18 September 2010 - 18 September 2015
Selamat ulang tahun, blog saya tersayang, www.kekeyohanes@blogspot.com
Happy birthday, my
dearest blog, www.kekeyohanes@blogspot.com
Lima tahun.
Five years.
Lima tahun lalu saya mulai belajar membuat blog. Saya belajar
membuat dan mendesain templatenya, dari yang bentuknya masih amat sangat
sederhana sampai akhirnya jadi lumayan cantik seperti sekarang.
Five years ago I started
learning how to make blog. I learned to make and design the template by myself,
from the most simple one to the present not-too-bad appearance.
Selama lima tahun ini saya belajar untuk menulis dengan
lebih terstruktur.
In these five years I
learned to write structured writings.
Bagi saya mencari ide untuk dijadikan suatu tulisan bukan
hal yang sulit. Hal-hal yang saya lihat atau yang saya alami dalam satu hari
saja bisa memberikan sedikitnya sepuluh ide. Tapi saking banyaknya, justru jadi
bikin pusing memilih mana yang mau saya jadikan tulisan.
For me it is not difficult
to find the idea to be made into a writing. The things I saw or experienced in one day can
give at least ten ideas. But too much ideas give me headache when it comes to
choose which one should I write.
Beberapa tahun lalu saya masih memakai cara manual yaitu
dengan membuat catatan di kertas tapi sebetulnya saya tidak terlalu suka dengan
cara itu.
Few years ago I worked
manually by drafting it on paper but I actually never really like it.
Jadi saya menemukan cara lain; saya menuliskan draftnya
dalam otak saya ketika saya berada dalam kendaraan saat pergi atau pulang
kerja.
So I found another way; I
write the draft on my brain when I am commuting to and from work.
Lalu membuat tulisan terstruktur itu juga perlu latihan.
It needs practice to make
structured writing.
Awalnya saya menulis tentang suatu topik tapi kemudian
alurnya bisa melompat-lompat ke topik lain sampai akhirnya saya sendiri bingung
“Ke, elu sebetulnya mau nulis tentang apa
sih? kok jadi ngelantur kemana-mana ni tulisan”.. ada beberapa post yang
seperti itu dan sengaja tidak saya hapus untuk menjadi dokumentasi bagaimana
proses saya belajar menjadi penulis.
At first I wrote about
one specific topic but later I realized I have jumped into another topic that
at the end it puzzled even myself “Keke,
what are you trying to write? Where is this writing going to?”.. some posts
bear witness to this and I keep them as they show my writing learning process.
Bakat saja tidak cukup. Latihan menyempurnakannya.
Talent is not enough. Practice
makes it perfect.
Selama lima tahun juga saya melatih kemampuan berbahasa
Inggris saya karena blog ini kan dua bahasa. Karena walau pun di sekolah dulu
nilai pelajaran bahasa Inggris selalu yang paling tinggi dan dari tahun 2005
saya nyambi kerja sebagai guru les bahasa Inggris tapi kalau saya jarang
menulis atau ngomong dalam bahasa itu, otak saya jadi lamban ketika disuruh
untuk mencari kata atau menyusun suatu kalimat dalam bahasa Inggris.
For five years too I
practice my English as this blog is bilingual. Because eventhough I had highest
score in English and I tutor English since 2005 but if I don’t write or speak
in that language regularly it makes my brain works slow when it has to find one
English word or sentence.
Tujuan lain menulis blog dalam dua bahasa adalah supaya
mereka yang bukan orang Indonesia bisa ikut membaca. Saya punya banyak teman
orang asing, mantan-mantan pacar saya pun juga lebih banyak orang asing. Jadi jangankan
blog, saya menulis status di facebook cuma dalam bahasa Indonesia pun sudah di
protes sama mereka “Keke, kamu nulis
status apa sih?” karena itu status di facebook pun harus saya tulis dalam
dua bahasa.
Another reason to write
bilingual blog is so foreigner can read it too. I have many foreigner as
friends and my ex-boyfriends are mostly foreigner. So let alone the blog, they
protested “Keke, what are you writing
about?” when I wrote facebook status in Indonesian language and therefore I
have to write bilingual facebook status.
Seorang teman saya pernah ‘menuduh’ saya memakai google
translate.. widih, itu berarti saking canggihnya Inggris gue.. hehe.. tapi sori
ye bray, semua bahasa Inggris dalam blog ini adalah hasil otak saya. Buka kamus
cuma kalau sudah mentok. Dulu setiap kali mau membuat tulisan untuk blog ini, ada
dua kamus yang saya pakai; Indonesia-Inggris dan kamus Merriam Webster jaman
jebot warisan dari ibu saya. Tapi mungkin selama setahun terakhir ini saya
membiasakan diri untuk tidak lagi memakai kamus.
A friend was once
‘accused’ me of using google translate.. wow, so my English must be so
impressive, isn’t it?.. lol.. but sorry to disappoint you, dude, all English in
this blog purely came from my brain. Dictionary is the last option. There were
times when I had to have two dictionaries; Indonesian-English and the old
Merriam Webster dictionary my mother inherited me. But for the past year I tried
not to use dictionary anymore.
Saya menerima respon berbeda. Ada yang memuji ‘keberanian’
saya menulis blog dalam bahasa Inggris, ada yang mengatakan blog ini jadi unik
tapi ada juga yang mengatakan saya sok Inggris, sok pamer, tidak mencintai
bahasa sendiri.
I have got various
responds. There are those who compliment my ‘nerve’ to write bilingual blog,
others said it makes this blog unique but there are few who said I am snobbish,
I am showing off, I don’t love my own language.
Yah, orang bebas berkomentar. Saya senang kalau ada yang
memuji dan memberikan semangat. Saya tarik napas dalam-dalam dan menghitung
sampai sepuluh kalau ada yang berkomentar miring *sabar.. sabar*..
Well, people can say what
they want. I am happy to get their praise and support. I take deep breath and
count to ten when I meet negative comments *take
it easy, girl*..
Lima tahun.. setiap postingan menyimpan cerita.
Five years.. every post
tells a story.
“Suatu hari nanti ada
keturunan saya yang akan menulis banyak hal” baru kira-kira setahun lalu
ayah saya membuka rahasia kata-kata almarhum ayahnya jauh sebelum saya lahir.
“One day
there shall be my descendant who is going to write many things” it was about a year ago when my father told me what his late
father’s told him long before I was born.
Tidak seorang pun anggota dari keluarga orang tua saya yang menjadi
penulis.
No member of my parents’s
family ever become a writer.
Keluarga dari pihak ayah saya adalah pedagang, lebih suka
mengurusi bisnis, mengejar uang. Setahu saya cuma beberapa dari sepupu saya
yang kutu buku seperti saya.
The family from my
father’s side is trader, they would rather do business, profit minded. Only few
of my cousins are bookworm like myself.
Keluarga ibu saya tipe akademis. Mendiang ayah dari ibu saya
adalah kepala sekolah. Mereka bukan pedagang atau pebisnis.
My mother’s family are
the academic type. My mother’s late father was school headmaster. They are not
trader or business people.
Tapi orang tua saya sama-sama kutubuku. Saya tumbuh dengan
pemikiran bahwa buku lebih penting dari pada penampilan. Di rumah lemari dan
meja lebih penuh sesak dengan buku dari pada dengan pakaian.
But both of my parents
are bookworm. I grew up thinking books are more important than appearance. The cabinets
and tables are stuffed more with books than clothes.
Entah karena senang membaca atau karena ibu saya mewariskan
bakat sastranya (dia punya koleksi buku-buku berisi puisi tulisan dari berbagai
sastrawan), jadilah saya mulai menulis begitu saya bisa membaca.
I don’t know is reading
or is it my mother passes me her passion in literature (she has poetry books
collection from various poets), I started writing right after I could read.
Saya menulis ketika saya gembira, saat saya sedih, marah, optimis,
pesimis.. menulis menjadi semacam terapi, menjadi cara untuk menenangkan diri,
kemudian menjadi waktu untuk diri sendiri dan menciptakan suatu tempat dimana
saya bisa sepenuhnya menjadi diri sendiri, bebas dari keinginan, harapan atau
tuntutan kehidupan serta manusia.
I write when I am happy,
when I am sad, optimist, pessimist.. it becomes sort of therapy, a way to calm
myself down, to have my ‘me time’ and creating a place where I can be
completely myself, free of life’s and people’s wishes, expectation or demand.
Entah apa kata almarhum kakek saya kalau dia masih hidup dan
mengetahui bahwa kata-katanya sekian puluh tahun lalu telah menjadi kenyataan.
I wonder what my late
grandfather would say if he were still alive and knew the words he spoke many
many years ago has come true.
Yang pasti, memiliki pasangan seorang penulis berarti harus
bisa mengerti dan menerima kalau pasanganmu itu kelihatan seperti sedang
bengong (besar kemungkinan dia sedang mendapatkan ide untuk di tulis), ketika
dia duduk berjam-jam di depan komputer dan tidak ingin diganggu atau ketika
kamu terbangun tengah malam dan mendapati pasanganmu belum tidur karena belum
selesai menyusun tulisannya.
One thing for sure,
having a writer as a partner means you have to understand and accept when
he/she looks like having an absent mind (more likely he/she is just came up
with an idea), when he/she sits infronts of the computer for hours or when you
wake up in the middle of the night and find your partner still working on
his/her writing.
Dalam pengalaman saya pacaran, belum pernah saya pacaran
dengan sesama penulis.. jadi pacar saya yang dulu atau yang sekarang kadang
mendapati diri saya aneh.
In my life I have never
had a writer as a boyfriend so my exes or my present boyfriend sometimes found
me sort of a weirdo.
Pacar saya menganggap saya terlalu banyak mikir. Kadang dia
tidak sabar karena dia seorang yang praktis, cepat bertindak dan berpikir
sementara saya mengambil waktu lebih lama untuk memberi kesempatan bagi otak
saya untuk bisa mengerti suatu perkara atau sikon lalu menganalisa ini itu
sebelum bisa menghasilkan suatu reaksi atau keputusan.
My boyfriend thinks I
think too much. Sometimes he gets impatience because he is a practical person
who thinks and takes action fast while I take longer time to give my brain a
chance to understand the matter or situation better and analyse this and that
before I can came up with a respond or decision.
Ketika dia menanyakan apa saya mencintainya, saya sulit
menjawabnya karena saya memang tidak pandai bicara. Atau ketika kami sedang
berdua, dia akan menatap saya dan bertanya apa yang sedang saya pikirkan? Dan
lagi-lagi saya tidak bisa menjawab karena lidah saya tidak pandai merangkai
kata.
When he asked do I love
him, I found it hard to answer as I am not a good speaker. Or when we were
together, he would ask what did I have on mind? Once again I couldn’t answer
that because I am not good in speaking the words.
Sampai suatu hari dia membaca sebuah postingan saya di blog
ini yang isinya kebetulan tentang apa yang saya pikirkan dan rasakan tentang
dirinya dan tentang kami. Dia amat sangat surprise! Dia begitu gembira, terharu
dan bangga sampai dia langsung mengirimkan sms pada saya untuk menyatakannya.
Until one day he read a
post in this blog which was about what I thought and felt about him and about
us. He was so surprise! He was so happy, moved and proud that he texted me to
let me know about it.
Saya bicara lebih baik lewat tulisan-tulisan saya.
lachicacenicero.blogspot.com |
I speak it better through
my writings.
No comments:
Post a Comment