Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, April 7, 2016

No Man’s Land

Nyaris tiga minggu saya tepar gara-gara diare dan dalam kurun waktu itu saya sempat tiga hari tidak masuk kantor.

For almost three weeks diarrhea knocked me out and in those period of time I was absent from work for three days.

Ketika saya masuk kantor..

When I was back to work..

*  *  *  *  *

Saya selalu bisa langsung tahu kalau ada yang masuk ke ruang kerja saya ketika saya tidak ada di kantor.

I can always tell when somebody was in my room when I was not in the office.

Karena saya selalu meninggalkan ruangan itu dalam keadaan rapi sehingga dari posisi telpon, kursi dan beberapa benda di meja saya bisa tahu ada orang masuk.


Because I always leave that room neat so from the position of phone, chairs and things on the desk I can tell if somebody was there.

Saya tidak mempermasalahkan hal ini. Yang bikin saya bisa naik darah adalah kalau orang yang masuk itu meninggalkan ‘suvenir’ berupa sampah seperti gelas plastik bekas air mineral, jejak sidik jari berminyak, ceceran remah-remah makanan, tumpahan kopi yang sudah mengering dan lengket sampai ke graffiti.. ya benar, ada yang meninggalkan lukisan graffiti dengan pensil di meja saya!

I have no problem with it. What could make me lost my temper is when the person or people who got into my room left ‘souvenir’ of trash such as used plastic glass of mineral water, greasy finger paints, crumbs of food, dried and sticky coffee spills up to graffiti.. yep that’s right, somebody left pencil graffities on my desk!

Jadi pagi-pagi begitu sampai kantor dan menemukan ‘suvenir’ seperti itu saya harus membuangnya dulu, mengambil sapu atau kain pel, mengelap meja serta telpon dan sekali waktu bahkan harus mengambil penghapus untuk menghapus hasil karya siapa pun yang mengira dapat menghibur saya dengan lukisan pensilnya di meja saya.

So in the morning when I get at the office and found such ‘souvenir’ it made me had to throw it away, took the broom or the mop, wipe the desk, the phone and once I had to take the eraser to erase the masterpiece of whoever thought would amuse me with his or her pencil drawing on my desk.

Tidak jarang saya mengerjakan semua itu sambil menggumamkan @*$^!...

Oftenly I did it while mumbling the @*$^!...

“Kenapa, Ke?” tanya rekan saya ketika melihat saya sedang seperti itu.

“Is something wrong?” asked my colleague when she saw me had that kind of moment.

“Oh, ada tuyul masuk ke ruangan saya, bu. Tuyulnya ninggalin sampah, yah mungkin tuyulnya buta huruf jadi ga bisa baca tuh tulisan Buanglah Sampah Pada Tempatnya yang saya tempel di tembok. Trus tuyulnya juga makan di meja saya, ninggalin remah-remah makanan dan ada sidik jari berminyak di meja. Hebatnya tuyulnya juga bikin lukisan dengan pensil di meja saya” jawab saya dengan sewot.

“Oh, there was a ghost got in this room. The ghost left some trash, well the ghost probably illiterate so he/she can’t read the sign Don’t Litter on the wall. The ghost ate on my desk, leaving crumbs of food and left greasy finger prints on the desk. What most amazing thing is the ghost also left pencil drawing on my desk” I answered her, still pissed.

Rekan saya ngakak sejadi-jadinya mendengar gerundelan saya.

My colleague bursted out her big laugh hearing me grumbled.

Ini cuma saya tinggalin semalam atau tiga hari, bagaimana kalau misalnya seminggu? Waduh, jadi kayak apa ruangan saya nantinya? Masih resmi berjudul ruang kerja Keke saja sudah diperlakukan seperti daerah tidak bertuan, bagaimana kalau ditinggal lebih dari tiga hari?

I just left it for a night or three days, what if, say, I left it for a week? What would it be like? It is still officially Keke’s room and it has been treated like a no man’s land, what would it be like if I left it for more than three days?

Susah sih ya, tiap orang didikannya berbeda.

It’s tricky since people being raised differently.

Ibu saya mendidik saya untuk tidak ‘menggeratak’ kalau berada di tempat yang bukan rumah sendiri. Dia mendisiplinkan saya untuk menghormati benda-benda milik orang lain, bahkan untuk menyentuh pun harus minta ijin pada yang punya dan saya harus mengembalikannya dalam keadaan baik, tidak kotor, tidak rusak, kalau bisa malah kembali pada posisi semula ketika saya ambil. Ninggalin sampah diruangan orang? Widih, bisa dikemplang saya sama ibu saya.

My mother taught me not to mess around when I am in a place that is not my own house. She disciplined me to respect other people’s things, must ask for permission to just even touch someone’s stuff and I have to return it in good condition, undirty, unbroken, if it’s possible it had to be return in the same position when I took it. Littering in somebody’s room? My mother would smack me if I did that.

Setelah saya dewasa barulah saya mengetahui bahwa tidak semua orang dibesarkan dengan didikan yang sama sehingga yang seringkali saya temui adalah orang memperlakukan barang atau ruangan orang lain seenak udelnya.

After I get older I found out that not all people were raised with the same principle so what I oftenly met is people treat other people’s things or room just as they like.

Saran saya, jangan perlakukan barang milik orang lain, ruangan orang lain atau rumah seseorang dengan prinsip seakan-akan semua itu tidak ada pemiliknya.

maybe I should leave this little fella' to keep people off my desk.. hahaha..
My advice is don’t treat other people’s stuff, other people’s room or somebody’s house as if they were in a no man’s land.

Kecuali kalau anda terlalu pede, terlalu tidak peduli, terlalu egois, terlalu tidak mau tahu atau yah.. terlalu siap untuk menghadapi pertengkaran dengan orang lain..

Unless you’re too confident, too uncare, too selfish, too unbothered or well.. too ready to have a fight with other people..

Itu hanya mengenai pilihan.

It’s just a matter of choice.

Pilihan yang dapat membawa dampak besar.

The choice that can bring huge impact.

*  *  *  *  *

Kenapa saya memberikan judul postingan blog kali ini No Man’s Land, Daerah Tidak Bertuan..?

Why do I put No Man’s Land as the title for this blog post?

Karena saya pernah memilih untuk menjadikan diri saya sebagai daerah tidak bertuan.

Because I was once chose to make myself as a no man’s land.

Empat tahun yang lalu ada masalah datang silih berganti dalam kehidupan saya dan orang tua saya. Akhirnya mental saya ambruk. Dalam keadaan mental, emosi dan pikiran yang labil seperti itu saya mengambil keputusan untuk mengabstainkan diri dari agama.

Four years ago problems after problems came in our lives. Eventually I had mental breakdown. With that unsettled mental, emotion and mind I decided to make myself abstain from religion.

Saya membuat diri saya sebagai daerah tidak bertuan.

I made myself as a no man’s land.

Lalu apa dampaknya?

So what was the impact?

Beberapa tahun yang lalu saya pernah menonton sebuah film tentang seorang koboi yang sampai di satu kota yang tidak memiliki sheriff. Kota ini dikuasai oleh segerombolan bandit yang menteror dan mengintimidasi penduduknya.


Few years ago I saw a movie about a cowboy who got in a town that had no sheriff. A bunch of bandits have claimed the town, terrorizing and intimidated the town folks.

Hal yang sama terjadi pada diri saya. Ketika saya mengabstainkan diri, saya menjauhkan diri dari Tuhan. Yang terjadi kemudian adalah serombongan roh jahat datang dan menguasai diri saya.

Same thing happened to me. When I abstained myself, I distanced myself from God. What happened after that is a bunch of evil spirits came and took over me.

Oktober tahun lalu saya kembali pada Tuhan. Di satu sisi hal itu membawa banyak kebahagiaan dan kedamaian bagi saya serta orang tua saya. Di sisi lain satu persatu hal yang tidak baik dalam hidup saya mulai dibersihkan, diperbaiki dan dipulihkan.

Last October I returned to God. On one side it brought many happiness and peaceful for me and my parents. On another side the ruins in my life were cleaned, fixed and restored.

Dalam film yang saya tonton itu si koboi akhirnya menjadi sheriff di kota tak bertuan itu dan hal pertama yang dilakukannya adalah mengusir para bandit.


In the movie that I watched the cowboy finally became the sheriff in that rulerless town and the first thing he had to do is kicking out the bandits.

Ketika Tuhan kembali dalam diri saya, Dia menjadi sheriff yang memimpin dan menguasai diri dan hidup saya. Para roh jahat yang ada dalam diri saya harus diusir.

When God reclaimed me, He became the sheriff who leads and rules me and my life. The evil spirits in me had to be casted away.

Dalam film si koboi terlibat dalam adu tembak dengan para bandit karena mereka tentu saja tidak mau menyerahkan kota itu pada si koboi. Konflik terbuka pun terjadi. Kota itu menjadi arena tembak menembak.


In the movie the cowboy and the bandits got themselves in a battle because the bandits refused to surrender the town to the cowboy. An open conflict occurred. The town became a battle field.

*  *  *  *  *

Akhir Desember tahun lalu saya mengira semuanya sudah beres. Saya sudah tutup buku dan menyambut tahun baru dengan tekad untuk memulai dengan lembaran-lembaran yang bersih.

Last December I thought everything has been taken care. I had my closure and so I welcomed the new year with the determination to start with clean sheets.

Ternyata tidak semudah itu.

It didn’t happen that easy.

Sepanjang bulan Desember itu sampai Maret terjadi perang antara roh-roh jahat yang tidak mau melepaskan saya. Mereka berhadapan dengan Tuhan tapi tentu saja saya ikut merasakannya di dalam fisik, roh dan emosi.

There was war between the evil spirits that refused to let me go all through December to March. They faced God but I certainly felt it in my physical, spirit and emotion.

Dalam postingan saya di bulan Maret, saya ceritakan bagaimana perjuangan saya selama empat bulan menghadapi pelet yang dikirimkan seseorang ke saya.

In my post in March, I wrote about my four months struggle dealing with the love spell somebody casted on me.

Ketika para bandit terdesak dan mengetahui mereka tidak bisa menang melawan si koboi, mereka pun bersiasat. Seorang dari mereka mengendap-endap pergi ke belakang untuk menembak si koboi sementara teman-temannya yang lain mencoba mengalihkan perhatian si koboi dengan pura-pura menyerah.

When the bandits were cornered and knew they couldn’t win, they came up with a plan. One of them sneaked his way to go behind the cowboy to shoot him while his friends tried to distract him by pretending they were surrender to him.

Setelah hampir empat bulan mencoba memelet saya, setan itu tahu dia tidak bisa menang karena Tuhan yang melindungi saya terlalu kuat dan karena saya juga bertahan tidak mau menyerah.

After almost four months tried to cast the spell on me, the evil knew he couldn’t win because God who is protecting me is way too strong and because I refused to give in.

Jadi pada suatu malam ketika saya dan orang tua saya sedang berdoa, saya melihat dia mendatangi saya dan dengan suara lembut serta manis dia meminta saya kembali ke dia. Tapi saya menolak dan mengusirnya.

So one night when me and my parents were praying, I saw him came to me and with sweet gentle voice he asked me to return to him. I said no and told him to get lost.

Dia marah, apalagi karena kuasa Tuhan membuat dia tidak bisa berhadapan dengan saya. Pada saya dia berkata, ‘Saya bunuh kamu. Kalau saya tidak bisa mendapatkan kamu, tidak seorang pun bisa mendapatkan kamu’.

He got mad, especially because God’s power made him unable to face me. He told me, ‘I kill you. If I can’t have you, then no one shall have you’.

Saya kaget sekali mendengar ucapan itu dan nada mengancam dalam suaranya.

I was stunned when I heard it and the threat tone in his voice.

the second day diarrhea struck me (9/3)
Mungkin seminggu atau dua minggu kemudian saya sakit diare yang berkepanjangan sampai hampir tiga minggu dan sepertinya susah betul sembuhnya, diare itu sempat berhenti sehari tapi kemudian mulai lagi. Beberapa obat yang saya pakai tidak mempan. Obat dari dokter pun tidak mempan sampai akhirnya saya jadi harus dua kali ke dokter.

26 days later (3/4)






One or two weeks later I got diarrhea that went almost unstoppable for nearly three weeks and it seemed it was uncurable, it did stop for a day but then it went on again. None of the meds I took worked, even the ones I've got from the doctor that I had to see the doctor twice.

Berat badan saya turun enam kilo dalam waktu kurang dari tiga minggu!

I lost six kilos in less than three weeks!

Sama seperti ketika saya dipelet, saya tahu sakit saya ini karena teluh, ada orang yang sengaja membuat saya sakit dengan memakai kuasa setan. Seperti pelet, teluh juga tidak bisa dibuktikan. Tapi saya tahu siapa pelakunya. Bagaimana saya bisa tahu? Karena Tuhan membuka mata saya sehingga saya bisa melihat alam roh.

Just like when somebody was casting a love spell on me, I knew I fell ill because of black magic, somebody using it to deliberately made me ill. Just like the love spell, this kind a stuff can’t be proven. However, I know who did those things. How could I know? Because God opened my eyes so I could see spirits.

Selama tiga minggu terjadi peperangan antara setan dan Tuhan. Setan yang mau membunuh saya, seperti yang dikatakannya pada saya malam itu, melawan Tuhan yang melindungi saya.

There was a fight in the spirit world between the devil and God for three weeks. The devil wanted to kill me, just like he said to me that night, and came facing God who protected me.

Peperangan yang tentu saja dimenangkan Tuhan.

God surely won the fight.

Saya pun sembuh dan dalam waktu dua hari saya pulih begitu cepat sampai rasanya seakan saya tidak pernah sakit. Begitu itulah kalau sakit tidak murni karena sakit tapi karena perbuatan setan.

I was healed and recovered in just two days that it seemed as if I never got ill. When the illness is made by satan, it is not pure illness.

Mulai April ini saya tidak lagi dibayangi oleh setan yang mendatangi saya lewat pelet atau teluh dan rasanya… saya sangat bersyukur pada Tuhan karena akhirnya saya benar-benar terbebas.

This April I no longer haunted by devil through love spell or black magic and it feels… I am so thankful to God that I am free at last.

*  *  *  *  *

Belajarlah dari pengalaman saya. Jangan jadikan dirimu sebagai daerah tidak bertuan.

Learn from my experience. Don’t make yourself as a no man’s land.

Dekatlah pada Tuhan, jangan pernah tinggalkan Dia, kuatlah dalam iman dan jangan beribadah karena mengejar janji masuk surga, jangan karena ingin dilihat sebagai orang beragama atau demi membangun citra orang yang saleh..

Don’t get far from God, never leave Him, be strong in faith and don’t do your service for aftering the promise to enter heaven nor to be seen as someone who is religious, neither for the sake of building the image as righteous person..

*  *  *  *  *

Saya mengalami suatu pengalaman yang luar biasa yang sulit dimengerti oleh semua orang.

I have had one hell of an experience that hard to be understood by people.

Orang umumnya mengatakan saya keluar jalur ketika saya mengabstainkan diri dari agama, mereka tidak mengerti dan tidak mau mengerti apa yang ada dalam hati serta pikiran saya pada waktu itu.

People would say I got off the line when I abstained myself from religion, they didn’t understand and wouldn’t understand what was in my heart and mind at that time.

Lalu ketika kemudian kelakuan saya atau kehidupan saya menjadi minus, mereka mengatakan itu salah saya karena saya meninggalkan Tuhan. Lagi-lagi mereka tidak mengerti dan tidak mau mengerti sehingga hanya melihat dan menilai dari permukaan.

When my attitude or life were in disorder, they said it was my fault because I left God. Once again they didn’t understand and wouldn’t understand so they just saw and judging from the beneath.

Saya tidak peduli pada apa yang mereka pikirkan tentang diri saya.

I don’t care what they think about me.

Kita semua punya hak asasi untuk berpikir dan berpendapat tentang apa pun dan siapa pun.

It is our human right to think and to have opinion about anything and anyone.

Yang penting bagi saya adalah apa yang Tuhan pikirkan tentang saya, apa yang diperbuatNya untuk saya dan kasih sayangNya yang melimpah bagi saya.

What important for me is what God thinks about me, what He has done for me and His abundant love for me.

No comments:

Post a Comment