Agak bingung saya menentukan judul yang tepat karena banyak sekali terjadi pada hari ini (Rabu, 1/6). Beberapa hari terakhir ini memang rasanya seperti menaiki roller coaster. Naik turun melesat cepat sekali.
Jadi cocok juga rasanya kalau jurnal hari ini saya beri judul Roller Coaster.
Sebelum hari ini hanya wali kelas TK B dan teteh yang tahu bahwa saya sedang menghitung hari-hari terakhir saya sebagai guru di sekolah ini.
Semua karena diterimanya saya sebagai karyawan yang Gereja Kristus (GK) sebagai Kepala Rumah Tangga dan Tata Usaha. Di atas kertas saya tercatat sebagai karyawan GK Siliwangi tapi sebetulnya itu adalah pos di GK Pos Kartini.
Pertimbangan demi ketentraman hati, pikiran dan tentunya juga.. dompet (hehe) yang membuat yang membuat saya menerima tawaran pekerjaan itu.
Bukan karena saya tidak lagi menyukai pekerjaan sebagai guru. Bukan karena saya bosan. Saya hanya tidak lagi tahan harus menghadapi tekanan di sekolah ini. Saya bukanlah orang yang cengeng atau mudah menyerah. Tapi 6 tahun bukanlah 6 hari atau 6 bulan.
Saya sebetulnya berharap kesabaran, doa, iman dan keteguhan saya akan membuat keadaan berubah tapi ternyata tidak.
Diperlukan waktu sekitar 2 tahun sebelum doa saya di atas itu di jawab oleh Tuhan. Itulah kehendak Tuhan & itu yang terbaik untuk saya.
Apa yang terjadi saat saya menyampaikan pengunduran diri saya semakin meyakinkan saya bahwa saya memang harus keluar dari sekolah ini.
Reaksi kepsek adalah mengomel. Beliau bahkan tidak bertanya dimana saya diterima bekerja atau menanyakan apa yang membuat saya memutuskan untuk mengundurkan diri.
Dia langsung memasang tampang masam dan merepet yang intinya adalah saya tidak memikirkan kepentingan sekolah, tidak memikirkan bagaimana repotnya mencari guru pengganti. Bahkan kemudian saya jelas-jelas mendengar gerutuannya mengatai saya ‘sekarepe dewe’ dalam bahasa Jawa yang artinya ‘seenaknya sendiri’.
Lha, saya tidak menyalahi aturan kok. Sebulan sebelumnya saya mengundurkan diri. Toh tidak ada kontrak atau perjanjian yang mengikat saya untuk bekerja ditempat ini selamanya. Saya tidak berhutang apa pun di sini. Selama 6 tahun performa kerja saya baik.
“Kalau saya ditempat beliau, saya akan bertanya baik-baik kenapa kamu mengundurkan diri, apa ada sesuatu yang jadi masalah di sini, apakah karena sikap saya” teteh yang saat itu juga mendengar gerutuan menyakitkan hati itu berkata lirih kepada saya “dia seharusnya intropeksi diri”
Tercengang saya menatap teteh. Hah? Tidak salah dengarkah saya? Didepan saya berdiri ‘pembantu sekolah’ yang masih sambil memegang sapu saat mengatakan kata-kata bijaksana itu.
Roller coaster itu melesat turun dan naik. Mengguncangkan.
Saya terguncang mendengar & melihat reaksi kepsek. Lebih terguncang lagi mendengar kata-kata yang diucapkan oleh teteh.
Bagaimana bisa seorang pembantu memilik lebih banyak kebijaksanaan dari pada seorang kepsek? Seorang pembantu, coy! Pendidikan tertingginya mungkin hanya SMP tapi kenapa kok bisa mempunyai hati penuh pengertian dibandingkan dengan seorang kepsek yang bergelar sarjana dari sekolah tinggi teologi!
Roller coaster itu melemparkan saya naik dan turun.
Saya merenungkan peristiwa hari ini sementara saya berjalan pulang ke rumah.
Saya membuat kesepakatan dengan Tuhan bahwa mengingat saya adalah seorang yang keras kepala maka “Jangan berikan saya setumpuk teori” kata saya pada Tuhan dalam doa “Jangan khotbahi saya tentang Alkitab. Bahkan apa yang tertulis di dalam kitab itu tidak akan mampu dan mau saya patuhi. Tapi ajar dan didiklah saya melalui pengalaman hidup”.
Pada waktu itu usia yang masih muda membuat saya lebih keras dari batu, lebih bebal dari pada keledai, lebih pemberang dari seekor banteng tapi anehnya lebih rapuh dari daun semanggi (daun yang saya nilai paling gampang robek). Hehe. Wah pokoke, parah betul diri saya waktu masih muda. Karena itu saya justru senang umur saya tidak lagi muda karena saya jauh lebih baik dari pada waktu saya masih muda.
Tuhan lakukan apa yang saya minta. Saya belajar tentang kebijaksanaan, pengampunan, kesabaran, ketabahan, kasih, kemurahan hati, kepemimpinan, dosa, kesalahan dan banyak hal baik lainnya melalui hal-hal yang saya alami atau yang saya lihat dari orang-orang di sekitar saya.
Bersyukur juga saya karena saya terlahir sebagai orang yang memang bawaannya suka merenung. Pada waktu saya sedang merenung itu Tuhan memimpin pemikiran-pemikiran saya sehingga isinya tidak hanya emosi.
Tulisan-tulisan saya dalam blog ini mungkin sarat juga dengan tumpahan emosi. Syukurnya sejauh ini tidak ada yang protes. Hehe. Tapi begini, supaya pembaca mengerti bahwa ini adalah catatan harian online saya. Bukankah kita mengisi catatan harian lebih banyak dengan hal-hal yang kita rasakan? Jadi tumpahan emosi.
Tidak pernah saya berniat untuk menjadikan jurnal-jurnal saya dalam blog ini untuk menjelekkan atau menjadikannya sebagai media untuk bergosip tentang siapa pun. Karena itu saya selalu mencoba menjabarkan hal-hal yang bersifat objekif. Saya mengemukakan juga tentang apa yang saya dapatkan atau pelajari dari suatu peristiwa atau dari sikap, perilaku atau kebiasaan seseorang yang saya bicarakan dalam jurnal saya.
Jadi sama sekali bukan untuk membangun opini positif atau negatif terhadap individu mana pun.
Roller coaster itu berhenti, turunlah saya. Masih gemetaran, sedikit pusing, mungkin juga agak mual tapi selamat menjejakkan kaki di atas tanah.
Perjalanan hidup saya sarat dengan hantaman badai topan. Tapi setiap kali itu pula saya selalu dapat melaluinya dengan selamat.
Aduh, sampai hampir lupa saya mencatat kegiatan anak-anak saya di kelas. Saya mengawali dengan membagikan buku yang berisi cerita lalu meminta mereka untuk menceritakan kembali isi cerita yang digambarkan dalam buku itu.
Menyusul menulis, menyusun dan menempel huruf ‘s-a-w-i’ lalu gambar sayur sawi itu diwarnai.
Terakhir adalah menggambar buah-buahan. Buahnya bebas.
Di tengah-tengah riuhnya kegiatan di kelas tiba-tiba mata saya tertumbuk pada Rivandio yang dengan sengaja menaruh keranjang warna pink itu di atas kepalanya lalu memasang wajah tanpa dosa. Dia senang sekali melakukan hal-hal kecil untuk membuat saya tertawa. Hehe.
Sekarang saya bisa sedikit menarik napas lega. Berat rasanya harus merahasiakan hal ini dari mereka. Tapi sekarang sedih juga rasanya. Ah, kalau saja saya bisa membawa serta mereka berikut anak-anak itu maka sempurnalah kebahagiaan saya.
____________________________________________________________________________
It’s a bit confusing to choose the right title for today’s (Wednesday, June 1st) journal. It’s been like riding on a roller coaster lately. It swings me up and down so fast.
So many things have happened. So many emotion. So many hopes.
It’s really like riding in a roller coaster. Hm, I think it will make a good title.
2 days ago B class teacher and school’s cleaning lady became the first people whom I informed about my resignation as I’ve been employed as Head of Household and Administration in Christ Church, the church my parents & I have been visiting for 2 years.
For the sake of peace of mind and financially made me accepted this job. So it’s not because I don’t like teaching or am bored of the place or the work. None of such reason. I just can’t take it anymore. It’s been 6 years. Not 6 days nor 6 months.
Headmaster’s reaction upon receiving my resignation shows clearly that I definitely (for my own good) can’t stay any longer. I have to go.
She grumbled, put on sour face. She didn’t even bother to ask where is the place I’ll going to work or ask why I decided to resign. I even overheard her kind of cursed me.
“If I were her, I’d ask why do you want to leave” said the cleaning lady who heard it too “I’d ask myself if I’ve done something improper to you”
Huh? I stared at her in full disbelief. So here it was the school’s cleaning lady stood infront of me still holding a broom and spoke words of wisdom!
I mean, she’s the school’s cleaning lady, guys! She might not even graduated from junior highschool and how could she get wiser than the headmaster who owns a master in theology??
The roller coaster swings me up and down. Sometimes it shakes me hard.
The truth I learned today is definitely a big shake.
It’s a deal I made long time ago when I was young, restless and foolish. Hard as a stone, stubborn like a buffalo, restless like a bull but fragile like a leaf. It was when I asked God to teach me through everyday’s event and through the people I meet. Don’t preach on me, I told Him.
I thought it over as I walked home. I happen to be born with the mind of a thinker.
Oh yes, so I wrote it in high emotion. But it is my online diary. Aren’t we all write more about what we feel in our diaries? So it is not to discredit anyone or to tell gossip about someone. I’ve never had such intention.
Even when I unburdened myself in this blog, I always insterted the wisdom I’ve learned from one incident or from the people around me hoping that I can pass any of my blog’s readers some wisdom too.
The roller coaster stops and I get off of it. Still shaking & feeling a bit dizzy but am now safely landed on the ground.
It always happens that way. All of the hardship I’ve been through I have always came unharmed.
I almost forgot to note down what the kids did in class today. I asked them to see the pictures on a book and tell me what it was about.
Doing subtraction, writing and arranging the letters ‘s-a-w-i’, colored the veggie and the last is drew fruits were today’s activities.
In the midst of class activities I saw Rivandio put that pink basket on his head and put his poker face. He likes to do small silly things just to make me laugh. Lol.
No comments:
Post a Comment