Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, September 19, 2011

Si Tukang Potret / The Photographer

Bagaimana nasib saya sebagai tukang potret setelah cabut dari taman kanak-kanak tempat saya mengajar selama 6 tahun? Haha. Saya bukan tukang potret sungguhan tentu saja. Memotret hanyalah satu dari sekian banyak hal yang saya sukai. Tapi tidak seperti kegemaran lainnya yang muncul sejak kecil, kesukaan pada fotografi baru muncul setelah saya memiliki kamera sendiri yang saya beli dengan uang celengan saya.


Kamera Fuji DL-15 yang saya beli sekitar tahun 1989 ini cukup bandel karena sampai sekarang pun masih berfungsi dengan baik. Banyak sudah peristiwa penting yang di rekam oleh kamera jadul ini. Sekolah, kuliah, wisuda, kelahiran, kematian, pernikahan, darmawisata.

Perkara jalan-jalan? Hm, si jadul ini dengan setia mengikuti kemana pun saya pergi. Tidak pernah rewel. Justru sebaliknya saya yang kadang rewel berkeluh kesah karena merasa ransel jadi bertambah berat dengan adanya si jadul. Tapi bagaikan amplop dengan perangko, saya dan si jadul adalah dua sejoli yang sulit dipisahkan.

Walaupun demikian memotret dengan si jadul lama kelamaan terasa berat. Berhubung si jadul bukan kamera digital maka memotret dengan menggunakan si jadul membutuhkan dana yang bisa berkisar antara 60-70 ribu untuk membeli film & mencuci cetak. Jumlah yang tidak akan menjadi masalah kalau penghasilan saya masih dalam bilangan jeti-jeti (juta-jutaan).

Jadi terpaksalah saya tidak bisa sering memotret sewaktu saya masih bekerja sebagai guru TK & belum mempunyai kamera digital. Saya batasi satu rol film untuk di pakai selama satu semester yaitu untuk waktu sekitar 5-6 bulan.

Yah, fotografi memang bukan hobi yang murah. Kameranya saja sudah mahal. Belum lagi biaya untuk film, cuci & cetak. Bahkan memotret dengan kamera digital pun tetap saja membutuhkan biaya ekstra karena tanpa card reader hasil foto tidak bisa dipindahkan ke komputer. Saya bersyukur seorang sahabat pena saya di Amerika memberikan sebuah netbook sebagai hadiah ulang tahun saya tahun ini. Canggihnya, kartu memory dari kamera digital dapat masuk ke dalam netbook ini sehingga saya tidak memerlukan card reader.


Nah.. nah…, tunggu dulu, saya tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang fotografer profesional. Memotret hanyalah suatu kesukaan. Menjadi cara untuk berekspresi. Dipelajari secara otodidak. Bahkan sebetulnya saya belum pernah sekali pun membaca buku yang membahas segala sesuatunya tentang fotografi. 

Lalu bagaimana saya bisa mempelajarinya? Tentu dengan cara praktek langsung. Di mana saja. Kapan saja.

Dan siapa yang menjadi sasaran bidikan kamera saya? Tentu orang-orang di sekitar saya. Bahwa tidak semua orang senang di potret, itu bukan hal baru. Tapi reaksi mereka umumnya hanya mengelak, memalingkan muka. Bisa jadi mereka malu atau minder.

Tapi baru setelah bekerja di tempat yang baru ini saya menemui reaksi yang beda. Sampai terheran-heran saya dibuatnya karena orang ini tidak hanya protes keras dan komplain pada para senior saya tapi juga mengutarakan hal-hal yang menurut saya penuh dengan kecurigaan.

Waduh. Heran sekaligus geli & agak dongkol, saya berpikir mungkin ybs adalah : (a). agen rahasia; (b). mata-mata; atau (c). selebriti. Tapi orang yang protes ini sama sekali bukan masuk dalam 3 kategori di atas. Hehe. Saya terlalu banyak nonton film bertema spionase seperti James Bond & The Bourne Identity rupanya… 

Toh peristiwa itu membuat saya sempat gamang selama beberapa minggu. Ragu untuk memotret. Segan untuk mengalami kejadian seperti itu lagi. Ternyata hal yang sangat sederhana pun dapat membakar seluruh hutan belantara.

Tapi kemudian saya pikir kenapa pula satu orang mampu membuat saya berhenti memotret? Kenapa saya harus menghentikan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari minat & bakat saya? Boleh saja saya gentar tapi saya tidak boleh mundur.

Kalau memang orang itu tidak suka di potret, ya sudah, saya tidak akan memotret dia. Tapi saya tidak akan berhenti memotret. Dan itulah yang saya lakukan. Termasuk di depan orang itu karena saya menunjukkan sekaligus membuat pernyataan tak tertulis bahwa sebagai tukang potret, saya berdiri di tempat yang netral. Tidak memihak pada siapa pun. Saya memperlakukan setiap orang, peristiwa & tempat sebagai obyek yang harus didokumentasikan.

Keuntungannya sebetulnya seimbang. Mereka mendapat tenaga fotografer gratisan. Sementara saya mendapat kesempatan untuk melatih & menyempurnakan bakat & kemampuan saya pada bidang fotografi.

Bakat adalah sesuatu yang tidak bisa kita ciptakan atau minta. Tuhan sudah meletakkannya di dalam diri setiap manusia. Hargai, syukuri & pakailah setiap bakat yang ada dalam diri kita masing-masing semaksimal mungkin serta untuk tujuan yang baik.

___________________________________________________________________________________________________________________________________


So how do I do as a photographer after I resigned from kindergarten where I worked for 6 years? Well, I’m not really a photographer. It is just one among other things that I am fascinate with. But it is actually came to surface after I bought my own camera out of my piggy bank money in 1989.


This DL 15 Fuji camera is really an old timer. Still working well recording countless events. Birth, wedding, funeral, graduation, you name it.

It loyally came with me anywhere I go. Without any fuss. Infact, it has always been me who made such a fuss after felt my backpack didn’t get any lighter having had to carry it inside.

However, it needed extra budget to take picture with non digital camera. Wouldn’t be a problem if I had millions of rupiah as my income. Having to live with teacher’s salary didn’t allow me to take picture as often as I wanted. One roll of film had to make do for 5-6 months of use.

Photography is definitely not come cheap. The camera is quite pricey. Plus the cost for film & cost to develop the film. Even digital camera requires some extra budget because it needs card reader if you want to upload the photos to the computer. 

But 2011 has become a blessfull year for me. Parents of my former student kindly gave me a digital camera. Followed by a notebook as my birthday present from my long time friend in America. After that a Korean student gave me an USB. I’m so gratefull that I’ve got what I need.

I’m not a professional photographer though. I never intend to become one. It is just a hobby. Something that I learn on my own through practice. Anywhere. Anytime. Anything & anyone can be the object.

Speaking about human object, I have met some people whom find it uncomfortable to be photographed. They have their own reason of course but I think it is due to self esteem.

But not until I work in this place did I discover somebody showed not only discomfort but also lots of suspicion. This person complained to my seniors but it was the suspicions that really surprised me most.

I think the people who would react like that are either : (a) secret agent; (b) spy; (c) selebrity. But that person is not one of them so probably I watch too many James Bond & The Bourne Identity movies… lol.

However the incident has made me lost my mood to take picture. I didn’t want to experience such thing but then I thought how could one person stop me from doing what I have done since long time ago. I shouldn’t let anyone stop me from doing good things.

If that person doesn’t like to be photographed, fine, I will not take any picture of her but I will not stop taking picture & I show this. As a photographer I place myself in a neutral position. I just make documentation of people, place & event.

It is a win-win situation actually. They get a photographer for free while I get a chance to practice on my skill.

Talent isn’t something that we could create or ask for. God places it in each of us. So we better appreciate & use it for the best, at the most.

No comments:

Post a Comment