Minggu pagi.. Horee! Si Vincent datang!
Sunday
morning.. Yippee! Vincent came!
Dia selalu muncul diruangan saya setiap hari Minggu jam 7
pagi. Kadang malah sebelum jam 7 sudah datang. Itu dilakukannya karena ingin
mengunduh game ke hp-nya dengan memakai jaringan internet wifi diruangan saya.
He comes to my room at 7 am every Sunday . Sometimes before 7 am. He does it because
he wants to download online games to his cellphone using the wifi internet line
in my room.
Dia datang ke ruangan saya. Masuk, duduk dan langsung ngoceh
tentang banyak hal kepada saya, membuat saya terheran-heran dan terkagum-kagum
melihat kepercayaan diri dan keluwesannya.
So he
comes to my room, take a seat and talk about many things to me, pretty
much puzzles and amaze me seeing such confident and flexibility.
Maksud saya, berapa banyak sih anak usia 13 tahun yang bisa dengan pede,
santai dan luwes memulai pembicaraan yang kemudian berlanjut menjadi obrolan
seru dengan orang dewasa yang tidak dikenalnya dengan baik dan juga tidak akrab
dengannya?
I mean, how
many 13 year olds can confidently, at ease and in such an easy going way start
and gain an adult whom he/she does not know too well and not close in a
conversation?
Biasanya orang dewasa yang memulai percakapan dan itu pun
percakapannya agak-agak satu arah karena lebih banyak si orang dewasa yang
bicara sementara si remaja cenderung malu-malu dan pasif.
Usually
it would be the adult who starts the conversation and more likely to turn into
a one way conversation as the adult who mostly do the talking while the
teenager tend to shy and passive.
Vincent kebalikannya. Dia yang aktif bicara dan dia punya
cara serta berbagai cerita menarik sehingga tanpa sadar saya sudah terlibat
dalam obrolan seru dengannya.
Not
Vincent. He is the talker and he has such an interesting way and stories that
he has gained me in a merry conversation without me realizing it.
Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat saya merasa bisa
bebas dan lepas menjadi diri sendiri.
Something
in him makes me feel I can freely and completely be myself.
Sesuatu itu adalah ketulusan dan kesederhanaan hati serta
pikiran.
That
something is sincere and simple mind and heart.
Dunia kami boleh jadi jauh berbeda karena usianya baru 13 sementara saya hampir 43, tapi kami berdua memiliki kesamaan yaitu ketulusan serta kesederhanaan
dalam hati dan pikiran. Itu membuat
kami cepat melebur dalam kekawanan yang akrab seakan tidak ada perbedaan di
antara kami.
We may be a world apart because he is only 13 while I will turn 43, but we both have something in common and that is our sincere and simple mind and hearts that unite us in friendship and the
differences between us become nothing.
Orang dewasa umumnya jaim (jaga image), terikat oleh
kesadaran akan senioritas dan junioritas, superioritas dan inferioritas yang
pada akhirnya membuat mereka sulit menjadi spontan, sukar untuk menyatu dan
melebur karena takut sikap atau kata-katanya di anggap tidak sopan atau tidak
hormat terhadap satu dengan lainnya.
Adults
are pretty much concern about their image, bound by junior and seniority,
superiority and inferiority awareness that it is difficult for them to be
spontaneous, hard for them to blend in for they have this fear that they behave
or say things which may be seen as impoliteness or disrespect toward one
another.
Vincent dan saya tidak merepotkan hal-hal itu.
Vincent
and I do not bother ourselves with those stuff.
Orang lain mungkin melihat gaya Vincent sebagai
sesuatu yang tidak sopan, tidak hormat pada orang yang lebih senior darinya.
People
may see his behavior as impolite and disrespectful toward people who are older
than him.
Tapi Vincent tidak memiliki hati yang jahat. Dia hanya lugu, tulus
dan spontan.
But
Vincent does not have an evil heart. He is just being innocent, sincere and spontaneous.
Jadi ketika dia dengan santainya berjongkok di sisi saya dan
menyenderkan lengannya ke paha saya, di lain waktu dia bersandar ke saya atau
menepuk pundak saya ketika lewat di dekat saya, bahwa kami saling membahasakan diri dengan 'gue-elu' dan dia memanggil saya
‘Keke’..
So
when he kneeled beside me and put his arm on my tigh, when he leaned himself to
me or when he casually tapped my shoulder as he passed me, that we use informal language when we are addressing each other and that he just
called me ‘Keke’..
FYI,
in my country we speak in formal language to people who are older than us and
the junior should not address someone who is older than him/her by that person’s first name or nickname.
The junior should thus addressed the senior ones with ‘sir, ma’am, sister or brother’. I have been breaking this
rule by deliberately asking Vincent, my younger cousins, niece, nephews and my
younger friends to just call me Keke.
Saya tidak mempermasalahkan semua itu, saya tidak
tersinggung, tidak melihatnya sebagai kelakuan tidak hormat atau tidak sopan.
None
bothers me, none offends me, as I do not perceive it as disrespect or
impoliteness attitude.
Karena saya tahu hati dan pikirannya tulus dan sederhana. Buat
saya itu lebih penting dari pada kalau dia bersikap dan berkata-kata dengan
sangat sopan dan penuh hormat tapi tanpa ketulusan. Saya tidak menginginkan dan
tidak membutuhkan satu lagi manusia yang tidak tulus.
Because
I knew he has a sincere and simple heart and mind. It is more important for me
than to have him behave and speak very polite and respectful but all without
sincerity. I do not want nor need one more insincere person.
Saya tidak mengatakan orang dewasa adalah orang-orang jahat.
I
am not saying adults are bad people.
Saya hanya kecewa karena menemui kenyataan bahwa hati dan
pikiran orang dewasa terlalu banyak dicemari oleh berbagai aturan, batasan,
ketakutan, kecemasan, kecurigaan serta berbagai macam pertimbangan yang pada
akhirnya mengurangi kebebasan, kegembiraan dan spontanitas dalam interaksi mereka
dengan orang lain.
I
am just disappointed to meet the fact that their hearts are contaminated by
various rules, limitation, fear, worries and consideration that eventually make
them have less freedom, happiness and spontaneity in their interaction with
other people.
Contoh; ketika saya dan beberapa orang
lainnya sedang berkumpul, mengobrol dan nyemil diruangan saya, masuklah seorang senior saya. Karena sedang terlibat dalam obrolan yang seru
maka saya tidak menyadari kehadirannya sampai dia mengejutkan saya dengan..
“Ke, itu tahu goreng?”
image: resepmasakan.com |
One example; when I was in my room, talking and snacking with some
people, a senior came in. I did not realize he was there because I was too
into the conversation and it is why I was surprised when I heard his voice.. “Keke, is that fried tofu?”
Saya berhenti bicara. Menatapnya dan melihat sepertinya dia
berminat sekali pada tahu goreng yang sedang saya pegang.
I
stopped talking. Glanced at him and saw how he wanted the fried tofu I was
holding on my hand.
“Iya. Mau?” adalah reaksi spontan saya dan dengan seluruh
ketulusan “Ini, pak”
“Yes.
Do you want this?”
was my spontaneous reaction and with all my sincerity “Here, sir”
Soalnya itu adalah tahu goreng terakhir.
It
was the last fried tofu.
“Belum saya gigit kok” kata saya ketika melihatnya mundur
“Dan tangan saya bersih. Ini, pak, kalau mau..”
“I
have not took a bite on it”
I said when I saw him shied away “And
I have washed my hand. Here, sir, you can have it..”
Tahu goreng itu memang sudah saya ambil tapi belum saya
makan karena kemudian terlibat dalam obrolan yang seru dengan beberapa orang.
Saya rela memberikannya kalau senior saya memang kepinginnya makan tahu goreng.
Saya bisa mengambil gorengan lainnya.
I
have taken that fried tofu but I have not eaten it because I was deep in a
conversation with some people. I did not mind to give it to my senior if he
wanted it. I could take another fried snacks.
Tapi yah.. itu kan pikiran saya. Tulus dan sederhana.
But
well.. that was my thought. Sincere and simple.
Namun senior saya mengambil gorengan lain tanpa berkata
apa-apa pada saya, meninggalkan sejuta pertanyaan dan keheranan dalam hati
saya..
But
my senior took another fried snack without saying anything to me, left me with millions of question and confusion..
Bandingkan dengan yang terjadi antara saya dan Vincent.
Compare
it with what Vincent and I had.
Suatu saat dia masuk ke ruangan saya sambil mengunyah
sesuatu.
One
time he came to my room, chewing something.
“Makan apa lu?” tanya saya.
“What
are you eating?”
I asked him.
“Coklat” dia menunjukkan sepotong coklat ditangannya, yang
separuh ada di dalam mulutnya “Mau?”
“Chocolate” he showed me a piece of
chocolate in his hand, half of it was already in his mouth “Want some?”
“Mau” jawab saya “Bagi dikit ya”
“Yep” was my answer “Just a tiny bite”
“Nih” dia mengulurkan coklat itu.
“Here”
he held out
his chocolate to me.
Saya pegang tangannya dan bersiap untuk menggigit coklat
yang sedang dipegangnya itu ketika tiba-tiba saya teringat “Eh, elu lagi pilek
kan? Waduh, sori, bro.. kagak jadi deh. Ntar virus elu pindah ke gue”
I
held his hand and was about to take a bite on the chocolate he was holding on
his hand when something struck me “Bro,
you are having cold, right? Gosh, sorry, man.. I can not have this. You will pass me your virus”
Dia nyengir. Sama sekali tidak tersinggung.
He
grinned. Totally unoffended.
Hari Minggu kemarin ini (23/3) seorang senior saya
membawakan sebotol sirop untuk kantor. Menjelang siang..
Last
Sunday (March 23rd) a senior brought a bottle of syrup for the
office. As noon approached..
“Gimana rasanya ya tu sirop” Vincent tiba-tiba bertanya.
“How
does that syrup taste?”
Vincent suddenly asked.
“Ada di kulkas” jawab saya “Bikin sendiri gih kalau mau”
“It
is in the fridge”
I told him “Serve
yourself”
Ketika saya kembali ke ruangan saya, Vincent sedang duduk,
sibuk dengan games di hp-nya. Segelas sirop ada di meja didepannya.
When
I returned to my room, I found Vincent was sitting, busy playing games on his
cellphone. A glass of syrup was on the table infront of him.
“Gimana rasanya?” tanya saya “Enak ga?”
“How
does it taste?” I asked him “Is it good?”
“Belon gue minum” dia nyengir.
“I
have not drink it” he grinned.
“Gue cicipin ya?” saya mengambil gelas itu. Kali ini aman, dia sudah sembuh dari pilek.
“Y'mind if I taste it?” I took the glass. This time I did not hesitate
because he has recovered from cold.
“Minum aja”
“Go
ahead”
Saya minum seteguk “Rasanya agak aneh.. tapi enak juga”
I
took a sip “It
tastes a bit strange.. but quite good”
“Mana?” Vincent mengambil gelas itu dan meminumnya “Hmm..
iya ya.. rasanya mirip apa ya?”
“Yeah?”
Vincent took that glass and drank it “Hmm..
yes.. it tastes like something..”
Bergantian kami minum dari gelas itu sampai siropnya habis.
We
took turn drinking from that glass until we drank all the syrup.
Itu satu dari sekian banyak hal yang indah dalam
persahabatan antara saya dan Vincent. Hal-hal indah hasil dari ketulusan dan
kesederhanaan hati serta pikiran kami berdua.
That
is one of the many beautiful things in the friendship we have. Beautiful things
that is the result from our sincere and simple heart and mind.
Saya berdoa ketulusan dan kesederhanaan hati serta pikiran itu akan tetap ada dalam
dirinya sekalipun tahun-tahun ditambahkan dalam hidupnya.
No comments:
Post a Comment