Aduh enaknya bisa tertawa seperti itu. Tidak terlalu peduli bagaimana pandangan orang. Lepas. Spontan. Bebas.
Dulu tawa seperti ini sering saya lakukan yaitu sewaktu saya masih menjadi guru TK. Saya masih melakukannya diawal masa kerja saya di gereja ini. Tapi kemudian pengalaman demi pengalaman membuat keceriaan, keluguan, kebebasan dan spontanitas saya pelan-pelan mulai meredup.
Saya merindukan saat-saat dimana saya bisa sebebas, spontan dan ceria seperti saat saya berada dengan murid-murid saya.
Saya tahu sekarang dimana bakat dan panggilan hidup saya. Tapi saya tidak menyesal harus berhenti bekerja ditaman kanak-kanak itu. Yang saya dapatkan selama hampir setahun ini banyak sekali berguna untuk kehidupan saya saat ini maupun untuk masa depan.
Tapi disisi lain saya juga semakin yakin bahwa saya ditakdirkan untuk menjalani pekerjaan yang bisa membuat saya menjadi diri saya sendiri dan berada dilingkungan dimana saya memang benar-benar ditakdirkan untuk berada disana, sehingga saya benar-benar dibutuhkan, diterima dan dicintai sepenuhnya, yang membuat saya tidak akan merasa seperti seorang yang tersesat dan tidak lagi gelisah mempertanyakan untuk apa saya terlahir ke dunia ini.
________________________________________
It’s been awhile since the last time I laughed so loud and spontaneously in public. But I did that on Monday, May 28th, when church held a service and gathering for the women and elderly people in one of its congragetion’s house.
Man, it felt so good to be able to laugh like that. So free. So happy. Spontaneously. Unpretentiously.
I oftenly laughed like that when I worked as kindergarten teacher. I sometimes laughed like that on the first few months working in this church but came things that made my fun-carefree-innocence character seems to dim.
No comments:
Post a Comment