“Selamat siang, apa kabarnya opa? oma?” saya memulai ibadah
di panti werdha itu dengan mengajukan pertanyaan ini.
“Good afternoon, how are you opa?
oma?” I started the service in the nursing home by asked them this question.
Mereka serentak menjawab “kabar baik”.. beberapa diantara
mereka malah mengacungkan jempol.
They chorused “Good”.. some of them
even gave me thumbs up.
Keceriaan terpancar di wajah mereka.
There was joy in their faces.
Saya tersentuh. Sebuah pertanyaan singkat yang bagi
kebanyakan dari kita kelihatannya tidak ada artinya, tapi bagi mereka penuh
dengan makna.
It touched me. A short question
which for most of us meant nothing, but to them it means a lot.
Setiap hari mereka harus menghadapi fisik yang tidak lagi
sehat dan kuat, dengan kesepian, rindu ingin bertemu atau bersama dengan
keluarganya, rasa frustrasi menghadapi fisik serta kesepian, kecemasan atau
ketakutan.
Everyday they have to deal with
their physical condition that no longer healthy and strong, with loneliness,
longing to meet or be together with their families, the frustration over dealing
with their physical, worries or fear.
Mereka berjuang melawan semua itu dengan cara mempertebal
iman dan berpikir positif.
They fight those things by getting
their faith strengthened and by thinking positive.
Jadi ketika saya bertanya ‘apa kabar?’ dan mereka menjawab
‘kabar baik’.. itu adalah jawaban atas dasar iman dan menyatakan bahwa mereka
berpikir positif.
So when I asked ‘how are you?’ and
they said ‘good’.. it was an answer based on faith and their declaration of
positive thinking.
Ketika pertanyaan ‘apa kabar?’ menjadi lebih dari sekedar
pertanyaan..
When the question ‘how are you?’
become more than a question..
* *
* * *
“Hai sayang, apa kabarnya kamu?”
“Hi baby, how are you?”
Andre tersenyum lebar sambil mengucapkan kata-kata itu.
Andre smiled broadly as he said
those words.
Saya memberinya pelukan erat. Alangkah menyenangkan dan menentramkan
merasakan lengan-lengannya yang kokoh itu memeluk saya, mencium bau tubuhnya
yang sudah sangat saya kenal, merasakan dagunya yang belum bercukur itu
menyentuh pipi saya ketika dia mencium saya.
I gave him a tight hug. It was so
nice and comforting to feel his strong arms hugging me, to smell his familiar
body odor, to feel his unshaved chin touched my cheek when he kissed me.
Tentu saja keadaan saya tidaklah sepenuhnya baik-baik saja.
I was surely not completely okay.
Saya telah melewati hari-hari yang sibuk. Penuh dengan
berbagai kebahagiaan, kekesalan, kebingungan dan pengharapan.
I have gone through busy days.
Filled with a lot of happiness, upsetness, confusion and hopes.
Kondisi fisik saya saat itu pun sedang berjuang melewati
masa haid yang membuat badan saya terasa lemas, mengantuk, capek dan kehilangan
selera makan.
At that moment I was physically
battling haid cycle that makes me have fatigue, feel sleepy, tired and losing
appetite.
Tapi melihatnya berdiri di depan saya dan mengingat bahwa
selama lima hari dia akan berada di Bogor membuat segalanya menjadi baik.
But seeing him standing infront of
me and to think he would be in Bogor for five days make everything good.
Saya tahu dia pasti juga merasa demikian.
I knew he must felt the same.
Bertemu atau bersama dengan orang-orang tersayang memberikan
kepada kita kekuatan, kebahagiaan, kelegaan dan optimisme.
Meeting or being with loved ones give
us strength, happiness, gladness and optimism.
Tidak berarti segalanya berubah menjadi benar, baik, lancar dan
indah. Tapi kekuatan, kebahagiaan dan optimisme yang kita dapatkan dari kasih
sayang, kehadiran dan dukungan dari orang-orang tersayang membuat kita mampu
menghadapi masalah dan tantangan.
It doesn’t mean everything then turn
out good, fine, smooth and nice. But the strength, happiness and optimism that
we get from the love, presence and support of our loved ones making us capable
to deal troubles and challenges.
Pertanyaan ‘apa kabar?’ yang diucapkan oleh orang-orang
tersayang punya arti sangat besar..
The question ‘how are you?’ that
said by our loved ones is meant a lot to us..
* *
* * *
“Ke, elu kemari dong. Gue lagi ga bisa mikir nih”
“Keke, can you come over. I can’t
think straight”
Saya bahkan belum sempat bertanya ‘gimana kabar elu?’
I haven’t even got the chance to ask
‘how are you?’
Karena harus mengajar les dulu, baru sore saya bisa pergi ke
rumahnya.
Since I had to tutor, I could go to
her place in the evening.
Dan selama kira-kira setengah jam saya duduk mendengarkan
curhatnya. Saya bahkan tidak diberi kesempatan untuk banyak bicara atau
berkomentar karena dia demikian penuh dengan banyak hal sampai bicaranya bagai
banjir bandang.
And for about half hour I sat
listening to her. I wasn’t even given opportunity to speak or to comment
because she had so many things in her mind that she spoke like a flood.
Dia tidak dalam keadaan baik.
She wasn’t okay.
Selama hampir satu jam berikutnya kami bicara, berdiskusi
dan akhirnya menutup dengan doa.
For the next hour we talked,
discussed and finally ended it with prayer.
Tuhan memberikan kami pemikiran mengenai beberapa hal yang
bisa dia lakukan untuk menghadapi dan mengatasi situasi yang membebani
pikirannya.
God gave us thoughts about few
things she could do to deal and handle the situation that burdened her mind.
Ketika saya pulang, dia kelihatan sudah jadi lebih baik.
Saya tidak perlu menanyakan ‘gimana keadaan kamu sekarang?’.. saya bisa
melihatnya sendiri bahwa dia sudah lebih tenang.
When I left, she looked she has felt
better. I didn’t need to ask ‘how are you doing now?’.. I could see it myself
that she has calmed down.
Ketika kita tenang, entah kita mempunyai jalan keluar atau
tidak, situasi akan menjadi lebih mudah untuk dihadapi.
When we are calm, whether we have
the solution or not, it is easier to handle the situation.
Ketika orang tidak butuh mendengar pertanyaan ‘apa kabar?’
dari kita karena mereka lebih membutuhkan kehadiran kita, perhatian kita, waktu
kita, kepedulian kita atau pertolongan kita..
When people don’t need to hear ‘how
are you?’ from us because they need more of our presence, our attention, our
time, our care and our help..
* *
* * *
“Hai Ke, gimana kabar kamu sekarang?”
“Hi Keke, how are you doing now?”
Saya gembira ketika seorang mantan rekan kerja menelpon saya.
I was happy when a former colleague
called me.
Tapi pembicaraan selanjutnya memberitahukan kepada saya
bahwa dia menelpon saya karena ingin menanyakan apa ditempat kerja saya ada
lowongan pekerjaan untuk suaminya.
But the next conversation let me know
that she called me to ask if there was a vacancy in my workplace for her
husband.
Seorang mantan rekan kerja lainnya belum lama ini
menghubungi saya, menanyakan bagaimana keadaan saya dan akhirnya adalah..
menawari saya untuk ikut bergabung dengan bisnis multi marketingnya.
Another former colleague contacted
just recently, asking how am I doing and to be followed by.. offered me to join
her multi marketing business.
Ah, kadang pertanyaan ‘apa kabar?’ disertai dengan embel-embel
‘ada udang dibalik batu’
Hm, sometimes there is a catch behind the
question ‘how are you?’..
Kapan terakhir kali kita menanyakan hal tersebut pada
seseorang hanya karena kita memang ingin tahu bagaimana kabarnya, apakah dia
baik-baik saja dan bersiap menghadapi kemungkinan harus mendengar seribu satu
keluh kesahnya?
When was the last time we asked that
question to somebody simply because we wanted to know how is that person doing,
is he/she okay and we are willing to face the possibility of having to hear
him/her unburden their hearts to us?
* *
* * *
Seminggu lalu saya baru saja masuk rumah dan belum lagi
mencopot sepatu ketika ibu saya langsung berkata, “Papa lagi pergi tidak tahu
ke ketua RT atau mungkin ke polsek”
A week ago I was just got in the
house and haven’t even took off my shoes when my mother said “Dad went to see chief
of neighborhood or maybe to the police”
Saya baru saja pulang dari kantor. Membawa banyak perkara
dalam hati dan pikiran. Belum lagi kelelahan fisik.
I was just got back from work. Had
many things in my heart and mind. Not to mention I was exhausted.
Sampai dirumah, bukan pertanyaan ‘apa kabar?’ yang menyambut
saya.
I got home and not the question ‘how
are you?’ that greeted me.
Yang menyambut saya adalah berita tentang ayah saya yang sedang
pergi ke rumah ketua RT untuk mengadukan tentang tukang-tukang yang sedang
membangun rumah disebelah rumah kami yang sehari sebelumnya mengangkat
genteng-genteng rumah kami yang berbatasan dengan rumah itu lalu tidak
mengembalikannya, tidak menutupnya dengan terpal dan juga tidak memberitahu
kami, boro-boro minta ijin sebelum melakukannya.
Instead, I was greeted by the news
that my father was looking for chief of our neighborhood to report the construction
workers who are renovating our neighbor’s house had, a day earlier took off our
roof tiles which adjoined with that neighbor’s house without letting us know,
let alone asked for our permission before they did that and they didn’t put
those tiles back which meant there was long hole in our roof, they didn’t put
any cover on the hole.
Bogor itu kota hujan. Setiap siang atau sore pasti hujan.
Sekali hujan, hujannya deras.
Bogor is rainy town. It rains every
afternoon or evening. Once it rains, it is pouring down.
Jadi bayangkan apa yang bisa terjadi pada rumah kami dengan
kondisi genteng-genteng yang diangkat dan tidak dikembalikan lagi ketempatnya
ketika hujan turun..
So imagine what would happen to our
house with the roof tiles removed and were not returned to their places when it
rained..
Saya pulang dalam keadaan capek, banyak perkara di hati dan
pikiran, lalu disambut dengan berita seperti itu dan membayangkan apa yang bisa
terjadi kalau saja Tuhan tidak membuat hujan tidak turun selama 24 jam
terakhir..
I got home, tired, had many things
in my heart and mind, to be welcomed with such news and imagining what would it
be like if only God didn’t hold the rain for the last 24 hours..
Gelap matalah saya jadinya..
It just took common sense off me..
Saya langsung keluar rumah. Pergi ke rumah sebelah.
I went outside the house. I went
straight to our neighbor’s house.
Ibu saya jadi ketakutan. Dia tahu betul watak saya yang
pemarah bisa bikin saya tidak lagi peduli siapa yang saya hadapi..
It freightened my mother. She knew
it too well of my short temper character makes me no longer care who I would
face..
Saya saat itu memang tidak peduli lagi apa saya akan
menghadapi serombongan tukang yang semuanya lelaki dan jauh lebih kuat dari
saya. Amarah membuat saya jadi lebih berani dan nekad.
And at that moment I didn’t care I
would face a bunch of construction workers who are all male and stronger than
me. Anger made me had the courage and daring.
Malamnya saya berpikir tentang kejadian itu dan teringat
pada cerita-cerita tentang suami-suami yang malas pulang atau malas berada di
rumah karena begitu mereka sampai di rumah, mereka disambut dengan istri yang
penuh keluh kesah atau anak-anak yang langsung menodong minta ini itu.
At night as I was reviewing that
incident and remembered the stories about husbands who didn’t feel like going
home or couldn’t stay at home because the moment they got home, they were
greeted by whining wives or nagging children.
Bayangkanlah begini, suami yang bekerja seharian mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya, pulang membawa berbagai beban atau mungkin cerita yang ingin
dibagi pada istri serta anak.. ketika sampai dirumah, bahkan tidak ditanya ‘bagaimana kabarnya
seharian dikantor, pa?’.. eh, yang ada adalah, dia malah harus mendengar segudang keluh kesah dan berbagai laporan dari orang rumah (bagus kalau sebagian besar isinya positif).
Imagine this, a husband who have spent his day at work to
feed his family is going back home with heavy heart or maybe have things to share
to his wife or children but when he's got home, he is not even asked ‘how is your day at work?’.. instead, he has to listen to tons of complaint and news from people in his house (he would be lucky if most of it are positive things).
Saya pernah membaca pengakuan seorang remaja putri. Ternyata
ada alasan kenapa dia jadi bersikap
tertutup, membangkang dan menjauhi ibunya. Rupanya setiap pulang sekolah,
sambutan yang diberikan oleh ibunya adalah perintah dan permintaan minta tolong
untuk dia mengerjakan ini itu didalam rumah.
I once read a teenage girl’s
admission. There were actually reasons why she shut herself out, became dissident
and distanced herself from her mother. It turned out that the greetings her
mother gave her once she got home from school was instruction and request for
her to do this and that in the house.
Remaja putri ini merasa dirinya tidak diperdulikan dan
kehadirannya dirumah dimanfaatkan oleh ibunya.
This teenage girl felt herself
uncared and her presence at home was for the benefit of her mother.
‘Apa kabar?’ menjadi pertanyaan yang penting..
‘How are you?’ became an important
question..
* *
* * *
Ternyata pertanyaan ‘gimana kabar kamu?’, ‘apa kabarnya?’,
‘gimana tadi seharian dikantor?’, ‘bagaimana tadi disekolah?’ adalah pertanyaan
yang penting.
The thing is ‘how are you?’, ‘what’s
up?’, ‘how were things at work?’, ‘how was school?’ are important questions.
Karena pertanyaan-pertanyaan itu menunjukkan kita peduli dan
merupakan bentuk perhatian atau kasih sayang kita pada seseorang.
Because those questions show us care
and is one of the way for us to show attention and love to somebody.
Jadi tanyakan itu dengan ketulusan.
So ask the question sincerely.
Jangan menjadi terlalu sibuk, capek, cemas, takut, malu,
ragu dan gelisah sampai tidak lagi menanyakan bagaimana kabar seseorang.