Kalau orang tua saya menceritakan pada saya tentang kelakuan
‘unik’ tetangga-tetangga kami, saya setengah bercanda, setengah serius mencoba
menghibur mereka dengan mengatakan, ‘Untung
mereka ga tinggal satu rumah dengan kita’.
When
my parents told me about our neighbors ‘unique’ behavior, I tried to cheer them
up by telling them, ‘Glad they don’t live
with us’, well, I was half joking and hal serious when I said that.
*
* * * *
Ya, setiap hari saya menghadapi berbagai macam manusia. Pokoknya
begitu keluar rumah.. yah, harus siap mental aja.
Well,
everyday I have to deal with many kinds of people. The moment I leave the
house.. yeah, just gotta be mentally prepared.
Kadang saya berangkat dari rumah dengan hati gembira, eh, naik
angkot yang supirnya entah kenapa bawaannya marah-marah mulu atau yang mungkin
karena perutnya lagi mules jadi pas nyetir kayak serasa lagi ikut lomba balap
mobil grandprix.
Sometimes
I leave the house happily only to meet a bad mood angkot driver who got upset
to anything or a driver who probably having stomachache and so drove like he
were in a grandprix racetrack.
Manusia tidak pernah berhenti memberikan kejutan..
People
never stop surprise us..
*
* * * *
Atau saya berangkat dengan hati damai, eh, di kantor jadi
garing seperti pengalaman saya beberapa waktu lalu waktu seorang karyawan minta
supaya saya mengijinkan suaminya yang sedang tugas jaga di kantor saya bisa
pulang lebih awal. Pagi ini dia di jadwal terapi ke dokter.
Or
I leave the house with peaceful heart, well, at work it turns sour as it
happens some time ago when a worker asked my permission for her husband to
leave the office early. This morning the worker had an appointment with her doctor.
Oh, pikir saya, kondisinya mungkin sedang tidak fit banget
sampai dia harus ditemani suaminya. Saya sudah hampir memberikan ijin ketika..
Oh,
I thought, she was probably very unwell that she needed her husband to go with
her to the doctor. I was ready to give the permission when..
“Ibu mau minta supaya si bapak jaga toko. Ibu harus pergi
berobat, toko ga bisa ditutup. Ada banyak orang, ada … yang mau ketemu anak
ibu..”
“I
need my husband to look after the shop. I have an appointment with my doctor,
the shop shouldn’t be closed. There are many people, … wants to meet my son..”
Kagak salah tuh, coy,
ente minta ane ngijinin laki ente ninggalin kantor supaya dia bisa jagain toko
selama ente pergi berobat? Ha?! Lah, tutup aja tu toko. Kan sudah tahu kalau
hari ini harus pergi berobat, ya, toko jangan dibuka dong. Nanti aja bukanya
kalau sudah balik dari dokter.
Do
I hear it well, you ask me to allow your husband to leave the office so he
could incharge in your shop while you go to the doctor? Huh?! Just close that
shop. You already knew you have appointment with your doctor so don’t open that
shop. You can open it after you get back from the doctor.
Jelas aja saya tidak memberikan ijin.
I
certainly didn’t allow her husband to leave work.
Dia malah jadi kesal, ngambek ke saya.
It
upset her, she was pissed on me.
Sinting, pikir saya, jalan pikiran elu yang kagak masuk
akal, eh, sekarang elu marah ke gue.
Nuts,
I thought, you are being nonsense and now you’re pissed to me.
Manusia tidak pernah berhenti memberikan kejutan..
People never stop surprise us..
*
* * * *
Atau dari rumah hati lagi sepet, di kantor tiba-tiba ada
teman yang curhat tentang masalahnya. Selesai dia curhat, saya berpikir ‘ya ampun, masalah gue jadi kelihatan kecil
banget kalau dibandingin sama masalahnya’ dan blas.. sepet di hati pun hilang.
Or
I leave the house with troubled heart, a friend at work unburden her problem to
me. After she’s done, I thought ‘wow, my
problem is nothing compares to hers’ and whoosh.. all the trouble in my heart is gone.
Manusia tidak pernah berhenti memberikan kejutan..
People never stop surprise us..
*
* * * *
Setiap pagi saya meninggalkan rumah menuju kantor dan setiap
manusia yang saya temui membuat saya tertawa atau jadi mengerutkan kening.
Every
morning I leave my house to go to work and every human being I met can make me
either laugh or frown.
Setiap sore saya kembali ke rumah membawa segala kelelahan
fisik dan mental.
Every
evening I get back home, physically and mentally exhausted.
Ketika saya masuk ke rumah, di rumah ayah saya, waktu serasa
berhenti dan saya berada dalam tempat yang aman, jauh dari segala tekanan dunia
serta kebisingan kehidupan.
When
I enter the house, in my father’s house, time stops and I am in a safe place,
far away from all the pressure along with the hustle bustle of life.
*
* * * *
Sudah empat setengah tahun saya bekerja di tempat yang di
sebut sebagai rumah Tuhan dan karena dalam agama saya, Tuhan itu memposisikan
dirinya juga sebagai ayah bagi umatnya, maka tempat ibadah disebut juga sebagai
rumah Tuhan alias rumah bapa.
I
have been working for four and a half years at a place which is called the house of God and because in my religion God positioning Himself not only as God but also as Father to His people, so His place of worship is called the house of the Lord or also known as Father’s house.
Sebelum bekerja di rumah Tuhan ini, dari tahun 1993 sampai
2005 saya bekerja di perusahaan biasa dimana setiap harinya saya berurusan,
bergaul dan berteman dengan orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda dengan
saya.
Before
I work in this god’s house, from 1993 to 2005 I worked in regular companies
where I dealt, mingled and made friends with people who differed in belief.
Lalu dari tahun 2005 sampai sekarang saya bekerja di dua
tempat berbeda tapi memiliki kesamaan yaitu berdasarkan pada keagamaan yang
sama dengan agama saya sehingga otomatis setiap harinya saya berurusan, bergaul
dan berteman dengan orang-orang yang memiliki keyakinan sama dengan saya.
Then from
2005 until now I work in two different places which have one thing in
common; both place is based on one my religion so it
makes me work, mingle and make friends with people who have same belief with me.
Mereka, seperti saya,
dibesarkan dengan ajaran satu agama.
They, just like myself, were raised under the teaching of one religion.
Selama delapan tahun saya bersama Andre, hampir sepuluh
tahun saya mengenalnya, dia tidak menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya
seorang bukan pemercaya agama mana pun. Dia berpandangan semua agama itu baik tapi dia tidak mau
menjadi penganut agama apa pun.
I
had been with Andre for eight years, I
have known him for almost ten years, he never hides the fact that he is an infidel. He thinks all religion is good but he prefers not to have any
religion.
Saya yakin setiap orang dari agama apa pun akan berpendapat
dia seorang yang tersesat, orang berdosa, orang terkutuk dst.
I
am sure everyone from any relition would think of him as a lost one, a sinner,
a condemned etc.
Tapi dalam perjalanan kehidupan saya, telah banyak hal saya
lihat dan terlalu banyak fakta dimunculkan di depan mata saya yang membuat saya
berpendapat lebih baik menjadi seorang atheis yang memiliki hati nurani yang
bersih, memiliki kasih sayang yang murni dan kerendahan hati yang tulus..
But
in my lifetime, I have seen many things and there too many facts came before my
eyes to make me think that it is better to be an atheist who has clean consciousness,
pure love and sincere humbleness..
Dari pada menjadi seorang beragama yang penuh dengan
keangkuhan, ego dan menyembunyikan niat, tujuan, ambisi, jiwa yang sakit dan
bobrok dibalik prilaku serta kata-kata yang religius.
Instead
of being somebody with a religion but so very arrogant, ego driven and have the
intention, purpose, ambition, sick and rotten soul behind religious attitude
and religious words.
Lama-lama saya muak.
Eventually
I had enough of it.
Ini bukan saya mengatakan lebih baik menjadi atheis, saya hanya mengatakan bahwa kita sering menilai orang-orang tidak beragama sebagai manusia yang jauh lebih buruk dari mereka yang beragama.
I am not saying it is better to become atheist, I am only saying that we often judge infidel people are worse than those the believer.
Saya juga tidak mengatakan bahwa seluruh orang beragama jauh lebih buruk dari orang-orang yang tidak percaya.
I also am not saying that the believer is worse than the infidels.
Saya hanya tidak mengerti kenapa orang-orang yang mengatakan dirinya beragama adalah mereka yang menjadikan pengenalannya akan agamanya untuk membuat dirinya menjadi lebih superior dari orang lain atau menjadikan agamanya itu sebagai kedok untuk menutupi ambisi, keinginan, tujuan, ego, keuntungan dan rencana pribadinya.
I just don't understand why people who claim themselves to be believer are infact making their knowledge of belief to make them more superior than others or to make religion as a cover for personal ambitions, desires, goals, ego, profit and plans.
Kita bisa menemukan orang-orang seperti itu dimana saja tapi sungguh amat sangat memuakkan kalau memakai Tuhan untuk membenarkan diri atau mencari keuntungan pribadi.
We can find people like that anywhere but it is really sickening to make God as excuse to justify yourself or to seek personal gain.
Semakin lama saya tidak lagi menemukan kedamaian di rumah
Tuhan ini, rumah yang disebut sebagai rumah bapa, dan kalau seorang anak tidak
lagi menemukan kedamaian di rumah ayahnya sendiri.. untuk apa lagi dia tetap
berada disana?
I
don’t find peace in this God’s house, one that called as the father’s house,
and when a child no longer finds peace in his/her own father’s house.. then why
should he/she stays there?
No comments:
Post a Comment