Jangankan teman atau sahabat, orang yang tidak dekat dengan kita pun bisa meninggalkan jejak dalam kehidupan atau kepribadian kita.
Jejak apa saja yang sudah ditinggalkan teman-teman di masa lalu dan di masa sekarang dalam kehidupan, kebiasaan atau kepribadian anda? Tentunya ada yang baik dan ada juga yang tidak baik.
Sahabat karib saya di kelas 2 dan 3 SMA adalah perokok. Padahal dia perempuan. Di tahun 1980an jarang ada siswi yang sudah menjadi perokok sejak dari SMP atau SMA. Jadi terhitung luar biasa teman saya yang satu itu.
Melihatnya merokok akhirnya menjadi pemandangan sehari-hari karena di luar sekolah dia sama sekali tidak menyembunyikan kebiasaannya itu. Dan dalam usia di bawah 30 tahun kita masih mudah terpengaruh atau terbawa dengan hal-hal yang ada di lingkungan pergaulan.
Jadi tidak mutlak harus dalam bentuk tawaran, bujukan, paksaan atau ancaman yang diberikan oleh orang-orang dengan siapa kita bergaul yang membuat kita melakukan atau meniru gaya hidup atau kebiasaan mereka. Dengan hanya melihat saja pun, jejak mereka bisa tertinggal dalam diri kita.
Teman saya yang perokok itu tidak pernah sekalipun menawarkan sebatang rokok kepada saya. Dia tahu dirinyalah yang perokok. Dia juga tahu saya tipe yang sangat bertolak belakang dengan dirinya. Jadi kalau dia bertemu dengan teman-teman kami yang juga perokok barulah dia akan meminta atau menawarkan rokok. Namun toh saya sempat merokok juga. Untunglah kebiasaan itu tidak bertahan lama dalam diri saya.
Tahun 1998-2001 saya bertemu dengan rekan-rekan kerja yang memperkenalkan saya dengan benda yang lebih canggih dari rokok. Alkohol. Lingkungan pekerjaan kami membuat kami sehari-hari bergaul dengan orang-orang asing. Nah, tahu sendiri dong, alkohol bagi mereka sudah seperti kita minum air putih.
Jadilah kami bekerja dari pagi sampai sore kemudian dari sore sampai tengah malam dan bahkan bisa sampai subuh kami nongkrong di café atau pub setelah makan malam. Kalau sudah begitu alkohol pasti mengalir tanpa henti sampai pernah dalam satu malam saya sudah tidak tahu nama dari minuman-minuman yang saya telan saking banyaknya. Dari yang manis sampai yang rasanya tidak karuan juntrungan, semua masuk ke perut tanpa di pikir lagi. Hehe.
Untungnya lagi pola hidup yang amat sangat tidak sehat itu hanya berjalan selama 3 tahunan. Saya tidak menyesalinya karena hitung-hitung semua itu pengalaman hidup. Saya hanya lega karena kemudian saya keluar dari lingkungan pergaulan seperti itu karena kalau tetap berada diantara mereka ada kemungkinan saya sulit untuk berhenti.
Alkoholnya sendiri mungkin lebih mudah untuk dihentikan setelah tiga kali saya mengalami di kejar-kejar oleh rekan kerja (laki-laki) yang mabuk. Entah mabuk beneran, setengah mabuk atau pura-pura, tidak jelas juga apakah orang itu memang memendam rasa-rasa ‘sesuatu’ pada saya atau hanya hasrat sesaat di bawah pengaruh alkohol atau kedua-duanya, saya tidak berminat untuk mencari tahu. Yang pasti nakutin, bo, di kejar-kejar sampai mau dicium oleh orang mabok! Apalagi kalau orang itu nyelonong masuk ke kamar kita. Selamatlah saya karena pada waktu insiden itu terjadi otak waras saya masih jalan.
Saya tidak menentang alkohol. Sampai sekarang pun saya senang-senang saja kalau disodori minuman beralkohol. Tapi setelah adanya pengalaman itu saya menjaga agar kadar alkohol dalam darah saya tidak melebihi batas supaya otak saya bisa tetap berfungsi dengan baik.
Mantan sahabat saya yang lain meninggalkan jejak berupa kata ‘Penjol’. Dia mengeluarkan kata itu bila dia sedang kesal, gemas, bercanda dan bahkan menjadikannya juga sebagai panggilan sayang kepada orang-orang yang dekat dengannya.
Dan saya juga melakukannya sampai sekarang. Bahkan saya menambahinya dengan ‘Benjol dan Dodol’ sampai seorang mantan murid saya di TK pernah bertanya ‘Dodol’ itu apa sih? Usut punya usut ternyata dia belum pernah makan dodol. Ya ampun, kalau begitu susah dong nerangin ‘Dodol’ itu kayak gimana. Hehe.
Kok kelihatannya hanya jejak-jejak jelek saja yang ditinggalkan oleh mantan teman-teman saya di masa lalu. Tidak juga. Saat kuliah ada serombongan teman yang benar-benar baik. Mereka adalah teman merangkap guru karena kepada mereka saya minta diajari kalau ada pelajaran yang tidak saya mengerti, terutama yang berhubungan dengan hitung menghitung.
Saking sayang dan pedulinya mereka pada saya sampai setiap kali keluar pengumuman nilai ujian maka yang mereka cari lebih dulu adalah nama saya dan bukan nama mereka. Ini karena mereka yakin benar dengan kecanggihan otak mereka yang menjamin nilai ujian mereka akan selalu bagus. Berbeda dengan saya tentunya.
Seorang dari antara mereka bahkan sangat gembira ketika saya berhasil mendapat nilai A sementara dia hanya mendapat nilai B. Dia menilai dirinya sukses mengajari saya. Hehe.
Bagaimana dengan orang-orang disekitar saya saat ini? Di tempat kerja saya lebih banyak dikitari oleh orang-orang yang umurnya jauh di atas saya. Sejujurnya saya lebih suka demikian. Orang-orang ini sudah melewati ‘masa-masa gila’ mereka dan umur membuat mereka lebih kalem dan bijak walau harap di catat baik-baik bahwa hal ini tidak berlaku untuk semua orang.
Orang-orang ini kini secara sadar atau tidak, sedang mengajari saya tentang ilmu kepemimpinan dan kerendahan hati. Ini adalah jejak yang mereka tinggalkan yang tidak akan hilang sampai kapan pun karena saya sudah memutuskan untuk tetap menyimpannya.
Teman-teman yang kita miliki meninggalkan jejak malaikat atau jejak setan dalam diri kita. Begitu pula sebaliknya. Kita juga meninggalkan entah jejak malaikat atau jejak setan dalam diri atau kehidupan orang-orang yang menjadi teman-teman kita.
Saya menilai diri saya bukan termasuk kategori orang yang memberi pengaruh jelek pada orang lain. Tapi itu kan penilaian pribadi. Mungkin benar di mata orang lain, saya meninggalkan jejak malaikat tapi bisa saja ada yang menganggap saya meninggalkan jejak setan dalam hidup mereka.
__________________________________________________________
Anybody can leave their prints in our lives or affected our personality. So imagine how immeasurable the prints are that left by our close friends.
Surely they are varied. Some are good. Some are bad.
I spent two years in highschool having a chain-smoker friend. In the 80-s it was quite rare to have students who have developed smoking habit in Junior highschool or in highschool. It is why she was an extraordinary one.
However, it was not an extraordinary view seeing her smoked since she didn’t hide it. She smoked everywhere with the exeception of school’s ground. She knew she was a smoker. But she also knew I was her opposite type and that is why she never offered me a cigarette.
She didn’t have to. I eventually had my own first cigarette. It does not need persuation or threat to influence people. Seeing one’s behavior is enough to influence or inspire other people. I am just glad my infatuation with cigarette didn’t last long.
In between 1998 to 2001 through the people I met at work I was introduced me to alcohol. It was pretty much of foreign environment influence. Foreign people drink alcohol like we, the easterners, drink water.
So we worked from morning to evening and after dined we went clubhopping all through the night that could last till dawn. Alcohol was served as the main drink that I oftenly found myself unable to recall their names for they were too many. I just drank them all without care. The sweet. The sour. The mild. The strong. I didn’t give too much thought of what I drank.
I never regret those three years of lifestyle. I consider them as life experience. Still, I am glad when I was made to leave that environment because I doubt I would able to come to my senses if I were still living or working around them.
For me it was not the alcohol itself. I have no problem with it. It was just first hand experience of nearly assaulted by drunk coworker (male) that happened three times that freaked me out. It was not amusing when a drank guy came to you to kiss, made out or refusing to leave your room. I am so glad I got out in one piece. Lol. Well, yeah, that was close. I don’t know if they were really drunk, half drunk or pretending to be drunk or if they made it as an excuse to let their hidden feelings out, I really don’t care. I just don’t want it to happen again.
My other friend left me another trace of herself in term of the word ‘lump’. It was spoken when she cursed, joked and even became her loving call to the ones close to her.
I picked the word. Adding it with my own ‘toffee’ that my former student asked what it is. Well, kind a hard to explain when you never taste this sweet.
But is it only the bad influences that my friends have left me? Not really. I had a bunch of good gals in college of whom had become my tutors. They were the bright types. They would find my grade first after we had exam. They knew they would get good grades so their concern was not on their own grades but it has always been to my grades.
One of them showed touching excitement when I once got an A while he got a B because he considered himself have succeed in tutoring me.
How about the people in my present life? Most of them are much older than me which I personaly think is better because they have passed their ‘crazy phase’ of life, thus have gained wisdom and more able to control their emotion though please be noted that not all people senior in age are like this.
But these people have taught me about leadership and modesty whether they realize it or not. It is what I decide to keep and carry with me forever.
Our friends leave us angelic marks or devil prints. So it goes vice versa.
No comments:
Post a Comment