Kata orang, menjadi seorang ibu adalah suatu anugerah.
They
say, it is a blessing to become a mother.
Benarkah begitu?
Is that so?
* *
* * *
Kasus Engeline jadi sorotan media setelah tubuhnya yang sudah membusuk ditemukan terkubur di halaman belakang rumahnya.
news.liputan6.com |
Engeline
case has become the media’s spotlight after her decomposing body was found burried in the backyard of her house.
Penyelidikan mengungkapkan bahwa gadis kecil berusia delapan tahun itu dibunuh.
Investigation
revealed that the eight years old little girl was murdered.
Penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa pembunuhan itu
dilakukan oleh ibu angkatnya sendiri.
Further investigation discovered
that it was committed by her own adoptive mother.
Ada dugaan kuat ini adalah pembunuhan berencana.
There
is strong suspicion this is a second degree murder, an intentional or planned crime.
Motifnya? Harta warisan yang diterima Engeline akan jatuh
pada ibu angkatnya bila Engeline meninggal.
The
motive? Engeline’s inheritance will be given to her adoptive mother if Engeline
passed away.
Banyak orang tersentak. Seorang wanita, yang juga adalah seorang
ibu, membunuh seorang anak kecil karena menginginkan harta warisan itu.
It
shocked many people. A woman, who is also a mother, murdered a child because
she wanted her inheritance.
Tapi itu kan cuma ibu angkat..
But
she is just her adopted mother..
Ibu kandung
tidak akan pernah berbuat seperti itu.
Biological
mother will never do such thing.
Benarkah begitu?
Oh, is that so?
Ketika kita mendengar berita seorang anak dibunuh oleh ibu
kandungnya, kita mengatakan ibu itu sedang dalam keadaan stress atau punya
masalah kejiwaan.
When
we heard news about a child was murdered by his/her biological mother, we said
it was because the mother was having stress or had psychological problem.
Benarkah begitu?
Is it true?
* *
* * *
Pada suatu pagi dalam perjalanan ke kantor, saya melihat
seorang anak laki-laki berusia mungkin tiga tahun yang terjatuh di trotoar,
mungkin karena hilang keseimbangan.
One
morning as I was on the way to the office I saw a little boy who probably three years
old fell on the sidewalk, maybe because he lost his balance.
Reaksi pertama ibunya adalah membentak-bentak anak itu
dengan suara yang keras.
His
mother’s first reaction was yelling at the boy with loud voice.
Anaknya sama sekali tidak menangis karena dengan susah payah
dia sedang berusaha untuk bangkit berdiri tapi tidak berhasil. Melihatnya dalam
keadaan demikian mengingatkan saya pada seekor kura-kura yang berbaring diatas
cangkangnya dan berusaha untuk menggulingkan badannya.
His
son didn’t cry because he was struggling to stand up but he couldn’t do that on
his own. Looking at him reminded me of a turtle lying on his shell, trying
helplessly to roll its body.
Apakah ibunya berhenti membentak-bentak anak itu? Tidak.
Did
his mother stop yelling at the boy? Nope.
Suaranya saja sudah mengundang perhatian beberapa orang yang
naik motor dan berada dalam angkot seperti saya. Tapi yang dilakukannya
kemudian membuat kami semua terkesima.
Her
voice has already drawn attention few motorists and passengers in angkot like
myself. But what she did next really put as all in state of disbelief.
Melihat anaknya tidak juga berhasil bangkit berdiri rupanya
tidak membuat ibu ini iba karena dia menghampiri anak itu, menarik tangan kecil
bocah malang itu dengan kasar dan menggoncangkannya kuat-kuat seakan-akan anak
itu cuma sebuah boneka sambil tetap membentak dan memaki.
Seeing
his son couldn’t get up obviously didn’t soften her heart because she came to
him, pulled the poor boy’s arm and shook him as if he were just a ragged doll
while kept yelling and swearing.
Bisakah kita mentolerir atau memaafkan perbuatan seperti itu
dengan dalih si ibu dalam keadaan stress atau karena menderita kelainan jiwa?
Can
we tolerate or excuse such behavior because the mother, well say.., was under
stress or because of insanity?
* *
* * *
Dalam perjalanan pulang dari kantor hari Minggu tanggal 14
Juni lalu perhatian saya segera tertuju pada seorang anak perempuan di dalam
angkot yang saya tumpangi.
On my way home from the office on Sunday, 14th
June, my attention was soon drawn to a little girl in the angkot I was riding
in.
Awalnya hanya dia yang saya perhatikan karena beberapa kali
dia menatap saya.
At first
she was the one I focused on after she stared at me intensely for several
times.
Kemudian saya memperhatikan wanita berbaju hitam yang duduk
disebelahnya.
Later my
attention fell on the lady with black tshirt who sat next to her.
Yang membuat saya jadi memperhatikan mereka lebih intens
adalah karena sepanjang perjalanan, dari mulai saya naik ke angkot sampai
mereka turun, posisi duduk wanita itu ya seperti yang terlihat dalam foto-foto
ini; duduk membelakangi anak perempuan kecil itu.
What made
me put more attention on them is because the lady sat on that position from the
time I got into angkot until they got off, just as it is shown in these photos.
Selama sekitar setengah jam dalam angkot, mungkin hanya lima
kali dia menengok ke belakang untuk melihat anak perempuan itu.
For about
half hour in angkot, it was probably just five times she looked back to see the
little girl.
Saya sampai sempat berpikir ini ibu dan anak atau bukan ya?
Soalnya tidak ada keakraban di antara mereka, komunikasinya hanya dalam bentuk teguran
dengan suara ketus dari si wanita itu ketika menyuruh anak perempuan kecil itu
untuk duduk, tidak ada rangkulan atau pelukan, tidak ada kata-kata manis, tidak
ada obrolan, memegang pun tidak..
I asked
myself if they were mother and daughter or not? Because there was no intimacy
between them, the only communication between them was when the lady with
unfriendly voice told the little girl to sit, there was no embrace or hug, no
sweet words, no chat, the lady didn’t even hold her.
Saya bertanya-tanya apa anak perempuan ini adalah anak dari
wanita lain yang duduk di samping saya karena kelihatannya mereka ini rombongan
dari yang terdiri dari tiga wanita dewasa dan lima orang anak.
I wondered
if this little girl was the daughter of the lady who sat next to me because it
looked like they were a group of three grown up ladies and five children.
Tapi dari bahasa tubuh si anak perempuan, saya menduga
ibunya adalah wanita berbaju hitam itu.
But the
little girl’s body language made me guessed her mother is the lady in black
tshirt.
Sikap wanita itu yang tidak mengacuhkan anak perempuan kecil
ini (terlihat sekali dia lebih suka bicara dengan dua teman wanitanya)
sampai-sampai dia tidak tahu berapa kali anak itu hampir jatuh karena dia
berdiri saat angkot berjalan dan berhenti (saya yang jadi empot-empotan sampai
refleks berapa kali saya mengulurkan tangan untuk menangkapnya) dan tidak tahu
bahwa dalam kebosanannya anak itu memunguti bungkus permen, tisu dan entah
sampah apa lagi yang berceceran di lantai angkot.
This lady’s
ignorance behavior toward this little girl (it showed clearly that she’d rather
talk to her friends) that she didn’t know the child was almost lost her balance
because she stood when angkot ran and stopped (I was the one who worried she
would fall that I spontaneously reached out to hold her) and the lady didn’t
know that bored with the ride made the girl picked candy wrapper, tissue and
whatever trash scattered on angkot floor.
Kelakuan wanita itu yang mendorong saya untuk diam-diam
memotret mereka. Belum terpikir oleh saya untuk menjadikannya sebagai tulisan
dalam blog.
The lady’s
behavior has encouraged me to secretly took their photos. I didn’t think to
make a post in this blog about her.
Emm.. menurut
anda, kelakuannya dapat dipahami karena mungkin dia sedang stress atau punya
kelainan jiwa?
Umm.. do you think her behavior is
understandable because she might be under stress or having mental issues?
* *
* * *
Empat hari kemudian saya sedang dalam angkot dan dalam
perjalanan pulang dari kantor ketika seorang wanita dan seorang anak perempuan
kecil naik.
Four days later when I
was in angkot on the way home from the office, a lady and a little girl got in.
Posisi duduknya persis seperti wanita dan gadis kecil yang
saya temui empat hari sebelumnya.
Their seated position was
exactly like the lady and the little girl whom I met four days earlier.
Tapi ada perbedaan yang sangat besar. Anda pasti akan bisa
langsung melihatnya.
But there was huge
difference. You can tell it right away.
Dari mulai mereka naik sampai turun, wanita ini duduk dengan
posisi demikian, tapi tangannya tidak pernah lepas merangkul anak perempuan kecil
itu dan ada komunikasi di antara mereka. Bahasa tubuh mereka menunjukkan
keakraban dan kasih sayang.
From the time they got
into angkot until they got off, the lady’s sitting position was just like that, but she put her arm around the little girl's shoulder and there was communication between
them. Their body language showed intimacy and love.
* *
* * *
Ingatlah hal ini baik-baik;
Anak tidak terlahir atas keinginan atau permintaannya
Remember
this;
A child is
born not under his/her wishes or request
Adalah keinginanmu, keputusanmu, pilihanmu, impianmu,
harapanmu, perbuatanmu, hasratmu..
yang membuat anak itu terlahir ke dunia ini
It is your
will, your decision, your choice, your dream,
your wish,
your act, your passion..
that made
that child is born into this world
Anak itu tidak berhutang nyawa padamu,
karena kamu yang menginginkannya
maka kamu harus bertanggung jawab atas nyawanya
The child does not owe his/her life to you
it is you who wants him/her
so you have to be responsible on his/her life
Jangan pernah menghitung jasa baikmu kepada anakmu
Jangan pernah katakan dia membalas air susu dengan air tuba
Never count your good deeds on your child
Never say he/she doesn’t repay your good deeds
Adalah kewajibanmu untuk memberikan segala yang terbaik
untuk anakmu
Kalau kasih itu ada dalam hatimu dan tertanam dalam hati
anakmu
Segala yang dilakukan anak itu padamu adalah perbuatan kasih
Tanpa harus kamu minta atau ingatkan..
It is your
obligation to give the best for your child
If love is
in your heart and roots in your child’s heart
Everything
the child does to you is moved by love
Without
have to be asked or reminded by you..
Jangan perlakukan anakmu bagaikan deposito untuk hari tua
Tugasmu adalah memeliharanya sampai dia dapat berdiri tegak
di atas kakinya sendiri
Ketika dia sudah menjadi demikian
Maka itu artinya tugasmu sebagai orang tua telah selesai
Don’t treat
your child as if he/she were your future time deposit
Your task
is to care for him/her until he/she can stand on his/her own feet
When it is
accomplished
It means
you complete your task as a parent
Apakah anak itu akan berbuat baik padamu atau tidak
Itu adalah refleksi dari bagaimana kamu memperlakukan mereka
dimasa lalu
Atau kalau kamu telah benar-benar yakin
Bahwa kamu telah memperlakukan mereka dengan baik
Maka segalanya kembali pada ada atau tidaknya rasa kasih
dalam hati anakmu
Untuk dirimu..
Whether
that child will treat you good or not
It is the
reflection of how you treated them in the past
Or if you
are absolutely sure
That you
have treated them good
Then it is
the question if there is love in your child’s heart
For you..
Kalau anak itu tidak memiliki kasih dalam hatinya
Untuk dirimu,
Jangan marah, jangan kutuki dia
Berdoalah meminta pengampunan untuknya
Dan berharap anak dari anakmu tidak akan melakukan hal yang
sama pada dirinya
If that
child has no love
For you,
Don’t get
mad, don’t curse him/her
Pray for
forgiveness for him/her
And wish the child of
your child won’t do the same to him/her
Sedih aku baca ini mba..apalagi yg bagian anak kecil jatuh itu... :( tega... udahlah mempermalukan diri sendiri di depan org bnyk gitu dgn kelakuan sadisnya, aku jd ga kebayang gmn dia memperlakukan anknya di rumah :(... apa org2 ini ga bisa mikir, kalo emmang ga mw direpotkan soal anak, ya jgn beranak... kalo memang ga mampu utk merwatnya, ya lakukan hubungan yg aman.. :( Tapi mungkin utk sbgian org yg pikirannya rada dangkal dan ga pinter, yg bgitu2 emg ga kepikiran kali ya :(
ReplyDeleteTerimakasih sudah mengingatkan mbak..saya jg tengah berusaha utk semaksimal mungkin menjaga apa yg saya inginkan yg akhirnya diamantkan pada saya, yakni si kecil ken.
ReplyDeleteSuka sedih memang saat melihat di depan mata sikap demikian antara ibu dan anak. Tp kadang jg gk bs berbuat ap2. Mubgkin kalau org dekat, masih bs menegurnya. Tp gk sllu digubris sih, dicuekin bahkan bs dibentak balik *pengalaman....
Ilmu parenting emang perlu diberikan pd para orang tua...
Tfs y mbak :)
Hiks...saya kadang masih jutek, krn terkadang anak saya aktiffff banget, trus saya kuatiran. Kaya dalam bis, dia akan berdiri, duduk, bahkan klo memungkinkan, bis dikelilingi sampe capek, mulai dari lembut sampe sedikit melotot, kadang dia tetap saja, sambil cengar-cengir
ReplyDeleteTp soal cinta, saya cinta bangets deh
Menyentuh sekali tulisannya Bu Guru. Saya juga pernah menyaksikan seorang anak yang dmarahi ibunya persis di depan saya, gegara si anak muntah di dalam kereta yang kami naiki. Entah anaknya masuk angin atau sudah sakit sebelumnya. Bukannya ditolong atau bagaimana, malah dimarahi di depan penumpang. Sedih sekali saya melihatnya. Sudah sakit masih saja diomelin.
ReplyDeleteYg bikin saya prihatin adalah suatu ironi bahwa ada begitu banyak orang yg tidak bisa punya anak sementara yg punya anak memperlakukan anaknya tidak sebagai anugerah.. aduh, sedihnya.. yg sakit hati saya, lho.. pdhal saya sendiri belon punya anak..
ReplyDeleteAnak memang beragam sifat & pribadinya (tergantung dr warisan DNA yg dia dapat dong).. belum lagi kalau dapat anak berkebutuhan khusus.. wah, betul-betul menuntut kesiapan fisik, mental, emosi, psikologi, keuangan dll..
Kadang tekanan ekonomi yg dihadapi pasutri atau masalah dlm pernikahan mengakibatkan beban tambahan yg kemudian entah disadari / tdk, bisa berimbas pd bagaimana suami/istri memandang & memperlakukan anak mereka.
Yg saya tulis diatas adalah hal-hal yg saya temui dlm keseharian tapi ada bagian yg saya tulis berdasarkan dari pengalaman pribadi sebagai seorang anak..
Ya, setiap orang yg akan menikah (bukan cuma calon orang tua) perlu dibekali dg ilmu parenting. Menurut saya sih, akan lebih baik kalau Posyandu tdk hanya memberikan pelayanan untuk anak tapi juga memberikan konseling dlm hal parenting
semoga saya bisa menjadi ibu yang terbaik untuk fio, anak saya. meski saya bukan ibu yang sempurna.
ReplyDeletetdk ada manusia yg sempurna, mbak dani, kita belajar dr ketidaksempurnaan itu, dr setiap kesalahan, dr setiap sikon, dr setiap manusia.. semua yg kita pelajari itu adlh utk membuat hal2 yg tdk sempurna itu menjadi lbh baik
ReplyDelete