Hai Komandan..
- Pimpinlah kami -
-
Lead us -
Saya suka bingung kalau melihat orang begitu berambisi dan
bahkan sampai ngotot ingin jadi manager, wakil direktur, direktur, presiden..
I just don’t get it when I see
somebody is so ambitious and even push his way to become a manager, vice
director, director, president..
Oh ya.. anda akan mengatakan; ‘Keke, posisi-posisi itu memberikan gaji lebih besar, mendapatkan lebih
banyak fasilitas, kekuasaan dan presitise besar’..
Oh yeah.. you would say; ‘Keke,
those position gives you higher amount of salary, more facilities, bigger power
and prestige’..
Kalau itu adalah hal-hal yang memotivasi seseorang untuk
menempati suatu posisi tinggi maka itu artinya dia sedang membangun rumah di
atas pasir.. tinggal tunggu saatnya kapan dia akan jatuh dan hancur.
If those are the things that
motivate somebody to get high position he is building a house on the sand..
waiting for disaster to arrive to make him fall down and destroyed.
Karena posisi-posisi tinggi itu menempatkan seseorang bukan
sebagai seorang boss atau seorang atasan yang mempunyai gaji lebih banyak,
kekuasaan lebih besar, mendapatkan segudang fasilitas dan hak-hak istimewa yang
menjadikan ego serta rasa bangganya melambung hingga ke langit.
Because those high position
does not place somebody as a boss or a superior who gets high salary, bigger
power, tons of facilities and privileges that boost his ego and pride up to the
sky.
Posisi-posisi tersebut menempatkan seseorang untuk
menjalankan peran dan membawa tanggung jawab sebagai pemimpin.
Those position put somebody to
play the role and to carry the responsibility as a leader.
Menjadi pemimpin itu tidak mudah.
It is not easy being a leader.
Dari dulu saya paling ogah ditunjuk untuk menjadi ketua
kelompok atau untuk memimpin sesuatu. Saya tidak punya ambisi untuk menjadi
pemimpin. Lebih enak (dan lebih aman) menjadi pengikut.
I have always reluctant to be
appointed as head of the group or to lead something. I have no ambition to
become a leader. It is much easier (and safer) to be a follower.
Tapi kehidupan membawa saya pada posisi yang menempatkan
saya sebagai pemimpin.
But life brought me to position
that placed me as a leader.
Dari enam tahun pengalaman saya menjadi guru taman kanak-kanak,
setahun saya menjadi wali kelas playgroup dan setahun menjadi wali kelas TK A.
Of my six years working as
kindergarten teacher, I spent a year incharged in playgroup class and another
one year incharged in class for children age 4-5 years.
Lalu tujuh bulan lalu kelompok persekutuan pemuda di tempat
kerja saya membutuhkan seorang ketua. Selama beberapa bulan posisi itu kosong.
Tidak seorang pun yang maju untuk mengisi posisi itu. Semua berkelit dan
menolak ketika diminta untuk menjadi ketua.
Seven months ago the youth
fellowship in my workplace needed a chief. It has been vacant for months.
Nobody walked forward to take the position. Everyone made excuses and refused
when being asked to fill the position.
Saya menerimanya dengan pemikiran dengan adanya ketua maka
kelompok ini akan dimasukkan dalam struktur organisasi dan mereka akan memiliki
tempat untuk berkarya, belajar serta bertumbuh.
I accepted it because I thought
now that it has a chief, the group is officially in the structure and they
shall have a place to bring forth their creativities and ideas, to learn and to
grow.
Tapi lima bulan kemudian saya melihat hal-hal yang membuat
saya merasa tidak nyaman dan ditambah dengan keberatan Andre karena waktu
kebersamaan kami menjadi berkurang, saya mengambil keputusan untuk mengundurkan
diri sebagai ketua.
But five months after that I
saw things that made me felt uncomfortable and along with Andre’s objection as
that position has reduced our time to get together, I resigned from the post.
Lalu terjadi sesuatu yang membuat saya akhirnya memutuskan akan tetap menjadi ketua mereka, memimpin mereka.
Later something happened that
made me decided that I will remain as their chief, leading them.
Inilah hal-hal yang mungkin tidak pernah diketahui atau
dirasakan oleh anak buah.
These are the things that may
not come to the knowledge of or never have to be endured by the subordinates.
* *
* * *
- Siap berkorban -
-
Willing to make sacrifices -
Hujan lebat tiba-tiba turun tepat ketika saya akan
meninggalkan kantor hari Minggu sore itu.
It poured down exactly at the
time when I was about to leave the office on Sunday afternoon.
Saya memutuskan untuk menunggu sampai hujan berhenti atau
setidaknya mereda karena tidak mau nekad menerjang hujan lebat.
I decided to wait for it to
stop or at least after it ceased down as I didn’t want to soak myself if I
insisted to go through the pouring rain.
Kerjaan selesai, hujannya belum kelar juga.
Work done, the rain has not
stopped.
Jadi saya mandi dulu. Mungkin selesai mandi, hujan berhenti dan saya bisa pulang.
So I took a bath.
Maybe the rain would stop after I took a bath.
Setelah mandi saya kembali ke ruangan saya. Hujan masih turun. Sambil duduk-duduk ingatan saya
melayang pada apa yang terjadi dalam rapat yang beberapa jam lalu saya ikuti. Dan
rasa berat di hati yang memang sudah ada tiba-tiba terasa semakin membebani
hati saya.
I returned to my room after I took a bath. It was still raining. As I sat there my mind just flew back to the things in the board meeting that I attended few hours ago. And the burden in my heart which has been there
felt heavier.
Pertanda tidak baik. Saya pun mencari sesuatu untuk
dikerjakan supaya perhatian saya teralih.
Not good. So I looked
for something to keep me busy so I would be distracted.
Telpon genggam saya berdering. Wah, Andre.
My cellphone rang. It was
Andre.
Kami bicara sebentar. Dia sudah berada dalam pesawat.
Sebentar lagi akan berangkat.
We couldn’t talk long. He was
boarded in the plane. Will be leaving soon.
“Semua baik-baik saja?” dari nada suaranya saya tahu dia
sangat mengkhawatirkan saya.
“Is everything okay?” I could
tell from his voice that he was worried about me.
Tentu saja saya tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Of course I was not okay.
Saya teringat pada rapat yang saya ikuti beberapa jam lalu, pada
hal-hal yang membuat saya bingung, kesal, malu, marah dan hujan keparat ini
membuat saya tidak bisa pulang, saya capek, mengantuk, saya merindukan rumah
saya, orang tua saya, anjing saya, kamar saya yang nyaman..
My mind flew back to that meeting that I attended few hours earlier, to the things that confused, upset, embarrassed, angered me
and this damn rain made me unable to go home, I was tired, sleepy, I missed my
house, my parents, my dog, my comfortable room..
Dan ya ampun… saya ingin sekali Andre ada disisi saya, dalam
keadaan seperti ini saya ingin sekali dipeluk dan saya berada di kantor yang
sepi, sendirian.. Kami harus menunggu
lima hari sebelum bisa bertemu.
And gosh.. I really wished
Andre could be by my side, when I was weary I wanted to be hugged and there was
I all alone in a quiet office.. We have to wait
another five days before we can see each other.
Begitu percakapan kami selesai.. beban di hati saya terasa
demikian berat sehingga air mata
saya runtuh tanpa bisa dibendung lagi.
Once our conversation was
done.. my heart was so weary that tears just fell
down uncontrollably.
Wah, saya panik juga karena tidak biasanya saya jadi cengeng
seperti itu. Saya nyaris tidak pernah menangis dan kalau saya menangis, maka
itu saya lakukan ditempat tertutup supaya tidak terlihat oleh orang lain.
Oh no, it panicked me because
it is not my habit to become so mellow like that. I hardly ever cry and when I
did cry, I would do that behind closed door, away from people’s stare.
Untung saja tidak ada yang datang ke ruangan saya sehingga saya
punya waktu beberapa menit dalam keheningan jadi saya punya privasi untuk menangis,
berdoa dan menenangkan diri.
Good thing no one came to my room so I had few minutes in total silence of privacy to cry, pray and gained
back my composure.
* *
* * *
- Jangan pernah meninggalkan anak buahmu -
-
Never deserted your men -
“Kita kayak orang tolol ya di dalam sana” teman saya menatap
saya sambil tertawa.
“We were like idiots in there”
my friend stared at me as she laughed.
Saya ikut tertawa.
I joined in her laugher.
“Si …. juga diam aja waktu ibu…. ngomong” tambah teman saya
itu. Nyengir gemas.
“And … said nothing when that lady …. talked to us” she added. Grinned upsetly.
Ya. Saya teringat ketika seorang anggota dewan mengatakan
kata-kata kepada kami berdua, opini, pertanyaan dan kritikan yang lebih tepat ditujukan kepada pembimbing rohani kami
dari pada kepada kami.
Yes. I remembered how one of
the board member said things to us which she should address her opinion, question and critique to our spiritual mentor
than to us.
Malam sebelumnya kami mendiskusikan hal-hal yang akan kami
bicarakan dalam rapat itu dan pembimbing rohani kami mengatakan kalau ada komentar atau
pertanyaan seputar wewenangnya, dia yang akan bicara.
The night before we discussed
about the things we were going to say in that meeting and our spiritual mentor said he
would answer any comment or questions regarding his jurisdiction.
Tapi kenyataannya dia diam. Membiarkan kami dipojokkan. Dan
baru bicara setelah saya meminta dia untuk bicara.
But it turned out he just said nothing. Left us to be cornered. And he only spoke after I asked him to speak.
Saya sudah cukup jengkel mendengar omongan yang dikatakan
oleh anggota dewan. Tapi saya lebih jengkel karena dia tidak konsisten dengan omongannya sendiri.
It already pissed me to hear
what that board member said. But it pissed me more to see his inconsistency with his own.
Saya adalah ketua kelompok pemuda ini tapi kami memiliki
pembimbing rohani yang harus mendampingi kami. Dalam beberapa hal posisinya
berada di atas saya. Kami saling membutuhkan dan karena itu kami harus saling
mendukung.
I am the chief of this youth
group but we have a spiritual mentor to guide us. In some cases his position
makes him more superior than me. But we need each other and so we have to
support one another.
Ketika dia diam tepat di saat ketika kami membutuhkannya dan
di saat dia mengetahui kami membutuhkannya.. saya belum pernah merasa demikian
dikhianati.
When he shut his mouth right at
the time when we needed him and he knew we needed him.. I have never felt so
betrayed.
* *
* * *
- Membawa lebih banyak beban -
-
Carry most of the burden -
“Pembicaraan kita ini dan hal-hal yang terjadi dalam rapat
tadi biarlah hanya kita yang tahu” pesan saya pada teman saya itu “Pasukan kita
tidak perlu tahu. Bukan apa-apa, tiap orang memiliki tingkat kedewasaan dan
kerohanian yang berbeda. Kalau mereka tahu tentang hal ini, belum tentu mereka
bisa mengerti. Mereka bergantung pada kekuatan arus. Jadi biarlah mereka hanya
tahu acara kebersamaan pemuda kita tetap berjalan. Mereka tidak perlu tahu
bagaimana perjuangan kita tadi dalam rapat”
“We better keep this
conversation and the things in that meeting only to us” I told my friend “The
guys need not to know. It is not that I don’t want them to know, it is that
every people has their own level of maturity and spiritual understanding. If
they know these things, they may not able to understand. They depend on the
flow. So let them know that our outdoor gathering will be held. They don’t need
to know what we had to go through in that meeting”
Teman saya mengangguk. Saya bersyukur karena dia bisa mengerti.
My friend nodded. I am grateful
she could understand.
Menjadi pemimpin seringkali seperti menjadi perisai bagi
anak buah. Ketika peluru ditembakkan, pemimpinlah yang terkena duluan karena
dia yang berdiri di depan.
Being a leader is like being a
shield to his men. When a bullet was fired, it was the leader who got hit first
because he stood infront of his men.
Orang yang ingin duduk di atas takhta dan dilayani, dia bukanlah
seorang pemimpin. Orang seperti itu adalah atasan, boss.
Somebody who wishes to sit on
the throne and being served is not a leader. That kind of person is a superior,
a boss.
* *
* * *
- Pencapaian kelompok lebih penting -
-
Goal achievement is more important -
Ketika mendengar senior-senior saya meyakinkan bahwa acara
kebersamaan kami mendapatkan dukungan dan persetujuan mereka, hal itu
memberikan kebahagiaan tersendiri bagi saya.
When I heard my seniors
convinced us that our outdoor gathering has their support and permit, it gave
me quite a happiness.
Padahal sejujurnya acara itu tidak saya rasakan sebagai
sesuatu yang saya butuhkan secara emosi dan rohani.
To be honest I don’t feel that event
will be something I need emotionally and spiritually.
Acara ini adalah untuk pasukan pemuda yang saya pimpin. Acara ini penting untuk
mereka. Acara ini akan membawa arti untuk mereka.
This event is for the guys in the youth group. This
event is important for them. This event will leave good impact on them.
Itu sudah cukup untuk saya ketahui dan untuk membuat saya
gembira.
That is enough for me to know
and to make me happy.
* *
* * *
- Kami membutuhkanmu -
-
We need you
-
Ketika saya sedang berusaha untuk menenangkan diri, sempat
terpikir oleh saya untuk apa saya mau bersusah payah memperjuangkan anak-anak
muda ini.
When I was trying to calm
myself down, it crossed my mind what on earth made me wanted to fight my way to
stand for these young people.
Lalu muncul pesan blackberry. Seorang dari mereka menanyakan
apakah acara kebersamaan pemuda akan dilaksanakan.
A blackberry message came. One
of them asked if the outdoor gathering will be held.
Ya, jawab saya, syukur pada Tuhan, berkat dukungan doa
kalian juga.
Yes, I replied her, thank to
God, for your prayers too.
Syukurlah, balasnya, syukur pada Tuhan. Semangat, ibu
ketua..
Thank goodness, she messaged me
back, thank God. Keep up the spirit, chief..
Semangat, ibu ketua
Keep up the
spirit, chief
Air mata saya runtuh lagi. Tepat di saat saya sedang merasa
down.. dia tidak tahu besarnya arti kata-katanya itu.
My tears flooded out again.
Right at the time I was feeling down.. she didn’t know how much her words meant
to me.
Dan terima kasih, Tuhan, untuk memberitahukannya pada saya..
And thank you, God, to let me
know this..
* *
* * *
- Lakukan yang terbaik tapi jangan mengandalkan
dirimu sendiri -
Setidaknya seminggu sebelum rapat itu diadakan, saya sudah
mulai mendoakannya. Saya juga minta supaya anggota kelompok pemuda juga ikut
mendoakannya. Bahkan malam sebelum hari H, saya masuk ke ruang rapat dan selama
beberapa menit saya berada sendirian di dalam ruangan itu, saya berdoa.
I have prayed for the meeting
since at least a week before that it was held. I also asked members of the
youth group prayed too. The night before the D day I even went to the meeting
room and was all alone in there for few minutes, I prayed.
Besoknya dalam rapat terjadi hal-hal yang sudah saya
tuliskan di atas. Hal-hal yang membuat saya bingung, kesal, malu dan marah.
Tapi doa-doa saya menjadi seperti perisai yang melindungi dan terutama membuat
penguasaan diri saya tidak jebol.
The next day there were things
happened in the meeting as I have written about them on the above. The things
that confused, upset, embarrassed and angered me. But my prayers have become
like a shield and mostly it made my self-control remained intact.
Saya dan tim kami melakukan persiapan. Itu adalah upaya
terbaik yang dapat kami lakukan sebagai manusia tapi di atas segalanya tetaplah
mengandalkan Tuhan karena Dia adalah sumber dari segala yang kita butuhkan.
My team and I made our
preparation. That was the best thing we could do as human but above all else
rely on God because he is the source of everything we need.
Tuhan adalah kunci keberhasilan seorang pemimpin.
God is a leader’s key of
success.
No comments:
Post a Comment