Belum lama ini saya menginap di rumah teman lama saya,
Santi, di Jakarta. Sudah setahun kami tidak bertemu dan rasanya tiga hari tidak
cukup untuk menghapus rasa kangen.
A short
while ago I stayed at my old friend’s place in Jakarta. Santi and I haven’t met
for a year and three days were not enough to pay off the time when we were
apart.
Kami bertemu ketika sama-sama kuliah di Jakarta tahun 1990.
Kami mengambil jurusan yang sama dan berada di kelas yang sama selama hampir
tiga tahun. Persahabatan kami tetap berjalan walau pun setelah lulus kami
terpisah oleh pekerjaan di tempat yang berbeda dan kemudian terpisah oleh kota
setelah saya pindah ke Bogor tahun 1998.
We met in
1990 when we were in college in Jakarta. We took the same major and were in
same class for nearly three years. Our friendship continues though we were
separated after the graduation as we had different workplace and later by
cities after I moved to Bogor in 1998.
Dua tahun lalu saya memutuskan untuk mengunjunginya sekali
atau dua kali dalam setahun.
Two years
ago I decided to visit her once or twice a year.
Demi persahabatan.
For the
sake of friendship.
Dan demi masa lalu.
And for the
old time sake.
Tidak semua persahabatan dari masa lalu dapat bertahan
sampai ke masa sekarang atau masa depan.
Not all
friendship from the past can last to the present or makes it to the future.
Cuma beberapa gelintir teman saya dari masa lalu yang bisa
bertahan sampai ke masa sekarang.
It’s just
very few of my friends from the past that can last to the present time.
Padahal ada banyak juga teman dari masa sekolah, kuliah dan
kerja yang terhubung dengan saya lewat beberapa media sosial, saya bahkan
menggabungkan diri dengan kelompok alumni mantan sekolah saya tapi saya
perhatikan yang lebih aktif berkomunikasi dengan saya justru bukan mereka.
There are
many friends from school, college and former workplaces who are connected to me
through few social media, I am even join my former school’s alumnae group, but
I have noticed that those who actively communicate with me are not them.
Menurut saya kemungkinan besar penyebabnya adalah karena
teman-teman dari masa lalu itu masih membawa kenangan tentang kesan mengenai
satu dengan lainnya dan sulit melepaskan diri dari kesan itu tanpa menyadari
bahwa sekian belas tahun atau malah sekian puluh tahun kemudian, orang-orang
yang dulunya pendiam, pemalu atau berkepribadian sulit telah berubah menjadi
individu yang lebih baik.
In my
opinion the reason is because those past time friends still keep the memory of
each other’s image and hold on to it without realizing that some decades later
people who were quiet, shy or had difficult personalities have become better
individuals.
Hal ini yang kadang membuat saya berpikir apa yang ada di
masa lalu biarlah tetap berada di masa lalu.
This is
what sometimes make me think what’s in the past better stays in the past.
* *
* * *
“Saya benar-benar merindukan saat kebersamaan kita ini” saya
dengar Andre menghela napas.
“I really
miss our time together” I heard Andre took a deep breath.
Dia menoleh untuk menatap saya. Ada kesedihan terlihat
dimatanya.
He turned
his head to look at me. There was sadness in his eyes.
“Selama empat bulan ini setiap hari Kamis sore saya pulang
dan packing. Jumat pagi ransel saya bawa ke kantor. Sorenya saya naik taksi ke
bandara. Malamnya saya sudah sampai di Bogor” dia tersenyum pahit “Persis
seperti yang sebelumnya selalu saya lakukan. Padahal saya tahu saya hanya akan
menemui rumah yang kosong”
“In these
four months I went home every Thursday and do the packing. I brought my
backpack to the office on Friday morning. I took the cab to the airport in the
evening. Arrived in Bogor at night” he smiled bitterly “Exactly as I always did.
When infact I knew I would only met an empty house”
Saya diam karena tidak tahu apa yang harus saya katakan.
Saya hanya spontan mengulurkan tangan saya ke arahnya. Dia menggenggam tangan
saya erat-erat.
I was quiet
for I didn't know what to say. I just spontaneously reached out my hand to him.
He held it tightly.
“Saya melihat kamu di rumah ini. Ketika saya membuka pintu,
saya bisa merasakan kehadiranmu. Saya melihat kamu berjalan masuk, meletakkan
ranselmu di sofa, mencuci tangan lalu pergi ke dapur, mengambil piring dan menaruh
makanan yang kita beli” dia menatap langit Bogor yang cerah malam itu “Saya
bisa mendengar suaramu begitu jelas ketika kamu bertanya ke saya ‘mau kopi?’.
Saya bahkan masih bisa mencium bau parfum kamu, bau handbodymu.. ketika saya
melihat kamar mandi, saya bahkan bisa mencium harumnya bau sabun mandi dan
shampoo ketika kamu keluar dari kamar mandi setelah mandi”
“I saw you
in this house though. When I opened the door, I could feel your presence. I saw
you walked in, put your backpack in the sofa, washed your hands and went to the
kitchen, took the plates and put the meals we bought on them” he stared at the
clear sky of Bogor in that evening “I could hear your voice when you asked me
‘want some coffee?’. I still can smell your perfume, the smell of your
handbody.. when I see the bathroom, I can still smell the smell of your soap
and shampoo when you got out of it after taking a bath”
Saya merasakan jari-jarinya mengelus tangan saya.
I felt his
fingers caressed my hand.
“Malam hari rasanya saya melihat kamu duduk di atas tempat
tidur, sibuk dengan hp atau asyik menonton tv. Kalau saya terbangun malam-malam
dan saya melihat tempat tidur di samping saya kosong, otomatis saya bangun dan
pergi keluar kamar.. saya bisa melihat kamu di dapur, duduk menghadapi laptop,
mengetik atau kamu sedang menari-nari sendiri sambil mendengarkan musik lewat headphone
dan sambil makan eskrim karena katamu kamu pegal duduk terus. Ketika kamu
melihat saya, kamu kaget tapi selalu menegur dengan kalimat sama ‘hei ganteng,
mau eskrim?’.. lalu kita akan makan eskrim sambil mengobrol atau kita berdansa”
“At night
it seemed I could see you sat on the bed, busy with you phone or watching tv.
When I woke up in the middle of the night and I saw the bed next to me was
empty, I automatically got up and went out the bedroom.. I could see you in the
kitchen, sitting infront of the laptop, typing or you were dancing around with
headphone on your ears and eating icecream. It surprised you when you saw me
but you always greeted me with the same line ‘hey handsome, want some
icecream?’.. so we ate icecream while we talked or we danced”
Saya tersenyum teringat pada malam-malam ketika saya masih
melek karena membuat draft untuk postingan di blog ini. Sengaja saya tidak
mengetik di kamar tidur karena tidak mau membangunkan Andre. Jadi saya bawa
laptop ke dapur. Mengetik sambil mendengarkan musik lewat headphone dan tentu
saja dengan ditemani semangkok eskrim. Kalau mata serta punggung saya pegal,
saya berdiri dan menari-nari sendiri mengikuti musik yang saya dengarkan lewat
headphone. Kadang-kadang Andre terbangun dan dia pasti mencari saya. Kami lalu
akan mengobrol sambil makan eskrim atau berdua berdansa.
I smiled as
I remember the nights when I was still awake, working on making draft for this
blog post. I took the laptop to the kitchen as I didn’t want to wake Andre with
the sound of me typing on it. so alone in the kitchen, I was accompanied by
music through my headphone and a bowl of icecream. When my eyes or my back were
tired, I would dance around with the music from my headphone. Sometimes Andre
woke up and he would look for me. We would talk and ate icecream or we would
dance.
“Pagi hari saat bangun, saya otomatis selalu langsung ke
dapur untuk menyiapkan sarapan buat kita” dia nyengir sambil masih menatap langit
“Untuk urusan bikin sarapan memang lebih baik saya yang ambil alih dari pada
saya harus makan pancake gosong”
“In the
morning when I got up, I went straight to the kitchen to fix us breakfast” he
grinned as he was still staring at the sky “Leave it to me when it comes to
make breakfast or I would have half burnt pancake”
Saya ngakak teringat pada insiden pagi itu ketika pancake
yang saya bikin kelewat matang. Ada bagiannya yang agak hangus.
I bursted
out my laugh as I remembered that morning incident when I made the pancake a
bit too well done. There were burnt parts on it.
“Eh, jangan dimakan yang hangus itu!” saya kaget ketika
melihat dia dengan santai menuangkan sirop di atas pancake itu “Buang saja”
“No, don’t
eat it!” I exclaimed when I saw him poured the syrup on that burnt pancake
“Throw it away”
“Ah, rasanya tidak terlalu menyeramkan kok kalau dimakan
dengan sirop” jawabnya santai sambil dengan ‘gagah berani’ memakan pancake
hangus itu.
“Nah, it
doesn’t taste that horrible if it’s eaten with syrup” he said calmly as he
‘bravely’ ate that burnt pancake.
“Yah, pagi itu saya makan pancake rasa hangus bercampur
sirop dan airmata” Andre tertawa sambil menatap saya.
“Yeah, that
morning I ate burnt pancake mixed with syrup and tears” Andre laughed as he
looked at me.
Saya ikut tertawa teringat bagaimana saya spontan memeluk
dan menciumnya disertai dengan airmata saking terharunya karena merasa saya
disayang dan dihargai tidak peduli hasil masakan saya rasanya tidak karuan.
I laughed
too when I remembered how I spontaneously hugged and kissed him with tears fell
down as it touched me for feeling I was loved and appreciated no matter how
awful my cooking tasted.
“Rasanya seperti baru kemarin semua itu terjadi” dia
mengelus pipi saya “Sulit percaya bahwa sudah empat bulan saya hidup tanpa
kamu. Saya sangat merindukan masa-masa itu, saya merindukan kamu setiap saat”
“It feels
like yesterday” he caressed my cheek “It is hard to believe that I have lived
without you for four months now. I miss those moments, I miss you every single
second of my life”
Dia mengambil hpnya “Saya menemukan lagu ini dan saya pikir
kata-katanya mencerminkan perasaan saya”
He took his
cellphone “I found this song and I think the words are reflection of my
feelings”
“Lagu apa?” tanya saya.
“What song?” I asked him.
“Ed Sheeran” dia menekan tombol play “All of the stars”
“Ed
Sheeran” he pressed the play button “All of the stars”
Dia menarik saya berdiri “Berdansalah dengan saya”
He pulled
me up “Dance with me”
Ketika saya menyimak kata-kata dalam lagu itu, mata saya terasa
hangat.
When I
listened to the words in that song, my eyes felt warm.
“Ini terasa seperti masa lalu” bisik Andre pelan.
“This feels
like the old time” Andre whispered softly.
Sabtu kemarin kami berdua berkumpul bersama beberapa
temannya di rumah seorang dari mereka. Kami makan malam, minum, mengobrol,
bercanda, berdansa.
Last
Saturday the two of us got together with some of his friends at one of their
place. We had dinner, we drank, talked, joked, danced.
Seperti di masa lalu.
Just like
the old time.
Saya datang karena Andre dan teman-temannya itu mengajak
saya untuk datang.
I came
because Andre and his friends invited me.
“Sulit untuk percaya kalian tidak bersama lagi” kata Sheila
ketika dia dan saya sedang memperhatikan Andre dan yang lainnya bermain bilyard
“Ketika aku tadi melihat kalian berdua datang, ketika kalian bicara, tertawa
dan terutama saat kalian berdansa, rasanya seperti masa lalu ketika kalian
masih bersama”
“It is hard
to believe that you two are no longer together” said Sheila as she and I
watched Andre and the others played pool “When I saw you guys came, when you
talked, laughed and danced, it felt like the old time”
Kami berpandangan.
We glanced
at each other.
“Dia amat sangat terluka ketika kamu memutuskan hubungan
kalian” Sheila melanjutkan “Demi Tuhan, delapan
tahun, Keke.. kalian telah bersama-sama selama delapan tahun”
“It hurt
him so much when you broke him up” Sheila went on “For Christ’s sake, eight years, Keke.. you guys have been together for eight years”
Saya menunduk.
I bowed my
head down.
“Tapi sekarang kamu ada di sini bersama dengan kami, bersama
dengan Andre..”
“But you’re
here now with us, with Andre..”
“Karena saya berjanji untuk tidak meninggalkannya selama
masa sulit ini, sampai dia bisa mengatasi dan melewatinya”
“Because I
have promised not to leave him in this difficult time, until he can overcome
and pass it”
Dengan selamat..,
saya menambahkan dalam hati.
Safely.., I said the latter in my mind.
Kira-kira dua minggu setelah saya mengatakan pada Andre
bahwa saya ingin hubungan kami diakhiri karena saya jatuh cinta dan saya ingin
menjalin hubungan dengan laki-laki lain, seorang teman Andre memberitahu saya
kalau dalam keadaan sangat mabuk, Andre pulang dari bar dan menabrakkan
mobilnya ke sebuah bangunan. Mobilnya rusak berat tapi luar biasanya dia hanya
menderita luka ringan.
About two
weeks after I told Andre that I wanted to break our relationship for I have fallen
in love and seeing somebody else, one of Andre’s friend informed me that while
heavily drunk, Andre left the bar and slammed his car into a building. His car
was badly damaged but amazingly he suffered only bruishes.
Saya sudah menghadapi berbagai reaksinya setelah kami putus.
Dari mulai rajin menelpon, mencoba membujuk saya sampai menangis di depan saya
ketika meminta saya untuk kembali dan beberapa waktu kemudian berubah menjadi
marah, memaki saya dengan segala kata yang paling kasar, sesuatu yang belum
pernah dia lakukan kepada saya.
I have had
him reacted in various ways after the break up. From calling me oftenly, tried
to persuade me up to cried infront of me begging me to change my mind and later
changed into anger when he yelled at me using all the nastiest words, something
he never did to me.
Walau pun semua itu mengganggu dan menyakitkan hati saya
tapi mendengar dia hampir celaka membuat saya ketakutan. Saya tidak akan bisa
memaafkan diri saya kalau sampai dia membuat dirinya celaka gara-gara depresi
akibat saya memutuskan hubungan kami.
Though it
all bothered and hurt me but to hear that he almost hurt himself really
terrifies me. I can never forgive myself if he hurt himself out of depression
after I broke our relationship.
Yang bisa saya lakukan adalah menempatkan diri saya sebagai
seorang sahabat. Memberikannya kesadaran bahwa sekali pun kami tidak lagi
bersama tapi kami masih tetap bisa bersahabat. Saya menjadi sahabat yang tidak
akan meninggalkannya.
What I can
do is to place myself as his bestfriend. To instill in him that though we are
no longer together, we can still be friends. I am his bestfriend who will not
leave him.
Hal ini bisa menenangkannya dan saya harap waktu akan menyembuhkan
luka dihatinya. Sampai semua itu terjadi, saya akan tidak akan meninggalkannya.
This calms
him down and I hope time will heal the wounds in his heart. I will not leave
him until it happens.
* *
* * *
Saya diam terpekur selama beberapa menit setelah mengirimkan
pesan sms itu.
I sat
quietly few minutes after sending that text message.
Saya baru saja memberitahu tentang keputusan saya untuk
membatalkan suatu acara, meminta maaf untuk itu serta permintaan saya untuk
menonaktifkan kelompok pemuda di tempat kerja saya ini.
I just
informed my decision to cancel the gathering, apologizing for it and my request
to deactivated the youth group in my workplace.
Saya kecewa dengan mereka yang tergabung dalam kelompok ini.
I am
disappointed with them who are in this group.
Saya sudah berusaha untuk menyatukan mereka, memperjuangkan
supaya kelompok ini tetap hidup dan menumbuhkan rasa persatuan tapi akhirnya
saya harus mengakui segala upaya saya seperti menurunkan hujan di gurun pasir.
Bekasnya tidak bertahan lama.
I have
tried to unite them, fought for the group’s existence and to grow the feeling
of unity but finally I have to admit that everything I have done were like
trying to bring rain into the dessert. Its mark didn’t last long.
Percuma saja. Seperti melemparkan mutiara ke lumpur.
It’s
useless. It were like throwing pearl into a mud.
Dulu mereka menyatu karena satu orang. Bukan karena Tuhan.
Waktu akhirnya membuktikan bahwa bila seseorang mengikuti suatu kegiatan rohani
dengan motif bukan karena Tuhan dan bukan untuk Tuhan, dia berdiri pada dasar
yang rapuh.
They were
united by one person. Not because of God. Time finally shows that when somebody
joins in a spiritual activity not because of God and for God, he/she stands on
fragile ground.
Orang yang dulu menyatukan mereka kini sudah tidak ada dan
mereka pun satu persatu menghilang.
The person
who united them has long gone and one by one they too vanished.
Saya menyesalkannya.
I feel
sorry for this.
Tapi di sisi lain saya pikir mungkin ini artinya perjalanan
hidup saya sedang dibelokkan menuju tujuan lain.
But in
other side I thought maybe this means that my life path is being turned into
another direction.
Mereka kini hanyalah satu periode di masa lalu. Saya tidak
mengikatkan diri pada periode tersebut jadi tidak ada istilah ‘demi masa lalu’.
www.thequotepedia.com |
Now they
are nothing but one period of time in the past. I won’t bound myself to that
period so there shall never the term ‘for old time sake’.
No comments:
Post a Comment