buat apa saya melihat kamu
menampilkan diri sangat feminin tapi hatimu tidak bahagia? Rasanya seperti
mengulum obat yang luarnya dibalut dengan lapisan gula tapi dalamnya pahit”
“You may not
appear like a female. Your appearance and behavior are not as neat, sweet and
feminine like most female. But would it make you not a female? I have spent
eight years with you, okay.., I wanted you to be more feminine but I loved you
too much that I let you to be yourself because what good would it for me to see
you appear yourself so feminine but your heart is unhappy about it. Feels like chewing
a medicine that is sugar coating on the outside but inside it tastes bitter”
Saya diam mendengarkan.
I quietly
listened to him.
“Kamu selalu mengatakan ingin tampil sebagai dirimu sendiri,
kamu ingin orang melihat kamu tidak lewat penampilan luar, kamu ingin orang
bisa menerima kamu karena kepribadianmu ketika kamu bergaul dan bekerja. Kamu
tidak mau dilihat cantik dari pakaian, muka atau kemanisan sikap yang palsu.
Nah, jangan hilangkan prinsip itu”
“You always
say you want to be yourself. You want people to see you not from your outer
appearance, you want people can accept you because of your personality either
when you are socializing and when you are working. You don’t want to be seen
beautiful from your clothes, your face or artificial sweet attitude. So, don’t
lost that principle”
Ya, dia benar.
Yes, he was
right.
Perempuan terjebak dalam stereotipe bahwa dia harus tampil,
bersikap dan bicara dengan suara feminin, manis, lembut, cengeng, keibuan, handal
di dapur bla, bla, bla..
Female is
stuck in this stereotype image that she has to appear, behave and speak
femininely, sweetly, gently, meek, gives motherly figure, great at cooking bla,
bla, bla..
Saya tidak pernah bisa menjadi seperti itu.
I can never
be like that.
Saya bukan perempuan biasa.
I am not an
ordinary female.
Saya tidak suka bunga, saya anti berkebun, saya ogah masak, saya
lebih suka (dan merasa lebih nyaman) tampil dengan celana panjang (jeans yang
paling favorit), sepatu kets, ransel dan rambut pendek.
I don’t like
flower, I hate gardening, I am not into cooking, I prefer (and feel
comfortable) wearing pants (jeans is my favourite), sneakers, backpack and
short hair.
Lalu sejak hampir empat bulan saya menjalin hubungan dengan
seseorang.
And then I am
seeing someone for almost four months.
Dia meminta saya memakai rok. Dia ingin melihat saya tampil
lebih rapi.
He asked me
to wear skirt. He wanted me to appear neatly.
Saya menurutinya karena saya mencintainya tapi Andre benar,
saya tidak benar-benar bahagia karenanya dan belakangan ini saya mulai gelisah karena
saya merasakan dorongan untuk kembali ke diri saya yang asli.
I did what he
ask because I love him but Andre was right, it didn’t make me happy and I have
been feeling restless lately because I feel the urge to get back to the real
me.
Saya merasa lebih nyaman dengan penampilan sleboran saya,
dengan gaya tomboy itu, saya tidak pernah peduli apakah saya terlihat cantik
atau berantakan.. yang penting saya bahagia, tentram dan nyaman karena bisa
menjadi diri sendiri.
I feel more
comfortable in my sloppy appearance, with my tomboy style, I never care whether
I look pretty or sloppy.. what’s important is I am happy, I feel at ease and
comfortable because I can be myself.
“Cinta seharusnya membuat seseorang menemukan dirinya dan
bukannya kehilangan dirinya” kata Andre.
“Love should
make any person finds him/herself and not losing one’s self”
Saya merenungkan kata-katanya.
I thought
about his words.
“Cinta sejati seharusnya membebaskan dan bukannya
membelenggu” dia melanjutkan.
“True love
should free you and not chained you” he went on.
Dia benar.
He is right.
“Mencintai seseorang berarti menerima dan melihatnya tidak
hanya dari keindahan sampulnya. Mencintai berati menerima keseluruhan diri
kamu”
“Loving
somebody means accepting and viewing that person not from the beauty of the
cover. Loving means accepting you wholely”
“Jangan kehilangan dirimu, Keke” Andre mengatakan itu dengan
nada sungguh-sungguh “Jangan berubah menjadi orang yang bukan dirimu. Jangan
sampai terjadi pada suatu hari kamu terbangun dan menyadari kamu bukan lagi
dirimu”
“Don’t lose
yourself, Keke” Andre really meant what he said “Don’t become somebody whom is
not you. Don’t let it happen that one day you woke up and realize you were not
yourself”
No comments:
Post a Comment