Apa saya melukai perasaanmu?
Ok, anggaplah saya telah melukai perasaanmu.
Ok, so
assuming I have hurt you.
Entah saya telah melukai hatimu, ego-mu, kebanggaanmu, intelektualitasmu,
harga dirimu atau apalah..
Whether I
have hurt your heart, your ego, your pride, your intellectuality, your
integrity or whatever it is..
Apa yang akan kamu lakukan? Seperti apa reaksimu?
What would
you do? How would you react?
*
* * * *
Artikel yang ditulis oleh Dr. Gregory J.
Lantz Ph.D. dan diposting dalam website Pschology Today tanggal 2 February
2016 ini bikin saya terinspirasi buat merangkum point-pointnya (yang saya ambil hanya beberapa saja, cuma inti-intinya dan saya pakai terjemahan bebas);
The article written by Dr. Gregory J. Lantz Ph.D. which was
posted on Pschology Today website on 2 February 2016 inspired me to make summary of the points (only few of it, just the keynotes and I translated it to a simpler Indonesian to make it easier to understand);
1. Recognize the offense for what it is.
Is it
intentional? Is it unintentional? Is it a
misunderstanding?
1. Maksud yang sebenarnya dibalik
peristiwa itu.
Apakah
itu disengaja? Ataukah tidak sengaja? Apakah itu terjadi karena salah
paham?
2. Resist the tendency to defend your
position.
It is
amazing how many confrontations you can diffuse by removing
defensiveness and hostility. When you stick to what you are feeling, you
give the other person permission to explain his or her point of view. Then
together you can come to a consensus, hopefully resulting in mutual forgiveness.
2. Tahanlah keinginan untuk membela diri.
Ada
banyak konfrontasi yang dapat dihindari kalau kamu tidak membela diri dan tidak mengambil sikap bermusuhan. Beri kesempatan pada orang yang menyakiti hatimu untuk
menjelaskan sudut pandangnya. Lalu bersama-sama kalian bisa mengambil jalan
tengah, dengan harapan dapat saling memaafkan.
3. Give up the need to be right.
This can
escalate a bad situation into a worse one. Other people are entitled to
their own thoughts and opinions. When differences of opinions arise, it
does not necessarily dictate that one person is right and the other is
wrong.
3. Jangan merasa sebagai pihak yang benar.
Karena ini
bisa memperburuk situasi. Orang lain berhak memiliki pemikiran dan pendapatnya
sendiri. Di saat terjadi perbedaan pendapat, tidak perlu menentukan bahwa yang
seorang benar dan yang lain salah.
4. Respond, don't react.
This will
require you to pause long enough to take the opportunity to think and
evaluate. Sometimes, just waiting will add needed perspective. By
responding and not just reacting, you exert control over your behavior. Learning
this skill will help you respond appropriately.
4. Merespon, bukan bereaksi.
Ini
berarti kamu harus mengambil waktu lama untuk berpikir dan mengevaluasi. Kadang,
dengan memberi waktu akan memberikan pandangan berbeda. dengan meresponi dan
tidak bereaksi, kamu mempunyai kendali atas perilaku-mu. Mempelajari keahlian
ini akan menolongmu untuk memberikan respon yang tepat.
5. Adopt an attitude of bridge-building
as opposed to attacking.
A
conciliatory attitude is much easier for everyone to deal with than a hostile,
defensive one.
5. Ambil sikap menjembatani dari pada
bersikap menyerang.
Sikap tenang lebih mudah diterima oleh siapa saja dari pada sikap bermusuhan, penuh
pembelaan diri.
*
* * * *
Seorang
rekan kerja saya pada suatu sore masuk ke ruangan saya dengan membawa berita.
Separuh karena heran, separuh karena kesal. Separuh karena hanya mengungkapkan
perasaannya, separuh karena (mungkin) mau mengadu ke saya.
A colleague walked into my room in one afternoon with a news. Part
of it because it amazed her, another part because it upset her. On one side she
just wanted to unburden herself, other side she (probably) wanted to tell me
about it.
Seorang rekannya tidak mengacuhkannya ketika dia berpapasan
dengannya.
Her colleague
ignored her when she passed her.
“Ah, mungkin dia benar-benar ga lihat ibu” jawab saya kalem.
“She probably
really didn’t see you” I replied her calmly.
“Masa sih?” rekan saya tidak bisa menerima pendapat saya
“Segini gedenya saya lewat didepannya masa ga kelihatan”
“How could that
possible?” my colleague couldn’t accept my opinion “I am this big, it would be
impossible for me to be invisible”
“Yah, siapa tahu dia lagi ada beban pikiran sampai ibu yang
segede gaban begini lewat dan dia ga lihat” saya tertawa.
“Well, who knows
she has had many things on her mind that she didn’t see a giant like you passed
her” I laughed.
Rekan saya ikut tertawa.
My colleague
laughed too.
“Bisa jadi” katanya.
“That could be
the case” she said.
“Saya juga suka gitu kok. Sudah deh, ga usah dipikirin” kata saya menenangkannya.
“I have done the
same sometimes. So, don’t bother yourself with it” I said to calm her.
Respon kalem saya membuat rekan saya kalem dan selesailah
perkaranya.
My calm respon
has calmed my colleague and so we rest the case.
*
* * * *
Tapi ada juga yang kasus-kasus yang bikin saya juling.
But there
were cases that drove me crazy.
Yang paling saya sebelin adalah saat saya berhadapan dengan
orang-orang yang mau main lempar tanggung jawabnya ke saya.
What upset me
most are people who tried to ran away from their responsibilities and pass them
to me.
Yang punya jabatan siapa, tanggung jawabnya kok mau dilempar
ke orang lain.
It is their
posts, but the responsibilities are passed to someone else.
Tapi kalau lagi ngomong, widih.. semua jadi kayak ayam
jago.. iye, ayam jago yang kesiangan berkokok.
But when it
comes to talking, wow.. everyone were like a cock.. well, a cock who got up
after the sun rose high on the sky.
*
* * * *
Semakin bertambah usia saya, semakin bertambah juga
pengalaman saya dan dari sini saya bisa mengatakan bahwa masalah yang
sebenarnya adalah bagaimana kita meresponi suatu masalah.
The older I
get, the more experienced I have become and I can tell that the real problem is
our respond toward a problem.
Respon dan reaksi itu berbeda.
Respond and
reaction are two different things.
Reaksi bagaikan ledakan bom. Cepat. Tanpa harus berpikir,
tidak wajib membuat banyak pertimbangan, tidak perlu kebijaksanaan dan
karenanya tidak memperhitungkan efek jangka pendek serta jangka panjangnya.
Reaction is
like an explosion of a bom. Quick. No thinking, no obligation to make many
considerations, no need wisdom and therefore it does not calculate the short
and long effect.
Jadi reaksi kita terhadap suatu peristiwa atau masalah bisa
sama buruknya atau bahkan lebih buruk.
So our
reaction toward an incident or a problem may as worse as it is or may even make
it worst.
www.pixteller.com |
No comments:
Post a Comment