Saya baru ngeh itu toko
apa setelah berada didalamnya.
“Good morning” sapa
pemilik tokonya dengan ramah. Melihat isi toko itu dan juga penampilan
pemiliknya membuat saya nyengir.
“These are new designs”
lelaki itu menunjukkan berbagai macam gambar.
Saya jadi ikut tertarik
untuk melihat-lihat.
“I’m thinking to get
myself a new tattoo” si bule menggumam, bergantian menatap saya dan kemudian
menatap pemilik toko itu.
Saya cuma mengangkat
bahu. Kami berdua memiliki semacam perjanjian tidak tertulis tentang tidak
boleh berkomentar mengenai selera masing-masing dalam berbusana atau berdandan.
Maksudnya begini, dia
tidak pernah berkomentar tentang gaya cuek saya berpakaian, memilih sepatu atau
rambut saya yang selalu pendek. Dari pengalaman, dia tahu saya tidak suka
dikomentari untuk hal-hal tersebut. Walaupun mungkin dia ingin melihat saya
tampil lebih manis dan feminin tapi dia memilih diam. Saya sih tetap bisa tahu dia keberatan
dengan hanya dengan melihat kerutan dikeningnya, tatapan matanya atau bentuk garis mulutnya.
Hehe.
Nah, jadi saya juga tidak
mengomentari soal penampilannya. Padahal sebetulnya ada beberapa hal yang saya
tidak terlalu suka. Tato adalah salah satunya. Si bule sudah punya 3 tato
dibadannya. Di lengan atas kiri dan kanan ada, dilengan kiri bawah juga ada.
Kalau dia berpakaian rapi, berbaju lengan panjang atau memakai jas tentunya
tidak kelihatan. Tapi di rumah atau bila sedang liburan, dia berkeliaran hanya
memakai kaos lengan pendek, singlet atau kadang malah cuek saja hanya bercelana
pendek tanpa atasan seperti yang dilakukannya bila kami pergi ke pantai.
Pagi itu saya mendengar
dia berkata ingin punya tato lagi. Wah. Buat saya sih rasanya 3 tato sudah
cukup banyak. Tapi saya diam saja. Itu toh badan dia. Selera dia. Pilihan dia.
“Do you like this one?”
dia menunjukkan sebuah gambar. Kamu suka
ga yang ini?
“Where are you going to
put it?” mau kamu taro dimana?
“We have some designs for
the lady” pemilik toko itu tersenyum pada saya “incase she’s interested”. Kami punya beberapa contoh tato untuk pacar
anda. Kalau dia tertarik.
“I have sensitive skin”
jawab saya. Kulit saya sensitif.
“How about temporary tattoo?” mau coba tato yang ga permanen?
“That’s up to her” si
bule tersenyum sambil menatap saya. Itu terserah
dia.
Saya berpikir-pikir. Tapi
pemilik toko itu sudah mengambil sesuatu. Lalu mengoleskannya ditangan
saya.
“We see if you’re not
allergic with the ink” katanya. Uji coba apa kulit saya alergi atau tidak alergi
dengan tintanya.
Ternyata memang tidak
terasa apa-apa selama saya menunggui si bule di tato. Jadi ketika mereka
selesai dan pemilik toko itu datang untuk melihat bagaimana reaksi kulit saya
yang tadi diolesinya dengan sedikit tinta, saya memutuskan mau di tato yang
tidak permanen. Yah, sebetulnya sih bukan tato namanya. Ini mah cuma digambar.
“Where do you want me to
put it?” mau di taro dimana?
Hmm.. setelah berpikir
sejenak saya memutuskan untuk memilih pinggul saja. Disitu kan tidak kelihatan.
“Sexy spot” si bule
nyengir “now everytime I see your hip, I will want to kiss it”. Haha. Saya
spontan ngakak mendengarnya. Setengah malu juga sih kalau dia sudah mulai
menggoda saya kayak begitu.
Tapi malamnya saya
berpikir, peristiwa-peristiwa dan segala kelakuan manusia bisa diibaratkan
tato. Semua itu tercetak tidak hanya dalam ingatan kita. Beberapa diantaranya
mempengaruhi sifat dan kebiasaan kita, bahkan membentuk diri kita menjadi
manusia-manusia seperti sekarang ini.
“I hope the ‘tattoo’ I
left in you is the biggest and most beautiful one” dia memeluk saya setelah
saya menceritakan apa yang ada dalam pikiran saya. Mudah-mudahan ‘tato’ yang saya taro dalam diri kamu adalah yang
terbesar dan terindah.
“I think you already
have” saya nyengir. Kayaknya memang sudah
tuh.
Berapa banyak ‘tato’ yang
anda miliki dalam hati, ingatan dan kehidupan anda? Siapa saja yang
menaruhkannya disana? Mudah-mudahan lebih banyak yang baik dari pada yang
buruk. Adakah yang bersifat permanen atau yang hanya sementara?
Kehidupan dan manusia
meninggalkan kesan bagaikan tato. Bermacam jenis dan desainnya.
Si bule memilih jenis
tato permanen, berdesain lebih rumit dan menaruhnya ditempat yang mudah terlihat.
Beberapa peristiwa dan kelakuan, perkataan atau perbuatan manusia dapat
diibaratkan demikian pula, memberi kesan atau pengaruh yang permanen, memiliki
kerumitan atau lebih rinci dari yang lain, mudah diingat dan dampaknya jelas
terlihat.
Sementara saya memilih
jenis tato tidak permanen, berdesain sederhana, berukuran kecil dan menaruhnya
ditempat tersembunyi bisa menggambarkan beberapa peristiwa dan kelakuan,
perkataan atau perbuatan manusia memberi kesan yang tidak terlalu mendalam dan
dengan berlalunya waktu akan segera hilang, terlupakan.
____________________________________
“Let's see what they've got here” my dear friend pulled my hand
as he entered that small shop.
I realized what shop it was after we got inside.
“Good morning” a man, who I assumed is the shop owner,
greeted us. Seeing the stuff in the shop and him made it more clear that it was
a tattoo shop.
“These are new designs” he showed us many tattoo samples.
It got my attention.
“I’m thinking to get myself a new tattoo” my dear friend
looked at the guy and then turned to me.
I just shrugged my shoulder. We have some sort of unwritten
agreement of not making any comment on each other’s way of dressing, hairdo,
stuff like that.
It means he doesn’t comment my casual-tomboy style of clothing,
my shoes or my short hair. Experience has taught him that I dislike to be
commented on those stuff. However, he still finds his own way of showing me his
dislike or disapproval by lifting his eyebrow, the frowned face or the line on
his mouth. Yeah, I can see those gestures.
So I do the same to him when actually there are stuff that I
dislike about his appearance. The tattoo is among them. He has three already.
He has one on each of his upper right and left arms, one in his left arm. They
are hidden behind his long sleeves shirt or jackets but when he is at home or
vacationing he rarely dressed formarly. He goes by tshirt or just wears shorts
when we are in the beach.
That morning I heard him telling me that he wanted another
tattoo. For me three are more than enough. But I didn’t say a word. It’s his
body. His interest. His choice.
“Do you like this one?” he showed me a picture.
“Where are you going to put it?”
“I don’t know. The shoulder, I think” he patted his left
shoulder.
“We have some designs for the lady” the shop owner smiled at me “incase she’s interested”.
“I have sensitive skin”
“How about temporary tattoo?”
“That’s up to her” my dear friend smiled as he stared at me.
I thought about it. But in the meantime the shop owner went
to get something and before I could say anything, he smeared it on my upper
hand.
“We see if you’re not allergic with the ink” he was testing
it on my skin.
But until he was done tattoing my dear friend, no allergy
signs appeared on that skin so I decided that I wanted to have an unpermanent
tattoo. Well, I can’t say it’s a tattoo. It’s more like a body painting.
“Where do you want me to put it?”
“Sexy spot” my dear friend winked as he teased me “now everytime I see your hip, I will want to kiss it”. I laughed it, half in embarrassment.
But later in the evening I thought life events, the things
people say or do are actually like tattoo. They are imprinted in our memory,
influencing our personality, character or habit. They can even make us as the
person we are today.
“I hope the ‘tattoo’ I left in you is the biggest and most
beautiful one” he hugged me tight after I shared him that thought.
“I think you already have” I smiled.
How many tattoos do you have in your heart, memory or life?
Who put them there? Well, I hope the good ones are more than the bad ones.
Life and people leave prints like tattoo. They come in
different designs, size and placed in different places.
My dear friend chose a permanent tattoo with more
complicated design, bigger size and placed it in visible spot. Life events, the
things people say or do are sometimes like that, it is permanently imprinted in
memory, its detail and deep impact are visible.
No comments:
Post a Comment