Semua berawal dari obrolan antara saya dengan istri dari
keponakan saya di whatsapp pada hari Rabu, 28 Oktober.
It all started with a conversation between
me and my nephew’s wife in whatsapp on Wednesday, 28th October.
Obrolan yang berakhir dengan janji saya untuk datang ke
rumah mereka hari Minggu, 1 November.
The conversation that ended up with me promised
her to come to their place on Sunday, 1st November.
*
* * * *
Minggu, 1 November.
Sunday,
1st November.
Paginya saya mengirimkan pesan whatsapp ke Yani, istri keponakan
saya, untuk memberitahunya bahwa saya akan berangkat dari kantor sekitar jam 12
siang.
In the morning I sent whatsapp message to Yani, my nephew’s wife, to tell her that I would leave the office at around noon.
..Mendekati tengah hari..
..Approaching noon..
Alamak… ini
orang-orang rapat kok ya lama banget.
Geez.. what
has made this meeting go so long.
Untung akhirnya pada pulang juga. Seperti biasa, saya orang
terakhir yang meninggalkan kantor dan siang ini saya langsung kabur ke stasiun
kereta.
Finally they all left. As usual I am the last
person to leave the office. This afternoon I went directly to train station.
*
* * * *
Jangan pernah menyerah?
Never give up?
Sudah jam satu ketika saya sampai di stasiun dan.. aduh,
keretanya cuma ada dua..
It was already one in the afternoon when I got at
the train station and.. oh no, there were only two trains..
Yang mana duluan yang berangkat? Berhubung saya turun di
Depok Baru, saya bisa naik kereta yang mana saja. Yang penting, yang berangkat
duluan yang mana nih?
Which one would leave first? Since I’d get off at
Depok Baru station, I could take any train. The most important thing is, which
train would leave first?
Petugas yang saya tanya menunjuk ke arah satu kereta.
The officer whom I asked pointed at one train.
Waduh.. keretanya sudah mulai penuh. Masih bisa ga ya saya
dapat tempat duduk?
Oh no.. the train was starting to get crowded.
Could I get an empty seat?
Soalnya biar pun stasiun tujuan saya terhitung dekat tapi
saya tidak mau berdiri dan terhimpit manusia. Berdiri sih tidak masalah kalau
kondisi saya sedang fit.
Because though my stop is not far but I wasn’t in
the mood to stand and be squeezed by people. Standing is not a problem as long
as I am in good physical condition.
Siang itu saya belum makan. Jam 5 pagi saya sarapan hanya
dua sendok nasi dengan telor rebus. Sekitar jam 9 pagi saya makan bubur dan jam
1 siang itu perut saya masih terasa kenyang.
I haven’t had lunch in that afternoon. I had only
two spoon of rice and boiled egg. I had porridge at around 9 am and at 1 pm I haven’t
felt hungry.
Nah, masalahnya perut dan tekanan darah saya selalu berbeda
pendapat.
Now, the thing is my stomach and my blood
pressure have always disagree with one another.
Perut bilang ‘aku
belum lapar’ tapi tekanan darah bilang ‘peduli
amat elu sudah lapar atau belum, aku perlu kalori buat bikin enerji’.
The stomach says ‘I’m not hungry’ but the blood pressure says ‘who the hell cares whether you are hungry or not, I need calory to
make energy’.
Saya tentu saja lebih memperhatikan suara si perut, apalagi
kalau sedang sibuk atau lagi stress, selera makan saya hilang total.
I certainly put more attention to my stomach’s
voice, especially when I am busy or under stress, I totally lost my appetite.
Kalau tekanan darah saya sudah protes dengan membuat badan
saya terasa dingin dan melayang, sakit kepala, pandangan terasa
berkunang-kunang atau malah jadi gelap selama beberapa detik, jalan jadi oleng..
nah, baru deh saya mau mendengarkan suaranya.
Only after my blood pressure protest by making my
body feels cold and giving shots of fatigue, headache, dizzy or having blackout
for few seconds, can’t walk straight.. it is when I listen to its voice.
Tekanan darah saya memang rendah dan gampang sekali anjlok.
My blood pressure is low and easily drops.
Kalau dia turun saat saya di rumah atau di kantor sih tidak jadi
masalah. Tapi bahaya kalau saya sedang dalam perjalanan dan sendirian pula.
It is not really a big deal if it drops low when
I am at home or at work. It is a different thing if it happens when I am not in
either home or work and all by myself.
Biasanya saya berbekal makanan yang manis seperti roti atau
coklat. Tapi siang itu saking terburu-buru karena tidak mau terlalu sore sampai
di rumah keponakan saya supaya tidak terlalu kemalaman ketika kembali ke Bogor,
saya lupa bawa bekal makanan. Saya baru ingat waktu sudah naik ke kereta.. masa
saya mau turun lagi cuma buat beli roti? Keretanya keburu jalan deh.
I usually bring some sweet snack such as bread or
chocolate. But that afternoon I was in a hurry for not wanting to get at my
nephew’s place late in the afternoon and I also didn’t want to go back to Bogor late
at night, so I forgot to bring any snack. I remembered about it when I was already boarded
the train.. I couldn’t get off just to buy some bread. The train would then
leave without me.
Jadi ya maju terus pantang mundurlah. Tapi saya harus
menemukan tempat duduk.
So no backing off. But I must find myself a seat.
Dan saya melihat seorang ibu tersenyum pada saya dan memberi
kode. Dia menyisihkan sedikit ruang supaya saya bisa duduk disampingnya. Horeee!!..
terima kasih banyak!
And I saw a lady smiled to me and made a gesture.
She made a little room so I could sit next to her. yippee!!.. thank you so very
much!
*
* * * *
Perjalanan
panjang.
A long ride.
Siang itu saya betul-betul merasa jarak Bogor-Depok itu
lebih jauh dari Bogor-Ambon.
That afternoon I really felt Bogor-Depok was much
farer than Bogor-Ambon.
Menunggu sekitar lima belas menit atau mungkin lebih, eh,
terdengar pengumuman yang membuat saya dan ibu yang duduk disebelah saya, si
ibu yang berbaik hati menyisihkan tempat supaya saya bisa duduk, saling
berpandangan.
Waiting for about fifteen minutes or probably
longer, there was an announcement that made me and the lady next to me, the
kind lady who made room for me to sit, looked at each other.
Hah? Kereta yang
disana itu yang akan berangkat duluan?
Huh? The
train that would leave first was the one over there?
Tanpa dikomando, kami berdua meloncat dan terbirit-birit
pindah ke kereta itu.
No commands needed to be given, the two of us got
off and ran like hell to that train.
Untung kami dapat duduk lagi dan tidak berjauhan.
We were lucky to get a seat and not far from each
other.
Lima belas menit kemudian.. heleh, kapan berangkatnya ini kereta?
Fifteen minutes later.. damn, when is this train going to leave?
Pengumuman terdengar lagi. Kereta yang akan berangkat duluan
adalah kereta yang pertama saya naiki tadi.
Another announcement. The train that would leave
first was the first train I was taking.
Sinting! Sinting! Sinting!..
Crap! Crap! Crap!..
Ibu yang tadi menyisihkan tempat duduknya untuk saya di
kereta pertama, sampai tertawa geli. ‘Kamu mau pindah lagi?’ tanyanya ke saya.
The lady who made some room for me to sit in the
first train, couldn’t help herself not to laugh. ‘Would you change train
again?’ she asked me.
Waduh, ga deh, terima kasih banget. Badan saya tidak kuat
diajak lari keluar dan naik ke kereta lain. Lagi pula, kereta pertama itu sudah
penuh.
Oh no, no, thank you. I couldn’t force my body to
get off the train and get into another train. Beside, the first train was
already crowded with people.
Saya menghela napas panjang dan memejamkan mata.
I took a deep breath and closed my eyes.
Duh, Zizi, perlu
perjuangan panjang buat ketemu kamu..
Gosh, Zizi, it takes quite an effort to meet you..
Ketika akhirnya kereta berangkat juga sekian menit kemudian,
saya belum mengetahui bahwa memang benar-benar memerlukan perjuangan dan
perjalanan panjang untuk bertemu dengan cucu saya itu.
When the train finally left some minutes later, I
haven’t got a clue that it really took one hell of a fight and long ride to
meet my granddaughter.
*
* * * *
Ok,
ada dimanakah gerangan saya?
Ok, where in the hell am I?
Semua lancar dari mulai turun di stasiun Depok Baru sampai
ke terminal bis. Tantangan berikutnya adalah menemukan angkot 09.
Everything went smooth by the time I got off at
Depok Baru station to the bus station. Next challenge was to find 09 angkot.
“Oh, ada di ujung sana, neng” kata bapak yang saya tanya.
“Oh, you can find it over there” said the man
whom I asked.
Saya berjalan mengikuti arah yang ditunjukkannya.
I walked in the direction he gave me.
Tapi omong-omong, mana angkotnya, bray? Sampai sudah di ujung terminal kok belum kelihatan juga? Yah,
sudahlah, jalan aja terus ngikutin jalanan ini. Kalau belum ketemu juga kan
bisa nanya orang.
But by the way, dude, where is the angkot? I have got to the end of the station and
there is no sign of it. Oh well, just keep going. I could ask people if I
haven’t found it.
Di ujung jalan keluar terminal.. yee, itu dia angkotnya.
At the street outside the station.. so there is
the angkot.
“Pak, saya turun di Alhidayah” kata saya pada supirnya.
Untung saya penumpang pertama jadi bisa duduk di depan.
“I am getting off at Alhidayah” I told the
driver. I was lucky to be the first passenger so I could sit next to the
driver.
“Alhidayah?” di luar dugaan saya, supir itu mengerutkan
kening. Berpikir.
“Alhidayah?” surprisingly, the driver looked like
he was thinking hard.
Sebagai catatan, jangan percaya kalau dikatakan semua supir
angkot atau supir bis tahu setiap nama jalan atau tempat yang tiap hari dilaluinya.
Please take a note, don’t believe if you’re told
that all angkot or bus driver knows every road name or places that he passes
everyday.
Soalnya saya sudah beberapa kali mengalami hal seperti ini.
I have several time experienced this kind of
situation.
Dan ini juga bukan pertama kalinya saya diturunkan di tempat
yang salah.
And this wasn’t my first experience to be dropped
in the wrong place.
Perasaan saya langsung tahu kalau itu bukan tempatnya
sekalipun gang dimana saya turun bertuliskan nama Jl. Mesjid Alhidayah.
I just knew that it was not the right place though
the alley name shown Mesjid Alhidayah.
Jadi saya menelpon Yani, istri keponakan saya, untuk
menanyakan apa saya berada di tempat yang tepat. Kalau memang tidak, berapa
jauh lagi saya dengan rumahnya?
So I called Yani, my nephew’s wife, to ask if I
was in the right place. If I was not, how far is my position with her place?
Dia tidak mengenali posisi dimana saya berada.
She didn’t have the clue where I was.
Jadi saya berjalan dan menemukan Indomaret Studio Alam. Saya
kembali menelpon Yani untuk memberitahu posisi saya ada di depan Indomaret itu.
Dia masih juga bingung. Tempat itu tidak dikenalinya.
So I walked straight until I found a convenient
store, Indomaret Studio Alam. I called Yani again to inform her about my
position. She still lost. She didn’t know that place.
Ok guys, kayaknya ini waktunya untuk mulai senewen.
Ok guys, it looked like was time to start feeling
nervous.
Sudah dua tempat yang saya sebutkan dan dia masih tidak
mengenalinya jadi berarti saya nyasar entah ada dimana.
I have told her two places and she still unable
to locate it so I guess I was in the middle of nowhere.
Saya berjalan lagi dan menemukan sebuah sekolah TK-SD
Karakter Bangsa. Saya menelpon Yani lagi dan menyebutkan nama sekolah itu.
I walked again and found a school TK-SD Karakter
Bangsa. I called Yani again and told her about the name of that school.
Keponakan saya sudah berangkat untuk menjemput saya.
My nephew has left to pick me up.
Lima belas menit berlalu.
Fifteen minutes passed.
Saya menyenderkan diri ke tembok sekolah. Kepala saya mulai
pusing tapi bukan itu yang saya khawatirkan.
I leaned to school’s wall. I started to get dizzy
but that was not what made me worry.
Angin mulai bertiup, makin lama makin kencang dan dingin,
meniupkan debu dan langit mulai mendung, makin lama makin gelap. Tidak salah
lagi, hujan bisa turun kapan saja.
It started to get windy, it got stronger and
colder from time to time, the dust was whirling and the sky got darker, it was
cloudy. It would rain anytime, no doubt about that.
Saya mengambil keputusan. Kalau sampai jam 4 lewat lima
menit dan belum juga keponakan saya datang, saya akan balik pulang.
I made a decision. If my nephew still haven’t
come until 4.05 pm, I would go back.
Jam 4.05 saya menyeberang jalan dan menunggu angkot 09.
Sudah mulai gerimis kecil. Angkotnya kok ga datang-datang ya. Gawat kalau
keburu turun hujan.
4.05 pm I crossed the street and waited for 09
angkot. It started to drizzle. Where the hell is that angkot? I didn’t want to
be caught by the rain.
Dan tiba-tiba saja sebuah motor berhenti di depan saya.
Jebby, keponakan saya, tampak lega melihat saya.
And suddenly a motorcycle stopped infront of me.
Jebby, my nephew, looked so relieved to see me.
*
* * * *
Halo,
Zizi.
Hello, Zizi.
Segala kekesalan, kebingungan, kelelahan dan bahkan sakit
kepala saya pun langsung hilang begitu saya melihat Zizi, cucu saya yang berusia sepuluh bulan.
All of the upsetness, confusion, exhaustment and
even my dizziness were gone the moment I saw Zizi, my ten months old granddaughter.
Begitu jauh jarak yang harus saya tempuh untuk bisa bertemu
dengan keponakan saya, istrinya dan anak pertama mereka.
I have taken a long way to meet my nephew, his
wife and their first child.
Dan saya teringat pada almarhum sepupu saya, ibu dari keponakan
saya yang tidak sempat melihat Zizi karena dia meninggal sebelum Zizi lahir.
thn 1950an. Kiri ke kanan: ibu saya, almarhum sepupu saya & almarhum ibunya (kakak dari ibu saya) in the 1950s. Left to right: my mother, my late cousin & her late mother (my mother's sister) |
thn 1990an. Kanan ke kiri: almarhum sepupu saya, ibu saya & almarhum ibu dari sepupu saya in the 1990s. Right to left: my late cousin, my mother & my late cousin's mother |
Sore itu Yani, orang tuanya dan keponakan saya meminta saya untuk menginap saja di rumah mereka. Mereka mengkhawatirkan saya kalau saya kemalaman sampai di Bogor.
That evening Yani, her parents and my nephew asked me to stay there for the night. They worried it would be late at night when I got back in Bogor.
Jadi deh, saya dipinjami celana pendek Yani, kaos keponakan saya, tidur enak di tempat tidur mereka sementara keponakan saya tergusur tidur di lantai kamar.. hehe, sori, Jeb.. dan besok paginya kakak Yani dengan rela mengantarkan saya ke stasiun kereta api, padahal hari Senin itu biasanya dia harus buru-buru berangkat ke kantor.
Monday, 2nd Nov 2015, 6.45 am, Pondok Cina train station. Waiting for the train to take me back to Bogor |
Almarhum sepupu saya akan gembira kalau dia tahu cucunya berada diantara dan dibesarkan oleh orang-orang yang baik ini.
My cousin would be happy if she knew her grandchild is among and raised by these kind and wonderful people.
Yang pasti saya gembira karena memiliki satu keluarga lagi.
One thing for sure is I am happy to have one more family.
No comments:
Post a Comment