Gimana rasanya pertama kali mengajar lagi setelah vakum
selama lima tahun?
How
was it feel to teach again after five years of absence?
Deg-degan.
Nervous.
Mengajar sih sering karena biar pun sudah berhenti mengajar
di sekolah tapi saya kan tetap mengajar les.
Teaching
goes on because after I resigned from school I keep my side job as a tutor.
Cuma ya mengajar les jelas beda sama mengajar di dalam kelas
di sekolah.
But
it definitely two different things between tutoring and teaching in class, in
school.
Ceritanya gini, Selasa, 13 September saya main ke taman kanak-kanak tempat
dulu saya pernah mengajar sebagai guru selama enam tahun.
So, I
went to the kindergarten where I used to teach for six years on Tuesday, 13
September.
Niatnya cuma buat mampir sebentar, nengokin teman-teman guru
di sana. Mumpung lagi cuti (rincinya ada di postingan We Need You, Teacher).
I purely just wanted to stop by to see my fellow teachers there. I was on
leave (the details can be read in We Need
You, Teacher post).
“Ke, ngajar lagi dong di sini”
“Keke,
why don’t you resume your teaching post here?”
Setiap kali saya ke sana, setiap kali saya bertemu orang tua
mantan murid saya, setiap kali saya ketemu teman-teman guru.. pasti saya
ditanya begitu.
Everytime
I went there, everytime I met parents of my former students, everytime I met my
fellow teachers friends.. they would ask me that question.
Banyak yang masih ingin saya kembali mengajar di sana.
Many
still hoping I will resume my teaching post in there.
Lima tahun lalu banyak yang menyesali keputusan saya untuk
berhenti.
Five
years ago many regreted my decision to resign.
Yang mereka tidak ketahui adalah itu keputusan terberat yang
harus saya ambil.
What
they didn’t know is it was the hardest decision I must took.
Bahwa saya benci pada diri sendiri karena harus mengambil
keputusan itu.
That
I hated myself because I had to take that decision.
Saya membutuhkan penghasilan lebih besar. Saya bekerja bukan
untuk diri sendiri. Orang tua saya semakin tua dan saat itu membutuhkan dana
besar karena sering sakit. Kami bukan orang kaya. Kami tidak punya deposito,
saham atau warisan berjeti-jeti. Saya juga tidak punya saudara untuk berbagi
beban jadi semua tanggung jawab untuk mencari nafkah jatuh ke atas pundak saya.
I
needed more income. I work not to support myself. My parents are getting older
and at that time were took turn in getting ill so we needed lots of money to
pay for medical bills. We are not rich people. We have no deposits, shares or
billions of inheritance. I also have no siblings with whom I can share the
burden so all the responsibility as sole provider falls fully on my shoulder.
Keputusan untuk melepaskan pekerjaan yang amat sangat saya
cintai demi uang rasanya seperti menjual diri, seperti pelacur yang menyerahkan
tubuhnya untuk lembar-lembar uang, seperti menikahi seseorang yang tidak dicintai.
The
decision to let go a job that I loved so much for money felt like selling
myself for money, it feels like a whore who gives her body for money, feels
like marrying somebody without love.
Tapi saya tidak punya pilihan. Selama lima tahun ini saya jalani kehidupan
berdasarkan keputusan itu. Saya berhasil mengatasi depresi yang ditimbulkan
oleh keputusan itu. Keadaan di tempat kerja tidaklah terlalu buruk tapi juga
tidak menjadi lebih baik.
But
I had no choice. For five years I lived the life based on that decision. I overcame the
depression that followed after I took that decision. Things at the workplace is
not that bad but it’s not better either.
Banyak hal berubah.
Many
things have changed.
Satu hal tetap sama; keinginan untuk kembali mengajar di
sekolah.
One
thing remains the same; I wish to go back to school as a teacher.
Lima tahun ini saya tidak berhenti job hunting. Saya bukan
orang yang percaya bahwa seseorang tidak bisa mendapat pekerjaan karena umur.
I
have never stop job hunting in these five years. I am not the person who
believes that somebody can’t get a job because of his/her age.
Semua cuma perkara waktu.
It’s
just a matter of time.
Buktinya ketika waktu itu datang, Selasa, 13 September saya
ke sekolahan bukan buat nyari kerjaan.., lha, saya datang buat main kok, buat
nengokin teman-teman guru mumpung saya lagi cuti, kan ga tiap hari saya cuti
dan belum tentu juga tiap kali cuti saya bisa dan mau ke sana.
On the destined time, Tuesday, 13 September I went to the kindergarten not to get a job.., man, I
was just stopped by there to see how my fellow teachers were doing. While
I was on leave because it’s not like everyday I could be on leave nor would I go there everytime I’m on leave.
Bahkan ketika saya berada di sana dan teman-teman saya bilang sekolah lagi butuh guru
bahasa Inggris, saya nolak. Gimana bisa saya ngajar di situ? Saya kan punya
kerja di tempat lain, kerjaan fulltime
pula.
Even
when I was there and heard my friends informed me the school needed an English teacher, I turned it down.
How could I teach there? I have a job, a fulltime job.
Sewaktu kepsek datang dan secara pribadi langsung meminta saya
mengajar lagi, respon saya tetap sama; kembali menolak dengan memberikan alasan yang sama.
When the headmaster came to me and personally asked me to teach again, my respond was the same; I turned it
down and gave her the same excuse.
Kepsek tidak mau menyerah. Baiklah, hanya seminggu sekali.
Cuma untuk kira-kira dua setengah jam.
She
refused to give in. Fine, it will be just once a week. It will only take for about two
and a half hours.
Saya berpikir. Menimbang. Hanya perlu kurang dari lima menit
untuk saya mengambil keputusan. Ya. Saya menerimanya.
I
thought about it. Considered it. It took less than five minutes for me to
decide. Yes. I took the offer.
Jadi ketika waktu itu datang.., tidak perlu persyaratan yang
ribet, umur tidak jadi penghalang dan selembar ijasah tidak akan mencegahnya untuk mewujudkan apa yang memang sudah harus terjadi.
So when the destined time came.., it didn’t need complicated terms, age was not mattered, a sheet of
diploma wouldn’t stop the things meant to be fulfilled.
Walaupun saya sempat heran mengingat selama lima tahun ini saya sudah job hunting ke
begitu banyak sekolah dan tidak ada satu pun yang cocok, malah kok ya
saya mendarat lagi di sekolah yang lama.
Though
it puzzled me to think that for five years I have been job hunting to many schools but none was the
right one, instead, one day I was just like landed in my former school.
Orang tua saya dan Andre memberikan jawaban yang sama;
rencanamu bukan rencana Tuhan, jalanmu bukan jalan Tuhan. Jadi terimalah,
jalani dan yakini Tuhan tahu apa yang sedang dilakukanNya.
My
parents and Andre gave same answer; your plan is not God’s plan, your way is
not God’s way. So take it, live it and believe God knows what He is doing.
Saya menerimanya. Saya menjalaninya. Dengan amat sangat
gembira. Mengajar adalah saat dimana saya menjadi diri saya sepenuhnya, saya
menjadi seorang yang bebas dan hati saya terisi sepenuhnya dengan kasih.
I
took it. I lived it. Full of happiness. Teaching is the time when I can be
completely myself, a free person and my heart fills with so much love.
*
* * * *
Selasa, 20 September adalah waktu yang kami sepakati untuk
menjadi awal saya mengajar bahasa Inggris di sekolah ini.
Tuesday,
20 September was the given date that we agreed to be my starting time as
English teacher.
Lima tahun tidak mengajar di sekolah.. satu hal yang saya
lupakan adalah saya harus bicara lebih keras dari biasanya.
Five
years of absence in teaching in school.. the only thing I forgot is I had to speak louder than I used
to.
Saya pulang dengan suara serak tapi selebihnya semua
berjalan dengan lancar walaupun hari itu saya datang langsung go show.. nyaris tanpa persiapan, tanpa
membawa media mengajar apa pun dan tanpa tahu tema pelajaran yang sedang
dipakai di sekolah.. hehe..
I
went home with hoarse voice but other things went well though I just came..
almost with zero preparation, without bringing any teaching media and had no
clue what was the teaching theme for that week.. haha..
Saya cuma tahu poin-poin yang akan saya ajarkan ke
murid-murid saya.
I
just knew the points that I would teach to my students.
Mengajar bukanlah tentang berfokus pada kesempurnaan.
Teaching
is not about focusing on perfection.
Mengajar bukanlah sesuatu yang bisa dipakai untuk memamerkan
superioritas diri, membesarkan diri dan ego.
Teaching
is not something to show off one's superiority nor it is to glorify oneself and ego.
Mengajar bukanlah untuk mendapatkan pujian, posisi atau
pengakuan.
Teaching
is not to get praise, position or acknowledgement.
Pengajar adalah seorang yang memiliki superioritas dalam
pengetahuan, keahlian dan kemampuan dari yang diajar tapi dia tidak boleh
menganggap dirinya lebih tinggi dari orang yang dia ajar karena misinya adalah untuk
membuat orang tersebut bisa memiliki pengetahuan, keahlian dan
kemampuannya.
A
teacher is somebody who has superiority in knowledge, skill and ability than
the one he/she teaches but a teacher should never see him/herself higher than
the student because the mission is to pass his/her knowledge, skill and ability to the student.
Ketika murid-murid saya mengetahui, mengerti dan mengingat
bahwa selamat pagi dalam bahasa Inggris adalah good morning dan tahu bagaimana
harus menjawab salam good morning dengan good morning dan tidak dengan good
night.. itu artinya saya telah berhasil memberikan pengetahuan dan kemampuan
saya kepada mereka.
When
my students knew, understood and remembered that selamat pagi is good morning
in English and know how to answer good morning greetings with good morning and
not with good night.. it means I have succeededly give them my knowledge and
ability.
Dalam perjalanan kehidupan mereka, bisa saja mereka lupa nama dan muka saya tapi pengetahuan
dan kemampuan yang mereka dapatkan dari saya itu tidak akan hilang sampai kapan
pun. Itulah yang terpenting.
As time passes by, they might forget my name and my face but the knowledge and ability that they got
from me won’t go away forever. That is what matters.
Tidak seperti orang-orang lain, saya merasa tidak perlu memamerkan
diri saya atau mencari pengakuan dan hormat, saya tidak perlu mengibar-ngibarkan
jasa, hasil karya atau kemampuan diri saya supaya orang ngeh sama saya atau supaya saya selalu eksis.
Unlike
other people, I don’t feel I need to show myself off nor seeking for acknowledgement
and respect, I don’t need to wave around my good deeds, my work or my ability
to make people notice me or to make me exist.
Tuhan menciptakan saya sebagai manusia yang penuh kelemahan
dan kekurangan supaya saya bisa merendahkan diri dihadapanNya dan supaya saya
bisa menjangkau banyak orang karena saya mengerti seperti apa rasanya menjadi
orang yang lemah dan karenanya saya dapat menolong mereka.
God
creates me as a person fulls with weaknesses and flaws so I can humble myself
infront of Him and so I can reach out to many people because I know how it
feels to be inferior and so I can help them.
Itu sebabnya Tuhan menjadikan saya sebagai seorang guru.
Mba keke.. Seneng iihh jdi guru... Gembira dan bnyak tertawa. Dipi jg lg mikir mau balik ngajar lg... Hahaha. Ada bbrp kesamaan dri cerita mba keke, dgn khidupan diri dipi. Sukses yaaa..
ReplyDeleteSalam
Dipi, bandung, www.dipiwarawiri.com