Tantangan terbesar bagi seorang guru ketika dia
sedang mengajar di kelas adalah harus memberikan perhatian, kasih sayang,
pengertian dan dukungan bagi setiap muridnya.
The biggest chalange for a teacher
when he/she teaches in class is to give attention, love, understanding and
support to each of his/her student.
Tidak mudah untuk melakukannya apalagi karena dia
juga harus menyampaikan materi pelajaran, berusaha supaya pelajaran yang
diberikannya tidak masuk telinga kanan-keluar telinga kiri tanpa nyangkut di
otak sementara harus pula menjaga supaya murid-muridnya tidak menjadi seperti
gerombolan massa yang tidak terkendali.
It is not easy to do that because
the teacher must also focus on presenting the subject to the class, makes sure
the students grasp it all the while keeping them to not turning into chaotic
mob.
Kalau muridnya hanya sepuluh. Kalau ada 30, 40 atau
malah 50 dan tidak ada asisten guru, gimana?
If the class has only ten students.
What if there are 30, 40 or even 50 and there isn't any teacher's assistant?
Maka tidak heran ada banyak murid yang tidak
mendapatkan perhatian, kasih sayang, pengertian dan dukungan yang sangat
dibutuhkannya. Guru yang lelah fisik dan mental, dibayar rendah, membawa beban
tanggung jawab untuk keluarga serta untuk murid-muridnya seringkali jadi tidak
bisa (kadang juga tidak mau dan tidak sanggup) memberikan hal-hal tersebut.
No wonder there are many students
don't get the attention, love, understanding and support that they badly
needed. A physical and mentally exhausted teacher, underpaid, carry
responsibility burden for his/her family along for the students oftenly can't
(sometimes won't and unable) to give those things.
Saya menghadapi tantangan dan sikon yang sama sejak
kembali mengajar di TK dimana saya dulu pernah mengajar selama enam tahun.
I face the same challange and
situation since I resume my teaching post in the kindergarten where I used to
teach for six years.
Dari 17 anak di TK A ada dua anak yang menarik
perhatian saya karena mereka 'berbeda'.
Of the 17 kids in the class for 4-5
year olds, two of them got my attention because they are 'different'.
Yang seorang mau duduk dalam kelas tapi pasif dan
tidak bersuara. Ketika melihat mukanya yang datar tanpa emosi itu saya
bertanya-tanya dalam hati apa dia sedang tidur dengan mata terbuka? Apakah yang
sedang dia pikirkan dan rasakan? Apakah dia menyadari apa yang sedang terjadi
disekelilingnya? Apakah dia bisa mengenali saya kalau dia melihat saya di luar
sekolah?
One of them is able to sit in class
but he was passive and made no sound. Seeing his poker face made me wondered if
he was sleeping with his eyes wide opened? What did he think and feel? Did he
aware of the things happened around him? Would he recognize me if he saw me not
in school?
Terlalu muluklah bertanya apakah dia menyerap dan
mengerti pelajaran bahasa Inggris yang saya ajarkan di kelasnya.
It is too much to expect if he
absorbed and understood the English subject that I teach in his class.
Yang satu lagi tidak bisa berada dalam kelas.
Kabur-kaburan keluar kelas. Tidak bisa dibujuk untuk mau masuk ke kelas. Kalau
pun dia bisa berada dalam kelas, ibunya harus duduk disampingnya atau nongkrong
di lantai di depan pintu kelas.
The other couldn't stay in class. An
escapadee. Couldn't be asked to get back to class. When he was in class, his
mother had to sit next to him or sat on the floor by the door.
Di dalam kelas dia duduk diam, lirik kiri lirik
kanan atau kalau tidak begitu, ya dia merangkak-rangkak mengitari kelas,
merayap di lantai atau berdiri di depan kelas, duduk di kursi yang di dekat
papan tulis, mencoreti atau menghapus tulisan yang ada di papan tulis.
He sits quietly in class, looking
around or he crawled around the class or stood infront of the class, sat on the
chair next to the whiteboard, scribbled on whiteboard or erased whatever
written on it.
Masalahnya adalah ruang kelasnya kecil. Jarak antara
whiteboard dengan meja terdepan cuma sekitar satu meter. Jadi ruang gerak guru
serba terbatas. Kalau anak itu lagi nongkrong di depan kelas.. wah, semakin
sempit saja ruang gerak guru. Entah berapa kali tidak sengaja saya menabraknya,
berapa kali pula saya hampir jatuh karena tidak menduga ada dia sedang
merangkak dibelakang saya dan bahkan tangannya pernah terinjak oleh saya!
The thing is the classroom is small.
The distance between the desk in the front row with the whiteboard is probably
just one meter. There isn't enough space for the teacher to move. If the kid
hang around infront of the class.. he made the space became smaller for the
teacher. I don't know how many times have I acidentally hit him or how many
times he made me almost tripped and I even accidentally stepped on his fingers!
Doh! Bikin rambut kriting saya jadi kribo rasanya..
Man! It felt as if my curly hair
stood up on its end..
* * * * *
Saya memilih untuk fokus pada anak pertama karena
dia lebih mudah untuk ditangani. Dia masih mau duduk diam dan kalau didekati
tidak akan kabur.
I chose to focus on the first kid
because he was easier to handle. He could sit down quietly and not ran off when
I approached him.
Saya pakai metode andalan saya yaitu dengan cara
memberikan perhatian khusus padanya, mengapresiasi sekecil apa pun hal baik
atau hal-hal yang dia mau kerjakan. Saya juga minta tolong dia untuk membagikan
kertas tugas ke teman-temannya. Semua ini membuat dia merasa nyaman, aman,
disayang, diperhatikan, dihargai, dipercaya dan dilibatkan dalam kegiatan
belajar mengajar. Semua anak yang pernah saya tangani dengan memakai metode ini
selalu menunjukkan perubahan positif.
Every one of them is special. My boy is the one standing infront of me |
I used my trustable method by giving
special attention to him, appreciating every good thing he did no matter how
small it was or whenever he could complete the task given to him. I also asked
him to give the worksheet to his friends. These made him felt comfortable,
safe, loved, appreciated, trusted and involved in teaching process. All the
kids whom I applied this method have always showed positive change.
Anak ini sekarang menjadi seperti teman-temannya.
Tanggap. Mau terlibat dalam kegiatan belajar, mau maju ke depan sewaktu diminta untuk menyanyi, berhitung dalam bahasa Inggris atau menggambar di whiteboard. Ceria. Dia ternyata juga pintar.
Dia selalu tuntas mengerjakan tugas yang saya berikan. Dan saya perhatikan dia
sepertinya bersahabat dengan seorang teman sekelasnya.
This kid has now become just like
his friends. Responsive. Involves in class activities. Cheerful. He is also
smart. He always completes the tasks given by me. And I noticed he seems to be
bestfriended with one of his classmates.
Ah. Saya bahagia. Sangat bahagia.
Ah. I am happy. So very happy.
* * * * *
Anak kedua membutuhkan lebih banyak kesabaran.
The second kid needs more patience.
Itu sebabnya saya tidak bisa sekaligus menangani
mereka berdua.
That is why I couldn't handle them
both at the same time.
Untuk catatan, status saya sekarang ini hanyalah
guru honorer yang datang mengajar dua kelas seminggu sekali, tidak sampai satu
jam untuk tiap kelas. Jadi kontak saya dengan anak-anak itu amat sangat
terbatas.
For the record, I am just a teacher
who comes once a week to teach two classes for less than an hour in each class.
So I don't have lots of time to interact with those kids.
Saya pilih kasus termudah untuk ditangani sebelum
pindah ke yang agak-agak berat. Soalnya kalau dua-duanya sekaligus saya
tangani, nanti semua jadi serba setengah-setengah.
I chose the easiest case to handle before
I moved to the heavier one. If I handled them both at the same time, I'd not
give my best to them.
Ada yang mengatakan anak kedua ini autis. Tapi setelah
mengamatinya, saya tidak setuju. Anak ini sebenarnya malah lebih tanggap dengan
lingkungan dan bisa diajak berkomunikasi. Saya menduga sebelum sekolah,
dunianya mungkin hanya terbatas pada rumah sehingga lingkungan sekolah dan
kelas yang ramai membuat dia jadi takut dan malu.
Few said this second kid is autistic. But after
observed him, I thought differently. This kid is actually more responsive to
his surrounding and can communicate. My guess is his world was probably revolved
around home so the noisy and lively school and classroom scared and shied him.
Anak ini juga bukan asosial. Dia ingin bersosialisasi
tapi harus dengan memakai caranya.
This kid is also not anti social. He
wants to socialized but it must be done by his way.
Kalau saya dekati dia, dia menghindar. Tapi kalau
saya cuekin dia, dia datang mendekat. Dia merangkak dan merayap di kelas selagi
saya mengajar, dia membuat pekerjaannya berantakan, dia maju ke depan kelas
atau duduk di kursi guru di sebelah saya seakan-akan lewat semua itu dia ingin
berkata "Hei, ini aku. Perhatikan aku dong".
When I approached him, he ran away.
But if I ignored him, he came to me. He crawled around the class when I was
teaching, he messed up his task, he came forward or sat on the teacher seat
next to me as if he wanted to say "Hey, this is me. Give me your
attention".
Dibutuhkan waktu, pengertian, kasih, kepedulian dan
kesabaran ekstra untuk menangani anak ini.
It takes extra time, understanding,
love, care and patience to handle this kid.
* * * * *
Saya sudah menjadi guru sejak tahun 2005 dan saya
selalu tertarik pada anak-anak yang 'berbeda'. Bukan berbeda dalam artian
mereka yang bersikap amat sangat manis, luar biasa berprestasi atau sangat
mengesankan dalam hal-hal tertentu.
I have become a teacher since 2005
and I have always attracted to 'different' kids. It is not different in terms
of those who act as sweet as angels, have remarkable achievement or very
impressive on certain things.
Mereka yang 'berbeda' ini adalah mereka yang
benar-benar mempunyai pemikiran, pengertian dan prinsip yang berbeda dengan
orang-orang pada umumnya.
These 'different' people are those
who really have different thinking, understanding and principle with most
people.
Saya adalah satu dari mereka.
Karena saya 'berbeda' saya dianggap bodoh dan lemot ketika sebetulnya yang saya butuhkan adalah metode pengajaran yang berbeda.
Because I am 'different' I was considered stupid and slow when all I needed was a different teaching method.
Karena saya 'berbeda' saya dianggap sebagai tukang ngeyel dan pembangkang, yang tidak mau ikut aturan ketika sebenarnya saya sedang mengalami banyak pertanyaan, pergolakan batin dan menjadi skeptis tentang hal-hal yang selama ini saya telan saja tanpa banyak mikir.
Because I am 'different' I was considered as stubborn and rebellious who refused to play by the rule when what really happened is I was having many questions, personal turbulence and became skeptic toward things that I used to just accepted without giving any thought.
Karena saya 'berbeda' saya dianggap sebagai seorang yang tidak memberikan contoh baik untuk orang lain ketika sebetulnya saya sedang mempertahankan prinsip bahwa saya tidak mau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati saya dan bahwa saya tidak mau menampilkan diri sebagai anak manis demi pencitraan.
Because I am 'different' I was considered as not a good example to others when I am actually holding on to my principle that I won't do things that against my consciousness and that I won't appear myself as a sweet person for the sake of image.
Saya berbeda. Kalau orang tidak bisa menerima saya karenanya, well, itu masalah mereka. Saya hidup di dunia ini hanya sekali dan hidup yang hanya sekali itu tidak akan saya jalani dengan sepenuhnya mengikuti ukuran, keinginan dan tuntutan setiap orang yang ada di sekitar saya.
I'm different. If people can accept me because of that, well, that's their problem. I live in this world only once and so I won't live my life according to people's standard, wishes and demand.
Dengan menjadi guru, saya mendapat kesempatan untuk menolong anak-anak yang 'berbeda'. Saya dapat menolong mereka menemukan diri mereka, untuk berkembang dan tidak dihancurkan oleh penilaian atau pandangan orang terhadap mereka.
Being a teacher gives a chance to help 'different' children. I can help them find themselves, to develop and not be crushed by people's judgement or opinion about them.
Well, jarang-jarang saya ngeliat ada bu guru share artikel. Soalnya jarang juga ada bu guru di sini yang ngeblog seputar pengalamannya sepengetahuan saya. Kecuali di luar negeri ya mbak. Banyak banget malah :D.
ReplyDeleteJadi waktu tau mbak guru dan ngeblog saya langsung terjun kemari deh. Berhubung saya udah beberapa bulan magang di SD. Jadi kurang lebih udah nyicipin sedikit gimana kondisi di lapangan yang sebenarnya. Hehehe.
"Ketika sebetulnya saya sedang mempertahankan prinsip bahwa saya tidak mau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati saya." <-- Sama ding mbak, saya juga kadang ngerasain ini.
Tapi ya itu, karena 'berbeda' lah kita berharap bisa ngebantu anak-anak yang berbeda pula.
Terkadang memang anak-anak yang berbeda itu harus kita beri perhatian lebih ya kan mbak? Karena biasanya tak jarang mereka bakal lebih terbuka dan ngerespon jadinya. :)
Hai mbak Nurul, makasih ya sdh komen.
DeleteIya, kalau di luar negeri sih banyak guru yg nulis pengalamannya ngajar di blog. Kalau disini memang jarang.
Awalnya saya bikin blog ini buat jadi semacam review ke emak2 murid saya krn saya kan tdk tiap hari bisa ketemu mereka, kalau pun ketemu, belon tentu bisa ngobrol. Jadi biar mereka tahu kegiatan & keadaan di kelas tiap harinya apa aja, ya saya bikin blog.
Eh, tapi akhirnya lama-lama jadi gado-gado, tulisannya campur aduk krn saya memang demen nulis :)
Ya, saya seneng banget kalau tulisan saya bisa berguna buat orang lain.
Saya berbeda. Dulu saya minder krn mikir tdk ada yg baik & tdk ada yg bagus dlm diri saya, apalagi kalau lihat kiri kanan kok kayaknya semua orang lebih & lebih dlm segalanya kalau dibandingin dg diri saya. Apalagi komen, ledekan, celaan orang semakin bikin saya berasa jadi manusia teraneh & terkurang sedunia.
Tapi setelah jadi guru, saya ketemu dg anak-anak yg minder, yg pemalu, yg punya masalah dlm belajar, yg pemarah, yg pembangkang, yg sulit, yg aneh, yg 'beda'. Nah, krn saya juga seperti itu, saya bisa memahami mereka & juga bisa nolong mereka. Disitu itulah, saya bersyukur saya tercipta sebagai diri saya krn segala yg ada dlm diri saya & segala pengalaman saya ternyata bisa saya pakai buat menolong anak-anak itu.
Keren, pakai dua bahasa blognya :D Tetap semangat ya mbak dan salam buat murid-muridnya ;)
ReplyDeleteHai mbak Muthi, makasih buat komen & salamnya :)
Deletesalam kenal mbak :)
ReplyDeletebener banget, jd pendidik itu a lil bit hard to be.. karena kita harus menyertakan unconditional positive regards ke para peserta didik.
i have a related post mbak, mngkn bs berkunjung anytime :).
www (dot) jurnal-uly (dot ) com/2016/08/kala-pendidikan-kini-begini (dot) html?m=1
salam :)
Blessed be upon you, mba. Saya juga pernah jadi guru walaupun nggak tetap. Ada kepuasan dan kebahagiaan sendiri memang kalau bisa merangkul anak2 yg agak berbeda dr teman2nya. Sehat selalu bu guru..
ReplyDelete