Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, February 11, 2013

Indonesian and Spices

Rempah-rempah alias bumbu dapur. Hehe. Jangan nyebut diri orang Indonesia kalau ga tahu bumbu dapur. Biar pun ga bisa masak atau jarang turun ke dapur, yang namanya bumbu dapur pasti dong tahu.

Biji Pala, Ketumbar, Jinten, Cengkeh, Kemiri, Kunyit, Langkuas, Laos, Jahe, Sereh, Daun Salam, Kayu Manis, Kencur, Asam... sebagian dari sekian banyak rempah-rempah Indonesia.

Beberapa waktu lalu saya menonton Kompetisi Master Chef Australia dan dalam episode kali itu ditayangkan saat dua pesertanya berkesempatan untuk belajar masak pada seorang koki (chef) terkenal yang ahli dalam bidang bumbu dapur.

Nutmeg (Biji Pala)
Saya melihat bagaimana Chef dan kedua peserta kompetisi Master Chef dengan takzimnya membicarakan deskripsi, karakteristik, tampilan dan aroma dari masing-masing bumbu-bumbu dapur yang tersaji di atas meja.

Heran dan lucu juga sih memperhatikan mereka membicarakan dan mendiskusikan bumbu dapur begitu serius, bahkan terlihat kekaguman dan juga rasa hormat pada bumbu-bumbu yang buat kita orang Indonesia sudah jadi pemandangan sehari-hari…

Maksud saya, aduh mak…, bumbu gituan doang sih di dapur saya juga banyak. Kalau habis? Gampang, noh, tinggal beli di tukang sayur yang lewat di depan rumah atau jalan dikit ke warung.

Intinya adalah kalau soal bumbu dapur… apa istimewanya buat kita orang Indonesia?!.. betul ga?..

Tapi lihat bagaimana itu bule-bule memandang, mengamati, mendiskusikan, membaui aroma setiap bumbu dapur tersebut dengan sikap demikian takzim, kagum, hormat, serius seakan mereka sedang menghadapi sesuatu yang sakral, langka, yang sangat berharga dan mengagumkan.

Cumin (Jintan)
Mungkin karena bumbu-bumbu dapur itu tidak bisa tumbuh di negeri-negeri Barat sampai menjadi demikian berharganya bagi mereka. Kita ingat saja pelajaran di sekolah dulu tentang VOC. Demi rempah-rempah, bule-bule itu sampai menyeberang samudera dan malah pake perkara perang segala.

Orang Indonesianya sendiri malah suka ga nyadar betapa beruntungnya kita karena ga susah buat dapetin bumbu dapur.

Galingale (Laos)
Dan aneka ragam bumbu dapur itu yang bikin masakan Indonesia rasanya mantap. Ayam goreng, rendang, pepes, sayur asem cuma sebagian dari contoh masakan Indonesia yang rasanya sedap karena perpaduan berbagai macam bumbu dapur. Biar pun proses masaknya jadi lebih lama dan agak ribet buat mereka yang tidak suka masak atau tidak punya banyak waktu. Tapi bumbu-bumbu itu bikin masakan Indonesia punya ciri khas dalam rasa dan aroma. Yang pasti sih di jamin enak… hehe.

Saya juga suka masakan bule tapi menurut saya bahan-bahannya hanya berkisar-kisar antara mentega, bawang putih, bawang bombay, peterseli, keju. Variasinya paling ya kadang pake daun rosemary, sage, thyme, safron, basil, yoghurt, saus tomat, cuka apel.

Kecap aja jarang di pake. Yang ada malah anggur merah yang di pake. Beneran! Pertama kali saya melihat anggur merah di campur ke dalam masakan adalah waktu saya menonton acara masak Rachel Ray dan kemudian melihat sendiri Andre menuangkan anggur merah ke dalam stew (semur) yang sedang dimasaknya. Saya sempat menebak-nebak dalam hati bagaimana rasanya ya. Untungnya tetap enak. Ya, buat lidah saya sih masih masuk kategori enak. Entah buat orang Indonesia lainnya.

1950 (my great-grandmother holding my cousin)
Eh, omong-omong soal rempah-rempah, kata nyokap saya, almarhum neneknya (nenek buyut saya) selalu mengantongi cengkeh. Jadi nenek itu beraroma cengkeh. Lain dari yang lain kan. Umumnya manula berbau berbagai macam obat gosok atau bau keringat karena jarang mandi berhubung kondisi fisik yang tidak sehat.. hehe.. jadi jelas jarang dong ada yang berbau harum aroma rempah. Tapi sayangnya beliau meninggal jauh sebelum saya lahir jadi saya tidak pernah bertemu dengannya. Kalau tidak, pasti saya betah berada dekat-dekat dengannya karena saya suka dengan aroma cengkeh.. hehe.

Masih berhubungan dengan pengalaman saya seputar rempah-rempah ini, beberapa tahun lalu rumah kami kedatangan mahasiswa-mahasiswa Korea yang sedang mengadakan studi lapangan ke Indonesia. Mereka mendapat kesempatan untuk melewatkan satu hari di rumah orang Indonesia agar dapat sedikit merasakan kehidupan penduduk lokal.

Ketika itu kami menunjukkan cara membuat semur. Dan saya menahan tawa ketika melihat mereka terbingung-bingung melihat rempah-rempah yang dimasukkan ke dalam masakan itu. Saya kira saya yang paling bloon kalau sudah sampai ke urusan masak. Tapi melihat muka bingung mahasiswa-mahasiswa itu saat kepada mereka disodorkan biji pala dan cengkeh, saya sadar bahwa di dunia ini ternyata ada yang jauh lebih bloon dari saya dalam urusan mengenali bumbu dapur… hehehe…

Hebat ga tuh rempah-rempahnya orang Indonesia?
______________________________________

Cooking spices are too familiar stuff for Indonesian. Even to those who can’t cook or rarely cook. Indonesian grow up with spices. We have them stored in our kitchen.

Turmeric (Kunyit)
Nutmeg, coriander, cumin, clove, candlenut, turmeric, galangale, galingale, ginger, lemongrass, laurellike leaf, cinnamon, greater galingale, tamarind.

In an episode of Master Chef Australia that I watched some time ago, it showed two of its contestant were sent to a well known chef to get some cooking lesson.

What I saw is the chef and those contestants talked and discussed the description, characteristic, appearance and aroma of each spices that were on the table.

Tamarind (Asam)
I couldn’t help not to feel funny and amazed to see how they looked so serious and even in sort of awe mixed in respect toward those spices. The same spices that Indonesian see everyday because they have them in their houses.

I mean, they are just cooking spices. We have them in our houses and when we need more we can buy it from the spice vendors. Such vendors are easily to be found around the neighborhood.

So spices are not some foreign stuff for Indonesian. So common that I think most of Indonesian don’t think them to be any kind of special stuff at all.

But just look at those westerners who studied, talked, discussed and smelled the aroma of those spices with an attitude as if they were facing sacred, rare, very valuable and disirable stuff.

VOC (United East India Company, Dutch Commercial Enterprise)
sailed to Far East between 16th to 18th centuries
Maybe because they can’t grow those spices in their countries. Back then in school we learned about the Dutch who crossed the ocean and even went into battles for those spices.

And Indonesian sometimes take it for granted that they can get it anywhere, without have to give much struggle.

The same spices that make Indonesian dish rich in flavor and surely taste good. Fried chicken, rendang dish (meat simmered in spices and coconut milk), pepes dish (fish wrapped in babana leaf and roasted), sour vegetable soup are just few of Indonesian dish that use many kind of spices. The cooking may take longer and are not simple, something that people with less interest in cooking or with less time may not keen to cook such dish, but those spices are what make Indonesian dish rich in flavor.

I do enjoy and like western dish but I think most ingredients are about butter, garlic, onion, parsley, cheese. With rosemary leaf, sage, thyme, saffron, basil, yoghurt, tomato sauce and vinegar as variant ingredients.

They even rarely put ketchup into their dish. What I saw is red wine added to the cooking in Rachael Ray cooking show and so did Andre when he cooked stew. I wondered how the stew would taste when I saw him poured some red wine into the dish. Well, to my taste it felt quite good but I don’t know what other Indonesian would think if they taste it.

Clove (Cengkeh)
Oh, speaking about spices, my mom told me about her late grandmother (my great grandmother) who always put some clove in her pocket so while other elderly usually smell of liniments or sweat because they don’t bath regularly due to physical condition, my late great grandmother smelled like clove. It is a pity that she passed away long before I was born. I would love to be around her if she were still alive because I love the smell of clove and she smelled like one. Lol.

My encounter with spices continue to the thing that happened few years ago when we hosted few Korean university students who were in field trip to Indonesia. They were given opportunity to spend a day at local people’s houses so they could see how the local lived.

We showed them how to cook stew. And I hold my laugh upon seeing their confuse look when we showed them the nutmeg and clove that are the spices adding into the dish. At the time I thought I was the lousiest one when it came to spices. Those students made me realized that I was not the lousiest one at all. Lol..

Indonesian spices, you rock!

No comments:

Post a Comment