“Bu Keke bawa apa aja sih?” anak perempuan kecil itu menjulurkan
kepalanya untuk mengintip ke dalam ransel saya.
“What is it in there,
miss Keke?” the little girl stretched out her head as she peeked into my
backpack.
“Oh, ada panci, bantal, kuda nil” jawab saya sambil
memberikan tatapan serius.
“Oh, I’ve got pan,
pillow, hippo” I gave her my serious look as I answered her question.
Hah?
Huh?
Matanya membulat. Terbelalak menatap saya.
Her eyes widened. They
looked at me in amazement.
Saya tidak bisa menahan tawa karena dia terlihat lucu
sekali.
I couldn’t hold my laugh
because she looked so funny.
“Sini deh” saya menariknya, mendudukkannya dipangkuan saya
dan sambil memeluknya, saya membuka ransel saya yang oleh kakaknya dibilang ransel
segede gaban dan mengeluarkan isinya.
“Come” I pulled her, sat
her on my lap and as I hugged her, I opened my backpack which her sister called
the giant backpack and took out the things I kept in it.
Saya sudah selesai mengajar kakaknya tapi belum bisa pulang
karena hujan turun cukup besar. Jadi sementara menunggu hujan mereda, saya
pikir tidak ada salahnya menunjukkan isi ransel saya pada adik dari murid saya
ini.
I have just finished my
tutoring session for her sister but I couldn’t leave because it rained. So
while I wait for the rain to stop, I thought it wouldn’t hurt to show what I
have got in my backpack to my student’s sister.
Jadi sore itu duduklah kami berdua di lantai sambil melihat-lihat
barang-barang yang saya keluarkan dari ransel saya. Beberapa kali saya tertawa
terpingkal-pingkal mendengar komentar lucunya atau melihat mukanya yang seakan
sedang menemukan harta karun.
So there we were on that
afternoon, sitting on the floor as we looked at the things I took out from my
backpack. I had quite a laugh to hear her funny comments or upon seeing her
face that looked as if she just found some treasure.
*
* * * *
Beberapa hari lalu ketika saya sedang membuat draft untuk
postingan blog ini, hp saya berdering.
Few days ago when I was drafting
a post for this blog, my cellphone rang.
Setelah membicarakan ini dan itu yang tidak terlalu penting,
dia masuk ke inti yang mau dibicarakannya.
After had a small chit
chat, she got to the point which she wanted to tell me.
“Tadi pagi Ke, gue ketemu sama mantan elu” dia nyerocos
seperti senapan mesin “Dia nyalamin gue dengan muka begitu cerah kayak
seakan-akan ga ada apa-apanya. Padahal kan di sms gue ke dia, gue sudah cerita
gimana elu nangis waktu cerita ke gue kalau hubungan kalian berakhir. Bisanya
ya dia, teganya ya dia kok ga kelihatan terpengaruh sama sekali”
“I met your ex this
morning” she blurted out like a machine gun “He shook my hand with that bright
look on his face as if nothing have ever happened. I texted him, I told him how
you cried when you told me that you two have broke up. How could he, how
insensitive he is to look as if it doesn’t effect him at all”
Saya menghela napas panjang.
I took a deep breath.
“Itu topeng. Kita berdua sama-sama bersandiwara, bahwa kami baik-baik saja, bahwa kami bahagia, bahwa kami tidak terpengaruh dengan putusnya hubungan kami”
“That was a mask. We both
play some acts, we act that we are doing fine, that we are happy, that the breakup doesn't effect us”
Teman saya masih geram dan penasaran.
My friend was still
furious and curious.
“Kayak apa itu orang, minta maaf kek ke elu, kasih jawaban
kek, kasih penjelasan kek ke elu. Kok ya sikapnya seakan putus cinta itu biasa
kok”.
“What kind of a person is
he, he suppose to apologise to you, answer you, explain it to you. How could he
behave as if broken love is not a big deal”
Saya diam-diam kembali menghela napas dalam-dalam.
I quietly took a deep
breath again.
“Sori Ke, gue jadi emosi. Gue tadi jadi mesti ikut-ikutan
bersandiwara. Padahal ye, elu tau ga, saat itu rasanya gue pengen banget jambak
rambut dia”
Ha? Saya melongo tapi detik berikutnya saya spontan ngakak.
Huh? I stunned but a
second later I laughed it out loud.
Soalnya saya juga kepingin melakukan hal yang sama. Haha.
Because I wanted to do
the same thing. Lol.
Akhirnya kami berdua tertawa terkekeh-kekeh.
At the end we both had a
big laugh.
Dia adalah teman baik saya. Menyayangi saya
setulus-tulusnya. Peduli pada saya seakan kami ini bersaudara kandung. Kami
saling berbagi kebahagiaan dan kesusahan.
She is a good friend of
mine. She loves me sincerely. Care to me as if we were real sisters. We share
our happiness and sorrow.
Dia bertanya pada mantan saya itu bukan karena dia usil
ingin tahu urusan orang. Dia bertanya karena dia ingin berusaha untuk membantu
mencarikan jalan keluar supaya saya dan laki-laki bisa bersatu lagi.
She asked my ex not
because she wanted to interefere into something that is not her business. She
asked because she wanted to help find solution to make me and that guy get
together again.
Tapi sama seperti saya, dia membentur tembok.
But just as it happened
to me before, she bumped into a wall.
Ketika saya merasakan ada hal-hal yang menjadi ganjalan di
hati saya, saya memberitahukannya ke mantan saya itu. Saya ingin dia
meresponinya, saya ingin kami berdua bekerja sama mencari solusinya.. toh dulu
dia pernah mengatakan pada saya bahwa masalah tidak harus dihadapi sendiri.
Akan lebih ringan bila dibagi dengan orang lain.
When I felt there were
things that made me feel uneasy, I let my ex knew about it. I wanted him to
respond it, I wanted us to work together on finding the way to solve it.. after
all, he told me once that one should not be alone when deal with a problem. It
would be lighter when it is being shared with others.
Dia mengatakan hal itu ketika saya menolak untuk membagi
masalah saya.
He said that when I
refused to share him my problem.
Tapi ketika dua bulan lalu saya memberitahunya bahwa ada
hal-hal dalam dirinya, dalam sikapnya terhadap saya dan hubungan kami yang
mengganggu ketentraman hati saya, dia menanggapi dengan diam, bungkam.
But when two months ago I
told him there were things in him, in his attitude toward me and toward our
relationship that made me lost my peace of mind, he responded it with silent, a
complete silence.
Saya bingung, kesal, marah dan akhirnya saya merasa tidak
dihargai, tidak dicintai.
I was confuse, upset,
angry and at the end I felt unappreciated, unloved.
Dua minggu menunggu dan tidak melihat ada tanda-tanda baik
dari pihaknya membuat saya akhirnya mengambil keputusan; PUTUS.
Two weeks of waiting and
seeing no good signs from his side made me finally took a decision; THAT’S THE END
OF IT.
*
* * * *
Sore tadi mantan saya menelpon. Kami bicara sebentar tentang
pekerjaan.
My ex called this
evening. We talked for a while about work.
Kalau mengenai pekerjaan, lucu dan anehnya kami berdua ini
tim yang baik. Kami bisa bicara bebas, kami bisa berdebat, kami bisa bersikap
fair dan bersabar menghadapi satu dengan lainnya.
When it comes to work,
funny and strange thing is we are good team. We can talk freely, we can argue,
we can act fairly and be patient toward each other.
Mungkin karena pekerjaan tidak membuat kami masuk ke dalam
kepribadian satu dengan lainnya. Pekerjaan membuat kami saling mengenal hanya
sebatas kulit.
Maybe because work
doesn’t take us deep into each other’s personalities. Work allows us to get to
know each other just as skin deep.
Tapi ketika kami mulai saling menyayangi dan masuk dalam
suatu hubungan yang lebih dekat, lebih pribadi.. di saat itulah seperti kami
saling mengintip, mengeluarkan dan mengamati satu persatu isi yang ada dalam
kepribadian, sifat, kebiasaan, masa lalu, masalah dan rahasia dalam diri satu
dengan lainnya.
But when we start to love
for each other and got into a close relationship, a personal one.. it is the
time we peek, take out and observe the things we have in our personalities,
characters, habits, past, problems and secrets.
Pada dunia, kita tidak bisa jujur-jujuran menampilkan diri
kita yang asli.
To the world, we can’t
give our naked truth.
Kita hanya menampilkan itu pada orang-orang yang kita kasihi
dan yang mengasihi kita karena kita mempercayai dan membutuhkan mereka untuk
bisa menerima diri kita apa adanya, untuk menolong kita menghadapi diri kita
dan untuk menjadikan kita sebagai orang yang lebih baik.
We only give that to the
people whom we love and love us because we trust and need them to accept us
just the way we are, to let them help us deal with ourselves and to make us
into a better person.
Mantan saya membangun tembok kokoh disekelilingnya dan tidak
mengijinkan bahkan saya untuk masuk dan melihat apa yang ada dibalik tembok
itu.
My ex has built a strong
wall around himself and doesn’t allow even me to enter it and to see what he’s
got behind that wall.
Dia mungkin terlalu takut untuk membiarkan saya melihat
dirinya yang asli, yang mungkin jauh berbeda dengan apa yang dia tampilkan
kepada dunia.
Maybe he got too scared
to let me see the real of him which probably is so contrast with the one he
shows to the world.
Dia tidak memberitahu saya ketika dia sakit tapi pada orang
lain dia tanpa ragu memberitahu.
He didn’t tell me when he
was sick but to others he unhesitantly let it be known that he was sick.
Mungkin dia tidak ingin merepotkan saya, tidak ingin membuat
saya khawatir atau tidak ingin terlihat lemah di depan saya.
Maybe he didn’t want to
trouble me, didn’t want to worry me or he didn’t want to look weak infront of
me.
Tapi bayangkan bagaimana kaget dan juga malunya saya
mengetahui dia sakit justru dari orang lain, apalagi itu spontan nyeletuk
“lho, kok kamu bisa ga tahu pacar sendiri lagi sakit?”.
Just imagine how surprised and embarrassed I was when I knew he was sick from someone else, especially when that person spontaneously exclaimed "how could you not know that your own boyfriend is sick?".
Ketika kemudian saya menyadari bahwa bukan hanya dia lebih bebas berkeluh kesah pada orang lain tapi juga mengungkapkan penghargaan atas perhatian yang diberikan orang lain kepadanya namun sedihnya tidak dilakukannya hal yang sama ke saya..
When afterwards I also realized that not only he could freely unburdened to others but he was also showing gratitute to others for their attention but sadly not doing the same to me..
* * *
* *
Ah, mungkin saya terlalu emosional, terlalu impulsif, terlalu sensitif, terlalu keras, tidak berpikiran panjang..
Ah, maybe I was too emotional, too impulsive, too touchy, too hard, didn't think before I did what I did..
Atau mungkin juga setelah saya mengetahui apa saja isi yang ada dalam dirinya, lebih baik saya lari jauh-jauh.. hehe.. sori bray, ini bukan perkara cinta tapi ini perkara menyelamatkan leher sendiri dari segala setan-setanmu.
Or maybe now that I know what he's got in him, I better run as far as I could.. haha.. sorry dude, this has nothing to do with love, this is about me saving my neck off your evils.
No comments:
Post a Comment