Nyaris tiga minggu saya tepar
gara-gara diare dan dalam kurun waktu itu saya sempat tiga hari tidak masuk
kantor.
For almost three
weeks diarrhea knocked me out and in those period of time I was absent from
work for three days.
Ketika saya masuk kantor..
When I was back
to work..
*
* * * *
Saya selalu bisa langsung tahu kalau ada yang masuk ke ruang
kerja saya ketika saya tidak ada di kantor.
I can always
tell when somebody was in my room when I was not in the office.
Karena saya selalu meninggalkan ruangan itu dalam keadaan
rapi sehingga dari posisi telpon, kursi dan beberapa benda di meja saya bisa
tahu ada orang masuk.
Because I always
leave that room neat so from the position of phone, chairs and things on the
desk I can tell if somebody was there.
Saya tidak mempermasalahkan hal ini. Yang bikin saya bisa
naik darah adalah kalau orang yang masuk itu meninggalkan ‘suvenir’ berupa
sampah seperti gelas plastik bekas air mineral, jejak sidik jari berminyak,
ceceran remah-remah makanan, tumpahan kopi yang sudah mengering dan lengket
sampai ke graffiti.. ya benar, ada
yang meninggalkan lukisan graffiti
dengan pensil di meja saya!
I have no
problem with it. What could make me lost my temper is when the person or people
who got into my room left ‘souvenir’ of trash such as used plastic glass of
mineral water, greasy finger paints, crumbs of food, dried and sticky coffee
spills up to graffiti.. yep that’s right, somebody left pencil graffities on my
desk!
Jadi pagi-pagi begitu sampai kantor dan menemukan ‘suvenir’
seperti itu saya harus membuangnya dulu, mengambil sapu atau kain pel, mengelap
meja serta telpon dan sekali waktu bahkan harus mengambil penghapus untuk
menghapus hasil karya siapa pun yang mengira dapat menghibur saya dengan lukisan
pensilnya di meja saya.
So in the
morning when I get at the office and found such ‘souvenir’ it made me had to
throw it away, took the broom or the mop, wipe the desk, the phone and once I
had to take the eraser to erase the masterpiece of whoever thought would amuse
me with his or her pencil drawing on my desk.
Tidak jarang saya mengerjakan semua itu sambil menggumamkan @*$^!...
Oftenly I did it while mumbling the @*$^!...
“Kenapa, Ke?” tanya rekan saya ketika melihat saya sedang
seperti itu.
“Is something
wrong?” asked my colleague when she saw me had that kind of moment.
“Oh, ada tuyul masuk ke ruangan saya, bu. Tuyulnya ninggalin
sampah, yah mungkin tuyulnya buta huruf jadi ga bisa baca tuh tulisan Buanglah Sampah Pada Tempatnya yang
saya tempel di tembok. Trus tuyulnya juga makan di meja saya, ninggalin
remah-remah makanan dan ada sidik jari berminyak di meja. Hebatnya tuyulnya
juga bikin lukisan dengan pensil di meja saya” jawab saya dengan sewot.
“Oh, there was a
ghost got in this room. The ghost left some trash, well the ghost probably
illiterate so he/she can’t read the sign Don’t
Litter on the wall. The ghost ate on my desk, leaving crumbs of food and
left greasy finger prints on the desk. What most amazing thing is the ghost
also left pencil drawing on my desk” I answered her, still pissed.
Rekan saya ngakak sejadi-jadinya mendengar gerundelan saya.
My colleague
bursted out her big laugh hearing me grumbled.
Ini cuma saya tinggalin semalam atau tiga hari, bagaimana
kalau misalnya seminggu? Waduh, jadi kayak apa ruangan saya nantinya? Masih
resmi berjudul ruang kerja Keke saja sudah diperlakukan seperti daerah tidak bertuan,
bagaimana kalau ditinggal lebih dari tiga hari?
I just left it
for a night or three days, what if, say, I left it for a week? What would it be
like? It is still officially Keke’s room and it has been treated like a no
man’s land, what would it be like if I left it for more than three days?
Susah sih ya, tiap orang didikannya berbeda.
It’s tricky
since people being raised differently.
Ibu saya mendidik saya untuk tidak ‘menggeratak’ kalau berada di tempat yang bukan rumah sendiri. Dia
mendisiplinkan saya untuk menghormati benda-benda milik orang lain, bahkan
untuk menyentuh pun harus minta ijin pada yang punya dan saya harus
mengembalikannya dalam keadaan baik, tidak kotor, tidak rusak, kalau bisa malah
kembali pada posisi semula ketika saya ambil. Ninggalin sampah diruangan orang?
Widih, bisa dikemplang saya sama ibu
saya.
My mother taught
me not to mess around when I am in a place that is not my own house. She
disciplined me to respect other people’s things, must ask for permission to
just even touch someone’s stuff and I have to return it in good condition,
undirty, unbroken, if it’s possible it had to be return in the same position
when I took it. Littering in somebody’s room? My mother would smack me if I did
that.
Setelah saya dewasa barulah saya mengetahui bahwa tidak
semua orang dibesarkan dengan didikan yang sama sehingga yang seringkali saya
temui adalah orang memperlakukan barang atau ruangan orang lain seenak udelnya.
After I get
older I found out that not all people were raised with the same principle so
what I oftenly met is people treat other people’s things or room just as they
like.
Saran saya, jangan perlakukan barang milik orang lain,
ruangan orang lain atau rumah seseorang dengan prinsip seakan-akan semua itu
tidak ada pemiliknya.
maybe I should leave this little fella' to keep people off my desk.. hahaha.. |
Kecuali kalau anda terlalu pede, terlalu tidak peduli,
terlalu egois, terlalu tidak mau tahu atau yah.. terlalu siap untuk menghadapi
pertengkaran dengan orang lain..
Unless you’re
too confident, too uncare, too selfish, too unbothered or well.. too ready to
have a fight with other people..
Itu hanya mengenai pilihan.
It’s just a
matter of choice.
Pilihan yang dapat membawa dampak besar.
The choice that
can bring huge impact.
*
* * * *
Kenapa saya memberikan judul postingan blog kali ini No Man’s Land, Daerah Tidak Bertuan..?
Why do I put No
Man’s Land as the title for this blog post?
Karena saya pernah memilih untuk menjadikan diri saya
sebagai daerah tidak bertuan.
Because I was
once chose to make myself as a no man’s land.
Empat tahun yang lalu ada masalah datang silih berganti
dalam kehidupan saya dan orang tua saya. Akhirnya mental saya ambruk. Dalam
keadaan mental, emosi dan pikiran yang labil seperti itu saya mengambil
keputusan untuk mengabstainkan diri dari agama.
Four years ago
problems after problems came in our lives. Eventually I had mental breakdown.
With that unsettled mental, emotion and mind I decided to make myself abstain
from religion.
Saya membuat diri saya sebagai daerah tidak bertuan.
I made myself as
a no man’s land.
Lalu apa dampaknya?
So what was the
impact?
Beberapa tahun yang lalu saya pernah menonton sebuah film
tentang seorang koboi yang sampai di satu kota yang tidak memiliki sheriff. Kota ini dikuasai oleh segerombolan bandit yang menteror dan mengintimidasi penduduknya.
Few years ago I
saw a movie about a cowboy who got in a town that had no sheriff. A
bunch of bandits have claimed the town, terrorizing and intimidated the
town folks.
Hal yang sama terjadi pada diri saya. Ketika saya
mengabstainkan diri, saya menjauhkan diri dari Tuhan. Yang terjadi kemudian
adalah serombongan roh jahat datang dan menguasai diri saya.
Same thing
happened to me. When I abstained myself, I distanced myself from God. What
happened after that is a bunch of evil spirits came and took over me.
Oktober tahun lalu saya kembali pada Tuhan. Di satu sisi hal
itu membawa banyak kebahagiaan dan kedamaian bagi saya serta orang tua saya. Di
sisi lain satu persatu hal yang tidak baik dalam hidup saya mulai dibersihkan,
diperbaiki dan dipulihkan.
Last October I
returned to God. On one side it brought many happiness and peaceful for me and
my parents. On another side the ruins in my life were cleaned, fixed and
restored.
Dalam film yang saya tonton itu si koboi akhirnya menjadi
sheriff di kota tak bertuan itu dan hal pertama yang dilakukannya adalah
mengusir para bandit.
In the movie
that I watched the cowboy finally became the sheriff in that rulerless town and
the first thing he had to do is kicking out the bandits.
Ketika Tuhan kembali dalam diri saya, Dia menjadi sheriff
yang memimpin dan menguasai diri dan hidup saya. Para
roh jahat yang ada dalam diri saya harus diusir.
When God
reclaimed me, He became the sheriff who leads and rules me and my life. The evil spirits in me had to be casted away.
Dalam film si koboi terlibat dalam adu tembak dengan para
bandit karena mereka tentu saja tidak mau menyerahkan kota itu pada si koboi.
Konflik terbuka pun terjadi. Kota itu menjadi arena tembak menembak.
In the movie the
cowboy and the bandits got themselves in a battle because the bandits refused
to surrender the town to the cowboy. An open conflict occurred. The town became
a battle field.
Akhir Desember tahun lalu saya mengira semuanya sudah beres.
Saya sudah tutup buku dan menyambut tahun baru dengan tekad untuk memulai
dengan lembaran-lembaran yang bersih.
Last December I
thought everything has been taken care. I had my closure and so I welcomed the
new year with the determination to start with clean sheets.
Ternyata tidak semudah itu.
It didn’t happen
that easy.
Sepanjang bulan Desember itu sampai Maret terjadi perang
antara roh-roh jahat yang tidak mau melepaskan saya. Mereka berhadapan dengan
Tuhan tapi tentu saja saya ikut merasakannya di dalam fisik, roh dan emosi.
There was war
between the evil spirits that refused to let me go all through December to
March. They faced God but I certainly felt it in my physical, spirit and
emotion.
Dalam postingan saya di bulan Maret, saya ceritakan
bagaimana perjuangan saya selama empat bulan menghadapi pelet yang dikirimkan
seseorang ke saya.
In my post in
March, I wrote about my four months struggle dealing with the love spell
somebody casted on me.
Ketika para bandit terdesak dan mengetahui mereka tidak bisa
menang melawan si koboi, mereka pun bersiasat. Seorang dari mereka
mengendap-endap pergi ke belakang untuk menembak si koboi sementara
teman-temannya yang lain mencoba mengalihkan perhatian si koboi dengan
pura-pura menyerah.
When the bandits
were cornered and knew they couldn’t win, they came up with a plan. One of them
sneaked his way to go behind the cowboy to shoot him while his friends tried to
distract him by pretending they were surrender to him.
Setelah hampir empat bulan mencoba memelet saya, setan itu
tahu dia tidak bisa menang karena Tuhan yang melindungi saya terlalu kuat dan
karena saya juga bertahan tidak mau menyerah.
After almost
four months tried to cast the spell on me, the evil knew he couldn’t win
because God who is protecting me is way too strong and because I refused to
give in.
Jadi pada suatu malam ketika saya dan orang tua saya sedang
berdoa, saya melihat dia mendatangi saya dan dengan suara lembut serta manis
dia meminta saya kembali ke dia. Tapi saya menolak dan mengusirnya.
So one night
when me and my parents were praying, I saw him came to me and with sweet gentle
voice he asked me to return to him. I said no and told him to get lost.
Dia marah, apalagi karena kuasa Tuhan membuat dia tidak bisa
berhadapan dengan saya. Pada saya dia berkata, ‘Saya bunuh kamu. Kalau saya
tidak bisa mendapatkan kamu, tidak seorang pun bisa mendapatkan kamu’.
He got mad,
especially because God’s power made him unable to face me. He told me, ‘I kill
you. If I can’t have you, then no one shall have you’.
Saya kaget sekali mendengar ucapan itu dan nada mengancam
dalam suaranya.
I was stunned
when I heard it and the threat tone in his voice.
the second day diarrhea struck me (9/3) |
Mungkin seminggu atau dua minggu kemudian saya sakit diare
yang berkepanjangan sampai hampir tiga minggu dan sepertinya susah betul sembuhnya,
diare itu sempat berhenti sehari tapi kemudian mulai lagi. Beberapa obat yang
saya pakai tidak mempan. Obat dari dokter pun tidak mempan sampai akhirnya saya
jadi harus dua kali ke dokter.
26 days later (3/4) |
One or two weeks later I got diarrhea that went almost unstoppable for nearly three weeks and it seemed it was uncurable, it did stop for a day but then it went on again. None of the meds I took worked, even the ones I've got from the doctor that I had to see the doctor twice.
Berat badan saya turun enam kilo dalam waktu kurang dari
tiga minggu!
I lost six kilos
in less than three weeks!
Sama seperti ketika saya dipelet, saya tahu sakit saya ini
karena teluh, ada orang yang sengaja membuat saya sakit dengan memakai kuasa
setan. Seperti pelet, teluh juga tidak bisa dibuktikan. Tapi saya tahu siapa
pelakunya. Bagaimana saya bisa tahu? Karena Tuhan membuka mata saya sehingga
saya bisa melihat alam roh.
Just like when
somebody was casting a love spell on me, I knew I fell ill because of black
magic, somebody using it to deliberately made me ill. Just like the love spell,
this kind a stuff can’t be proven. However, I know who did those things. How
could I know? Because God opened my eyes so I could see spirits.
Selama tiga minggu terjadi peperangan antara
setan dan Tuhan. Setan yang mau membunuh saya, seperti yang dikatakannya pada
saya malam itu, melawan Tuhan yang melindungi saya.
There was a
fight in the spirit world between the devil and God for three weeks. The devil
wanted to kill me, just like he said to me that night, and came facing God who
protected me.
Peperangan yang tentu saja dimenangkan Tuhan.
God surely won
the fight.
Saya pun sembuh dan dalam waktu dua hari saya pulih begitu
cepat sampai rasanya seakan saya tidak pernah sakit. Begitu itulah kalau sakit
tidak murni karena sakit tapi karena perbuatan setan.
I was healed and
recovered in just two days that it seemed as if I never got ill. When the
illness is made by satan, it is not pure illness.
Mulai April ini saya tidak lagi dibayangi oleh setan yang
mendatangi saya lewat pelet atau teluh dan rasanya… saya sangat bersyukur pada
Tuhan karena akhirnya saya benar-benar terbebas.
This April I no
longer haunted by devil through love spell or black magic and it feels… I am so
thankful to God that I am free at last.
*
* * * *
Belajarlah dari pengalaman saya. Jangan jadikan dirimu
sebagai daerah tidak bertuan.
Learn from my
experience. Don’t make yourself as a no man’s land.
Dekatlah pada Tuhan, jangan pernah tinggalkan Dia, kuatlah
dalam iman dan jangan beribadah karena mengejar janji masuk surga, jangan
karena ingin dilihat sebagai orang beragama atau demi membangun citra orang
yang saleh..
Don’t get far
from God, never leave Him, be strong in faith and don’t do your service for
aftering the promise to enter heaven nor to be seen as someone who is
religious, neither for the sake of building the image as righteous person..
*
* * * *
Saya mengalami suatu pengalaman yang luar biasa yang sulit
dimengerti oleh semua orang.
I have had one
hell of an experience that hard to be understood by people.
Orang umumnya mengatakan saya keluar jalur ketika saya
mengabstainkan diri dari agama, mereka tidak mengerti dan tidak mau mengerti
apa yang ada dalam hati serta pikiran saya pada waktu itu.
People would say
I got off the line when I abstained myself from religion, they didn’t
understand and wouldn’t understand what was in my heart and mind at that time.
Lalu ketika kemudian kelakuan saya atau kehidupan saya
menjadi minus, mereka mengatakan itu salah saya karena saya meninggalkan Tuhan.
Lagi-lagi mereka tidak mengerti dan tidak mau mengerti sehingga hanya melihat
dan menilai dari permukaan.
When my attitude
or life were in disorder, they said it was my fault because I left God. Once
again they didn’t understand and wouldn’t understand so they just saw and judging
from the beneath.
Saya tidak peduli pada apa yang mereka pikirkan tentang diri
saya.
I don’t care
what they think about me.
Kita semua punya hak asasi untuk berpikir dan berpendapat
tentang apa pun dan siapa pun.
It is our human
right to think and to have opinion about anything and anyone.
Yang penting bagi saya adalah apa yang Tuhan pikirkan
tentang saya, apa yang diperbuatNya untuk saya dan kasih sayangNya yang
melimpah bagi saya.
What important
for me is what God thinks about me, what He has done for me and His abundant
love for me.
No comments:
Post a Comment