“Wah, siapa yang mau married?” saya bertanya ketika melihat undangan pernikahan diatas
meja makan.
“Debbie mau cerai” Andre memberikan segelas kopi pada saya.
“Debbie is
getting a divorce” Andre handed me a mug of coffee.
Dia menatap saya dan tertawa melihat muka saya yang
jelas-jelas kelihatan bingung. Ya, gimana tidak bingung? Saya tanya siapa yang
mau nikah, eh, dia jawab Debbie mau bercerai.
He looked
at me and laughed to see confusion clearly printed on my face. Who wouldn’t? I
asked him who was getting married and he told me Debbie is getting a divorce.
“So, ada yang mau nikah sementara yang lain ada yang mau bercerai?” gumam
saya.
“So, there
is a couple getting married while and another getting a divorce?” I mumbled.
“Yap”
“Yep”
“Saya pikir selama ini pernikahan Debbie baik-baik saja”
saya sulit percaya pada berita yang terakhir “Dan dia sudah nikah lebih dari 20 tahun. Beneran
dia mau cerai? Kamu dengar dari mana?”
“I thought
her marriage was doing okay” I found the latter news pretty much hard to believe “And she has been
married for more than 20 years. Is it true she is getting a divorce? Where did
you hear that news?”
“Dia sendiri yang bilang”
“I heard it
from her”
“Kapan?”
“When?”
“Tadi pagi saya ketemu dia. Dia titip salam ke kamu. Dia mau
balik ke UK akhir minggu ini buat urus surat-surat cerai”
“I met her
this morning. She told me to send you her regards. She is leaving to UK end of this week to take
care the divorce paper”
Kami berdua terdiam.
We both
went quiet.
Yang akan menikah dan yang akan bercerai adalah teman-teman
kami.
The ones
who are getting married and the others who are getting a divorce, they are our
friends.
Saya menghela napas. Satu berita baik dan satu berita yang
menyedihkan hati.
I took a
deep breath. One good news and one heart breaking news.
“Semua hubungan dimulai dengan cinta, membawa begitu banyak
kebahagiaan, harapan dan optimisme. Tapi setelah melalui kurun waktu tertentu,
ada yang tetap bertahan dan yang lain berantakan” saya menatap Andre “Kenapa
bisa demikian? Apanya yang salah?”
“Every relationship is started with love, having so many happiness, hopes and optimism. But after a period of time, some survived while others broken” I looked at Andre “Why? What has gone so awfully wrong?”
Andre mengangkat bahu “Jatuh cinta itu mudah, tapi tidaklah
mudah untuk mempertahankan suatu hubungan”
Andre
shrugged his shoulder “Falling in love is easy, staying in a relationship is
not easy”
Dia menepuk pipi saya “Ada banyak hal. Tapi kepribadian tiap
orang menentukan kemampuannya mempertahankan hubungannya”
He patted
my cheek “There are many things. But every personality determines his/her
ability to stick in a relationship”
Saya merenungkan kata-katanya.
I thought
about his words.
Dia benar; Mempertahankan cinta adalah
hal yang sulit. Itu sebabnya kita lebih sering terjebak dalam kebencian,
kemarahan atau ketidakpuasan atas kekurangan atau kelemahan dalam diri
orang-orang disekitar kita.
He is
right about one thing; holding on to love is a hard thing to do. It is why we
easily trap in hatred, anger or dissatisfaction toward people’s weaknesses.
Yang kita cari adalah, kebahagiaan dan kepuasan diri sendiri.
What we seek is personal happiness and contentment.
Padahal bagian dari cinta adalah dengan setulus hati
menginginkan yang terbaik untuk orang lain.
Where in
fact part of loving is sincerely wanting the best for others.
Memberikan yang terbaik untuk orang yang dicintai atau yang
dikasihi.
Giving the
best for loved ones.
Mengesampingkan ego.
Cast ego away.
Saya kira itulah yang membuat suatu hubungan bisa tetap
bertahan.
No comments:
Post a Comment