“Oma!” anak lelaki kecil itu berlari masuk ke ruangan saya.
Mukanya menggambarkan suatu ketakutan yang luar biasa. Suaranya terdengar
begitu panik seakan dia baru saja melihat seekor singa yang terlepas dari
kandang.
“Oma!” the little boy ran
into my room. He looked terrified, it was shown clearly on his face. He sounded
so panic as if he just saw a lion broke out of its cage.
Beberapa menit sebelumnya dia asyik bermain dan mengobrol
dengan teman saya sehingga tidak menyadari omanya pergi ke ruangan lain.
Few minutes earlier he
enjoyed playing and talking with my friend that he didn’t realize his
grandmother went to other room.
“Dia memang penakut, Ke” kata omanya “Ga kayak kakaknya”
“Such a fainted heart, Keke” said
his grandmother “Unlike his older brother”
Saya memperhatikan anak itu. Dia anak yang baik. Cerdas.
Lucu. Tapi banyak takutnya. Takut ditinggal omanya. Dia bahkan takut
digendong, entah karena takut jatuh atau takut ketinggian.
I looked at the boy. He is
a good kid. Smart. Funny. But afraid of many things. He's afraid to be
left by his grandmother. He is even afraid to be carried, whether it is because
he is afraid of falling or afraid of height.
Saya menjadi guru taman kanak-kanak dari tahun 2005 sampai
2011. Saya tidak pernah menganggapnya sebagai pekerjaan. Itu adalah panggilan
hati. Saya memang terlahir untuk menjadi guru. Saya mencintai setiap detiknya.
Saya mencintai murid-murid saya, tidak peduli sebandel, sesulit, seaneh apa pun
mereka.
I worked as kindergarten
teacher from 2005 to 2011. I never see it as a job. It is a calling. I am born
to be a teacher. I love every second of it. I love my students no matter how
naughty, difficult, weird they are.
Ada satu permainan yang sering saya lakukan untuk mengenali
murid-murid saya sekaligus untuk mendekatkan diri dengan mereka, menghibur
mereka, mengajarkan mereka untuk tidak takut dan untuk mempercayai seseorang.
There is one game that I
often used as a way to know my students, to also get close with them, to entertain them,
to teach them not to have fear and to trust somebody.
Permainan itu sederhana dan tercipta tanpa sengaja.
It is a simple game and
just came up unplanned.
Saya dan seorang anak berdiri berhadapan, kedua tangan
saling berpegang erat lalu anak itu akan melompat setinggi mungkin untuk naik
ke pinggang saya. Pada saat dia melompat, saya menarik tangannya untuk
menaikkan dia dan kemudian menangkapnya hingga hasil akhirnya adalah dia berada
aman dalam gendongan saya.
A child and I stood facing
each other, both hands hold each other tightly and the child then jumps as high
as he/she can to my hip. As the child jumps up, I pull his/her hands to lift
him/her up and then catch him/her that the child ends up being safely carried
by me.
Oh, mereka suka sekali dengan permainan ini. Mereka suka
ketika melompat setinggi-tingginya, menangkap pinggang saya dengan kaki mereka lalu mengaitkan kaki di sana dan berakhir dengan
berada dalam gendongan saya. Mereka suka sekali ketika saya menghadiahkan
ciuman di pipi atau kening mereka sebelum menurunkan mereka dari gendongan
saya.
Oh, they loved this game.
They loved it when they jumped up as high as they could, caught my hip with their feet, wrapped the feet around it and ended up
being carried by me. They loved it when I kissed them in the cheek or forehead
before I put them down.
Awalnya saya hanya bermain dengan beberapa anak tapi
kemudian murid-murid di kelas saya bergabung dan sebelum saya sadari, lebih
dari lima belas anak menggabungkan diri. Hebatnya lagi, mereka berbaris rapi di
depan saya... tidak ada yang dorong-dorongan, tidak ada yang sirik-sirikan,
semua sabar menunggu giliran.. hehe..
At first I just played with
few kids but then the students in my class joined in and before I realized it,
more than fifteen kids were in it. More impressingly, they lined up infront of
me.. nobody pushed each other, nobody envied at each other, everyone patiently
waited for their turn.. lol..
Yang lebih penting adalah anak-anak ini tidak menyadari
kalau lewat permainan itu mereka sedang belajar untuk menyingkirkan rasa takut
dan untuk mempercayai seseorang.
Most important thing is
while playing this game these children unawaredly learned to cast away their
fear and to trust somebody.
Sebelum seorang anak melompat, saya memberitahunya bahwa
saya memegang kedua tangannya erat-erat, saya tidak akan melepaskannya dan saya
tidak akan membiarkannya jatuh.
Before a child jumped, I
told him/her that I hold his/her hands tightly, I wouldn’t take their hands off
mine and I wouldn’t let him/her fall.
Seorang anak yang pada dasarnya bukan penakut atau anak yang
berhasil menyingkirkan rasa takutnya akan mudah melompat dan terasa ringan
ketika saya menariknya.
A child who is basically
fearless or a child who could cast away his/her fear would easily made the jump
and felt light when I pulled him/her up.
Tapi anak yang dibayangi oleh rasa takut akan jatuh melorot
ke kaki saya dan badannya terasa berat sekali sampai saya tidak kuat untuk
mengangkatnya, saya bahkan nyaris jatuh karena dalam ketakutannya dia menarik
saya.
But a child who is overshadowed with fear would slip down to my feet and his/her body felt so
heavy that I couldn’t pull him/her up, I was even nearly fell because in
his/her fear, the child dragged me down with him/her.
Nah, saya memainkan permainan ini dengan anak lelaki itu dan
dibutuhkan lompatan berkali-kali sebelum akhirnya dia berhasil. Itu pun mungkin cuma untuk lima detik karena dia ketakutan luar
biasa.
So, I played this game with
that boy and it took many jumps before he finally succeed. Even so, it lasted like just five seconds because he was so
scared.
Jadi bukan karena dia tidak bisa melompat. Ketakutannya yang
demikian besar itu yang membuat dia tidak bisa melompat dan ketakutan juga yang
membuat dia tidak bisa menikmati kepuasaan serta kebahagiaan ketika akhirnya
dia berhasil melompat ke pelukan saya.
So it is not because he
can’t jump. His fear is so big, it makes him can’t jump and it is also fear
that makes him can’t enjoy the satisfaction and happiness for his success to
make the jump that earns him being carried by me.
Ketakutan
melumpuhkan kita.
Fear
paralyses us.
Ketakutan membutakan
kita.
Fear blinds
us.
Ketakutan menyesatkan
kita.
Fear misleads
us.
Ketakutan membuat
kita tidak bisa berbahagia.
Fear leaves
us unhappy.
*
* * * *
Saya adalah orang dewasa yang tidak menyukai dunia orang
dewasa.
I am an adult who dislike
adult’s world.
Bagi saya, orang dewasa adalah mahluk-mahluk yang paling
rumit dan paling tidak masuk akal.
To me, adults are the most
complicated and unreasonable creatures.
Ketika saya berhenti dari taman kanak-kanak itu dan kembali
ke dunia orang dewasa.. saya shock mendapati dunia orang dewasa yang rasanya
seperti berenang dalam limbah kimia.
When I quitted my job from
that kindergarten and got back to adult’s world, I was shocked to find it felt
like swimming in toxic waste.
Begitu banyak ketakutan dalam dunia orang dewasa.
There are so many fears in
adult’s world.
Takut mati, takut sakit, takut miskin, takut susah, takut
kehilangan pekerjaan, takut dipecat, takut kalah, takut kesaing, takut ga
kepake, takut tidak dihormati, takut tidak dikagumi, takut diremehkan, takut
gagal, takut citra baiknya akan rusak, takut dibilang ga laku karena belum dapat pacar atau belum menikah,
takut di cap mandul karena tidak punya anak, takut mobilnya hilang, takut rumahnya
dirampok, takut kendaraan yang dinaikinya kecelakaan.. busettt, panjang banget
ye? Saya masih bisa nambahin lho.. hehe.. tapi nanti kalian jadi takut
ngebacanya.. wakakakak..
Fear of death, fear of
being sick, fear of poverty, fear of losing a job, fear of being fired, fear of
being casted off, fear of being a loser, fear of being disrespected, fear of
not being admired, fear of being underestimated, fear of failure, fear of ruining the good image, fear to be
told old bachelor for not having girl/boyfriend of for being single too long,
fear of being called as barren for not having any child, fear to lose the car,
fear to have the house robbed, fear of having an accident.. damn, whatta a long
list.. I can add it.. haha.. but then, you might get some fear to read it..
lol..
Orang dewasa itu sebetulnya seringkali tidak beda dengan
anak kecil.
Most of the time adults are
actually have no difference with a child.
Bedanya adalah, mereka membuat banyak hal menjadi lebih
rumit.
The difference is, they
make lots of things more complicated.
Kerumitan yang kadang bisa membuat dunia menjadi lebih baik
tapi lebih seringnya sih membuat banyak hal menjadi lebih buruk dari
sebelumnya.
The complexity that
sometimes make the world better but oftenly makes things a whole lot worse than
it was before.
*
* * * *
Ketakutan melumpuhkan kita.
Fear paralyses us.
Ketakutan membutakan kita.
Fear blinds us.
Ketakutan menyesatkan kita.
Fear misleads us.
Ketakutan membuat kita tidak bisa berbahagia.
Fear leaves us unhappy.
Satu contoh untuk direnungkan;
One example to be given a
thought;
Takut tidak dihormati rekan sekerja, bawahan atau anggota
keluarga membuat kita menampilkan diri sebagai seorang otoriter atau seorang
pelaku bully karena kita berpikir dengan menekan orang lain terutama mereka yang
posisinya lebih rendah dan lebih junior akan membuat mereka menaruh hormat pada
kita.
Fear of being disrespected
by fellow colleague or family member makes us appear ourselves as stern or a
bully doer because we thought by pressing other people, especially those the
inferior or the junior would make them respect us.
Oh ya, mereka akan menghormati kita dengan kehormatan palsu
dan dengan begitu banyak kebencian serta sakit hati.
Oh yes, they respect us but
the fake respect and with lots of hatred and heartache.
Apakah hal itu bisa kita anggap sebagai suatu kebahagiaan?
Suatu prestasi?
Would we take it as
happiness? As an achievement?
Adakah hal yang bisa kita banggakan dari hal tersebut?
Anything we could be proud
out of it?
Lalu ketika kita mati dan berhadapan dengan Tuhan,
sanggupkah kita berdiri dihadapanNya dan melihat bagaimana Dia menunjukkan
perilaku kita terhadap mereka yang lebih inferior and junior itu?
When we died and found
ourselves stand face to face with God, could we stand infront of Him and see
how He showed our behavior toward those inferiors and juniors?
*
* * * *
Hampir lima tahun saya berada di dunia beraura keagamaan.
I have been involved in this religious afffairs for nearly five years.
Saya melihat begitu banyak sikap, kebiasaan dan pola pikir
manusia-manusia disekitar saya sebagai hasil dari ketakutan yang mereka simpan
dalam jiwanya.
I have seen so many
attitudes, habits and mindsets of the people around me that are the outcome of
fears kept in their souls.
Ketakutan melumpuhkan kita.
Fear paralyses us.
Ketakutan membutakan kita.
Fear blinds us.
Ketakutan menyesatkan kita.
Fear misleads us.
Ketakutan membuat kita tidak bisa berbahagia.
Fear leaves us unhappy.
Yang menyedihkan adalah, mereka orang-orang yang lebih tua
dari saya, memiliki lebih banyak pengalaman dibandingkan saya dan sekian puluh
tahun menghabiskan waktu bersama Tuhan.. tapi sikap, perilaku, perkataan dan
pola pikirnya menunjukkan bahwa mereka..
The sad thing is, they are
older than me, more experienced than me and have spent decades with God.. but
their attitude, behavior, words and mindset show that they..
Terpenjara dan terbelenggu oleh
ketakutan.
Imprisoned and chained by fear.
*
* * * *
Saya tidak sedang menghakimi siapa pun.
I am not judging anyone.
Saya sendiri bukanlah manusia super sempurna.
I myself am not a super
perfect human.
Tuhan memperbaiki saya selangkah demi selangkah tapi selain itu ada
banyak sekali hal yang Dia buka kepada saya.
God fixes me one step at a
time but apart from that He also revealed so many things to me.
Itulah inti dari setiap postingan saya di sepanjang bulan
April ini.