“Kamu bilang gitu ke dia?” ayah saya nampak agak khawatir “Jangan terlalu percaya”.
Ya, saya mengerti arti ucapannya. Orang tua saya tentunya sudah tahu tentang peristiwa-peristiwa yang saya alami beberapa minggu lalu.
“Itu ujian” jawab saya.
Saya sedang menguji beberapa orang terdekat saya. Memberitahu mereka tentang beberapa hal sensitif memang beresiko. Tapi saya harus mengambil resiko itu karena saya harus betul-betul yakin bahwa mereka memang dapat saya percaya.
Ternyata saya salah..
Saya tidak bisa lagi menjadi seperti sebelumnya. Naif itu baik. Tapi sebaiknya saya jangan menjadi terlalu naif.
Akibatnya memang saya tidak lagi menelan semua yang dari luar terlihat manis, indah dan baik seperti dulu lagi. Saya bersikap biasa tapi hati saya beku.
Saya kehilangan kepercayaan pada kemanisan dalam sikap manusia.
Tidak semuanya tentu saja. Ada beberapa yang tetap saya yakini bahwa mereka tulus. Tidak berpura-pura.
Tapi toh saya tetap harus yakin. Saya menguji mereka. Bila dikemudian hari saya mendengar hal-hal yang saya hanya percakapkan dengan mereka diucapkan oleh orang luar maka saya akan tahu bahwa mereka gagal dalam ujian itu.
Penting bagi saya untuk memiliki orang-orang terdekat yang tidak membuat saya bertanya-tanya apakah saya sedang berhadapan dengan domba yang sama tulusnya seperti saya atau serigala yang bisa menerkam saya kapan saja.
Saya tidak memiliki saudara sekandung. Hubungan saya dengan keluarga dari pihak ayah tidak bisa dikatakan baik. Saya tidak membenci mereka. Saya hanya merasa lebih baik untuk tidak hidup bercampur dengan mereka.
Dengan keluarga dari pihak ibu saya pun saya tidak terlalu dekat. Masing-masing sibuk dengan kehidupannya.
Jadi saya harus memiliki orang-orang yang bisa saya percaya, yang saya tahu betul-betul tulus luar dalamnya, yang saya sayangi dan yang menyayangi saya, yang saya terima dan menerima saya apa adanya.
Saya tidak mencari orang kaya, orang pintar, orang berkedudukan tinggi, orang gagah perkasa atau orang hebat.
Saya mencari dan membutuhkan orang-orang yang memiliki hati, jiwa dan pikiran yang tulus serta penuh dengan kasih.
Karena mereka itulah yang akan saya sebut sebagai keluarga saya.
________________________________________
“Did you tell him that?” my dad looked worry “Do you think he’s trustworthy?”
Yes, I understood why he looked worry. My parents are well aware to the things I experienced 3 weeks ago because I have told them.
“That was a test” I assured him.
I ran a test toward my closest people. Yes, it is risky to tell them those sensitive stuff but I had to take that risk to ensure myself that I really can trust them.
I realized that I have been too naïve after those bitter incidents opened my eyes to the truth that what appears to be nice from the outside is sometimes fake.
I have been fooled…
I can’t let myself be fooled again. It is good to be naïve. But don’t get too naïve.
I don’t change my attitude toward people. Only when facing people who appear nice infront of me do I realize that my heart frozed.
I lost my trust upon people who appear nice infront of me.
Not to everybody, of course. Few, I believe are sincere.
Still, I need to be sure. I am testing them. If in the future I hear the things that I have shared only to them, then I shall know they flunk the test.
It is important for me to know that my closest people are as sincere and truthful as myself and they don’t make me wonder if I am facing a lamb or a wolf that would pounce on me at anytime.
I don’t have any siblings. I don’t have good relationship with my relatives from my dad’s side. I don’t hate them. I just think it is better for me not to mingle with them.
Meanwhile my relationship with my relatives from my mother’s side is not close. We lead our own lives. Away from each other.
So I need to have people whom I can trust. That they are sincerely nice. Inward and outwardly. That are loved by me and love me. People whom I accept and accept me wholely.
I am not looking for rich, jenius nor powerful people.
I am looking and in need to have sincere and trustworthy people who have loving heart, spirit and mind.
No comments:
Post a Comment