Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, October 31, 2013

Yes I Can!

Hari Senin (28/10) rencana awal saya adalah check-up dulu ke ginekolog lalu siangnya pergi menginap di rumah seorang kenalan saya. Hari itu saya mengambil cuti.

My plan for that Monday (Oct 28th) was to go to my gynecologist for a check-up and then went to an acquaintance’s place in the afternoon as I would spend a night at her place. I took a leave on that day.


Tapi rencana tinggal rencana. Dua hari sebelumnya kenalan saya itu memberitahu dia harus merawat ibunya yang baru sembuh dari sakit typhus.

But that was the plan. Two days prior to Monday, she informed me that she had to nurse her recovering mother who just had typhus.

Kecewa? Banget banget. Tapi mau bilang apa? Masa mau ngomel? Kan tidak seorang pun dari kami yang ingin rencana ini batal. Tidak seorang pun yang bisa disalahkan.

Disappoint? So very much. But what could I say? I couldn’t grumble either. None of us wanted to call off the plan. It was nobody’s fault.

“Mending jalan sama saya aja” kata Andre ketika melihat saya lesu memikirkan rencana yang batal itu.

“Why don’t we go somewhere?” said Andre when he saw me looking so dispirited thinking about the called off plan.

“Hari Senin kan kamu kerja” jawab saya sambil meringkuk di sofa.

“You work on Monday” was my reply as I confined myself to the sofa.

“Kita pergi ke Bandung? Nginap disana aja”

“Go to Bandung? Spend a night there”

“Kamu bolos kerja dong?”

“Skip work?”

“Sekali-sekali boleh kan” dia memeluk saya.

“I can do that once in a while” he hugged me.

Tapi mendadak saya punya ide lain. 

But I had other idea. It just came to me.

“Kamu sms siapa?”

“Who are you texting?”

“Teman lama saya jaman kuliah dulu. Saya ke rumahnya aja deh. Terakhir kali kali ketemu tahun 1998”

“An old friend from college. I am going to her place. The last time I saw her it was in 1998”

Teman saya membalas sms saya. Gembira. Semangat mengetahui saya akan datang dan menginap dirumahnya.

My friend texted me back. Happy. Excited to know I was going to visit and spend a night at her place.

“Kamu tahu rumahnya dimana?” Andre tampak khawatir.

“Do you know where her house is?” Andre looked concern.

“Saya punya alamatnya”

“I have her address”

“Sudah pernah kesitu?”

“Been there before?”

“Belon”

“Nope”

Andre membelalakkan matanya “Tahu jalan kesitu?”

Andre’s eyes were wide opened “Know how to get there?”

“Nggak”

“Nope”

Saya meliriknya sekilas dan tertawa melihat mukanya “Nih, dia kasih petunjuk saya harus naik apa, turun dimana”

I glanced at him and laughed when I saw his face “Here, she just gave me the route and direction where I should take the bus, where I should get off”

“Tapi Jakarta itu lebih luas dari Bogor” dia kelihatan cemas.

“But Jakarta is wider than Bogor” he looked worried.

“Pasti sampe deh disana” kata saya kesal.

“I will get there safely” I said, annoyed.

Dia diam. Menatap saya yang sedang ber-sms-an dengan teman saya itu.

He went quiet. Watching me texting my friend.

“Ada kamar kosong tidak dirumahnya?”

“Does she has a guest room in her house?”

“Dia bilang saya bisa tidur sama anak-anaknya”

“She said I can sleep with her kids”

“Dengan anak-anaknya?! Satu tempat tidur dengan mereka?”

“With her kids?! In a bed with them?”

“Ga masalah kok buat saya”

“It won’t be a problem for me”

“Umur berapa anaknya?”

“How old are her kids?”

Saya menghela napas menahan kesal. Duh, ni orang, cerewet banget sih.. yang mau nginap saya, kok yang repot dia..

I sighed swallowing down my impatience. Geez, noisy guy.. and I am the one who is going to spend a night there..

“Anak-anak tidurnya cenderung lasak. Gimana kamu bisa tidur nantinya?”


“Kids tend to have restless sleep. How can you have a good night sleep?”

“Tidur di lantai”

“Sleep on the floor”

Dia diam lagi. Menyalakan tv. Lega saya jadinya. Perhatiannya pasti teralih.

He went quiet. Turned the tv on. Making me relief. It would distract his attention.

Sekian menit kemudian…

Few minutes later…

“Saya antar saja ya”

“I drive you there, ok”

Yahhhh….

Geeeeezzz…

“Ga usah!” jawab saya “Saya bisa jalan sendiri”

“No need!” I replied him “I can get there by myself”

Saya dengar dia menghela napas panjang.

I heard him took a deep breath.

“Kalau gitu, ini kamu bawa uang. Naik taxi aja” dia merogoh kantongnya, mengambil dompetnya.

“Then take some money. Get a taxi” he took his wallet from his pocket.

“Ga!” tolak saya tegas “Saya punya uang sendiri”

“Nope!” I refused firmly “I have my own money”

Dia menatap saya. Tampak putus asa bercampur kesal.

He stared at me. Looking desperate mixed with upsetness.

Kami saling bertatapan seperti dua ekor banteng yang sedang mengukur kekuatan satu dengan lainnya.


We stared at each other like two bulls measured up the other’s power.

Tapi saya tidak mau mengalah.

But I wouldn’t give in.

Saya harus melakukan perjalanan ini. Saya harus mewujudkan rencana ini. Dengan seluruh tekad saya, kekuatan saya, tenaga saya dan uang saya.

I had to do this trip. I had to bring forth this plan. With all my will, my power, my energy and my money.

Saya punya alasan tersendiri.

I had my reason.

Selama setahun saya dibuat jungkir balik dengan ketidaknormalan hormon yang membuat saya mengalami menstruasi demikian banyak dan nyaris tidak mau berhenti.

For a year I was made to turn upside down by the abnormality in hormone that caused me to have lots of menstruation and nearly unstoppable.

Diagnosa (hormon, mium atau kanker rahim) membuat saya merasa hidup saya nyaris berhenti.

The prognosis (hormone, tumor or uterus cancer) made me felt my life had come to its end.

Setahun saya tenggelam dalam depresi berat walau dari luar penampilan saya tetap ceria-ceria saja.

For a year acute depression caught me though I managed to appear as a happy person.

Setahun saya berjuang melawan badan yang sakit, harapan yang tipis dan depresi yang lebih menakutkan dari penyakit manapun.

For a year I battled the sick body, thin hope and depression that was more scarry than any disease.

Ketika akhirnya saya bisa sembuh.. saya seperti orang yang membenahi rumahnya yang porak poranda setelah di landa badai topan.

When I finally recover.. I am like a person who is putting back the pieces of her house after hurricane attack.

Jadi saat ini saya sedang dalam proses mengumpulkan kembali seluruh kekuatan tubuh, kepercayaan diri, semangat dan kemandirian saya.


So I am in a process of regaining my body’s strength, my self confident, spirit and independency.

Saya harus melakukannya sendiri.

I have to do this by myself.

Saya tahu orang-orang terdekat terlalu amat sangat menyayangi, memperhatikan dan mengkhawatirkan saya. Tapi semua itu tidak menolong saya untuk menjadi orang yang mandiri, punya keyakinan diri yang kokoh dan kuat.

I know those closest with me have so much love, care and worry for me. But it is all not helping me to be independent, have solid faith on myself and be tough.

Dan sudah terlalu lama saya menempatkan diri saya di bawah kepentingan dan keinginan orang lain. Saya mengalah. Saya berkorban banyak. Untuk orang tua saya, untuk Andre, untuk orang-orang lain..

And I have been placing myself under other people’s wishes. I gave in. I made many sacrifice. For my parents, for Andre, for other people..

Sekarang ketika menyangkut kepentingan pribadi, saya akan mengikuti kata hati saya.

Now when it comes to my personal things, I follow my heart.

Ketika saya merasa dorongan kuat dalam hati untuk pergi mengunjungi teman saya, maka itulah yang akan saya lakukan.

When I felt my heart strongly told me to visit my friend, it was exactly what I did.

Saya yakin saya pasti bisa sampai di rumah teman saya itu. Saya harus bisa.

I was certain I could get to my friend’s house. 

Hati saya tidak memberi ruang untuk keraguan, ketakutan atau kecemasan.

My heart gave no room for doubt, fear or worry.

Dia hanya mengatakan kalimat sederhana; Ya saya bisa!


It just said simple sentence; Yes I can!

Titik.

Period.

Wednesday, October 30, 2013

The Show Must Go On

Hidup adalah suatu pertunjukan yang harus dijalani.

Life is a show that must goes on.

Hari Sabtu (26/10) saya bersama 4 orang ibu lainnya makan siang bersama-sama. Dan sejak saya masuk ke ruangan itu, sudah terlihat oleh saya di atas meja ada segumpal tisu.

I had lunch with 4 ladies on Saturday (Oct 26th). And from the moment I entered that room I have seen dirty tissue on the table.

Jorok, pikir saya, setengah mengeluh-setengah menggerutu.

Crap, I sighed, half grumbled.

Orang-orang yang datang umumnya meninggalkan gelas plastik kosong bekas minum di atas meja atau ya tisu kotor. Padahal apa susahnya tisu dan gelas plastik itu dibuang ke tempat sampah. Kan tidak harus jalan kaki satu kilometer menuju tempat sampah.


People who come here like to just leave empty mineral water plastic glass or dirty tissue on the table. What is so hard to just put those things in the dustbin. It is not like they had to walk one kilometer to get to the trash can.

Sudah jadi kebiasaan saya untuk patroli keliling tempat kerja saya ini tidak lama setelah saya sampai. Dan ruangan ini juga saya longok. Saya segera tahu kalau ada yang datang setelah jam kantor usai. Tinggal lihat saja ke meja. Kalau ada sampah, pasti ada orang yang datang.

Shortly after I arrive at work I will go checking the place. It is a routine. And this room is one of the places I check. I can tell if anyone was there after office hour. I need only to look at the table. If there was trash on it, someone or some people were in the room.

Ya, patroli sambil mungutin dan ngebuangin sampah jadinya..

Yep, patrolling and taking as well as throwing away the trash..

Paginya saya sudah melongok ruangan ini dan kok bisa-bisanya gumpalan tisu ini tidak saya lihat. Untung siangnya yang masuk ke ruangan ini cuma saya dan 4 ibu itu. Coba kalau tamu.. widih, malu-maluin banget ada sampah di atas meja.


I have checked the room but howcome I didn’t see that dirty tissue? Good thing that there were just me and those 4 ladies who got in there. If there were guest.. and there was trash on the table.. yikes..

Sehabis makan, saya berniat untuk membuang sampah bekas makan-minum saya berikut gumpalan tisu itu.

After having lunch I wanted to throw away the plastic bags and other trash along with that dirty tissue.

Tapi seorang ibu rupanya juga berniat untuk membuangnya. Namun dia melihat sesuatu di balik gumpalan tisu itu.

But one of the ladies had the same thought. Only that she saw something under that dirty tissue.

“Ini gigi!” serunya.

"It's a teeth!" she exclaimed. 

Hah? Apa? Gigi? Gigi palsu! Punya siapa?

Huh? What the..? Teeth? Prosthetic teeth! Of whose?

“Pasti punya pak …” ibu itu menyebut nama seorang senior saya.

“It must Mr. ..’s” the lady said the name one of my seniors.

“Tahu dari mana?” tanya saya.

“How can you tell?” I asked her.

“Kemarenan kan dia baru bikin gigi” kata ibu itu.

“He just had ordered for a prosthetic teeth” said the lady.

Dia bisa tahu karena dia sendiri yang mengantar senior saya itu ke tukang gigi untuk membuat gigi palsu.

She knew it better because she was the one who took my senior to the prosthetic teeth maker.

“Ke, kasih tahu ke dia, giginya ketinggalan” kata seorang ibu yang lain sambil cekikikan.

“Keke, let him know, he forgot his teeth” said another lady, giggling.

Dan tertawalah kami semua ketika saya membacakan isi sms saya ke istri senior saya itu;

And we all laughed when I read what I wrote in my text to his wife;

‘Bu, giginya si bapak ketinggalan disini’

‘Ma’am, your husband left his teeth in the office’

Putri mereka akan menikah bulan depan dan entah demi putri tercinta atau demi penampilan, kira-kira 2 minggu lalu senior saya membuat gigi palsu itu. Nah, entah karena belum terbiasa atau merasa tidak nyaman, gigi itu dicopot dan lupa memakainya lagi atau membawanya pulang sehingga tertinggalah gigi itu di atas meja.

Their daughter is having her wedding next month and whether it is for her or for the sake of appearance, about 2 weeks ago my senior ordered to have a prosthetic teeth. So maybe he has not used wearing it or out of discomfort, he took it off and forgot to wear it again or forgot to bring it home so it was left there on the table.

“Harganya 600.000 lho” kata ibu tadi "Itu cuma buat gigi atas"

“It cost him Rp.600.000 (about US$60)” said the lady "It is not a full set of prosthetic teeth"

“Gelo! Mahal banget!” saya kaget tapi kemudian tertawa.

“You gotta be kidding! That is expensive!” it shocked me but also made me laughed.

Saya tertawa sampai sakit perut karena membayangkan apa jadinya kalau gigi seharga 600.000 itu saya buang ke tempat sampah.


It hurt my stomach out of laughing when I thought what it would be if I threw that Rp.600.000 prosthetic teeth to the trash can.

Saya jadi ingat pada pengalaman saya sebelumnya ketika saya juga nyaris membuang gigi palsu orang. Itu terjadi pada ketika saya mengikuti acara Leadership Camp akhir bulan Agustus lalu.

It reminded me to my pervious experience when I almost threw away somebody’s prosthetic teeth. This happened when I participated in Leadership Camp event at the end of August.

Ceritanya begini, teman sekamar saya rupanya memakai gigi palsu, mencopotnya pada malam hari dan menaruhnya di dalam gelas di dalam kamar mandi. Tanpa memberitahu saya atau 2 teman sekamar yang lain.

My roommate who wears artificial teeth, took it off at night and put it in a glass in the bathroom. She didn’t tell me or our 2 other roommates about it.

Jadi malam itu saya terbangun, pergi ke kamar mandi, menemukan gelas yang tergeletak sembarangan di atas westafel, jadi saya pikir airnya saya buang lalu gelasnya akan saya rapikan. Saya betul-betul nyaris membuang isi gelas itu. Untung saja tidak sengaja saya lihat isi gelas itu. Kalau tidak, wah, gigi palsu orang bisa terbuang ke kloset… hehe..


So I woke up at night, went to the bathroom, found a glass that was carelessly put on the washbasin, thinking it was filled only by water made me almost threw the water on the watercloset before put the glass where it should be placed. So glad I saw what was in the glass or otherwise I would throw away my roommate's prosthetic teeth into the watercloset.. lol..

Dari segala benda aneh yang pernah saya temukan, gigi palsu adalah yang paling top.. hehe.. ya, hidup tidak boleh berhenti hanya karena gigi, setuju kan?

Of all the strange things I have found, prosthetic teeth is on top of them.. lol.. well yeah, life shouldn’t stop only because of teeth, right?

Tapi gara-gara gigi palsu itu saya jadi tertawa terbahak-bahak sampai tenggorokan saya yang sudah anteng jadi terasa perih dan panas lagi.

However, the teeth gave me such a laugh that it made me had another sore throat.

Sudah seminggu ini tenggorokan saya ngadat. Awalnya amandel kiri bengkak. Entah karena perubahan cuaca atau karena dia tidak bisa lagi mentolerir makanan pedas.

I have been having it for a week. It started with the swollen left tonsil. I don’t know if it was caused by this extreme wheather or because it couldn’t tolerate hot spicy foods anymore.

Kalau tidak terpaksa, saya ogah minum obat antibiotik. Efek sampingnya itu yang saya tidak tahan karena bikin saya mengantuk, lemas dan berkeringat dingin.

I am not into antibiotics. I can’t stand the side effects as it makes me sleepy, have fatigue and have cold sweat.

Jadi saya hanya memakai obat kumur dan obat batuk. Lumayan manjur menghilangkan rasa perih dan mengempeskan amandel.

So I just gargled with mouthwash and take cough medicine. It worked to get rid the sore feeling and normalize the tonsil.

Tapi selama 3 hari berikutnya saya merasakan kembali gemetaran aneh, kulit dan tulang ngilu rasanya.

But in the next 3 days I felt that strange chill, I felt pain in my skin and bones.

Selama seminggu ini tiap pagi rasanya saya ingin kembali tidur dan tidak harus berangkat kerja. Kadang malah saya membaringkan diri lagi di atas tempat tidur setelah selesai dandan karena merasa tidak enak badan.

I have been wanting to get back to sleep every morning in the past week. Sometimes I lied myself on the bed after put the makeup, feeling unwell.

Di tempat kerja pun saya berjuang mengumpulkan seluruh tekad untuk tidak dikalahkan oleh badan yang rasanya tidak karuan ini.

At work I gained all my will power not to be defeated by that unwell feelings.

Beberapa malam air mata saya menetes juga. Sialan betul badan ini. Saya menangis karena jengkel dan marah pada diri sendiri.

I shed some tears in some nights. Fuck this body. I cried out of feeling upset and angry to myself.

Saya baru saja berhasil melewati masa setahun mengalami menstruasi yang nyaris tanpa henti karena ketidaknormalan hormon dan sekarang badan ini cari perkara lagi dengan saya.

I just got through a year of having almost unstoppable menstruation out of abnormality in hormone and now this body wanted to throw another shit to me.

Saya tidak akan pernah dikalahkan oleh apa pun atau oleh siapa pun.

Nothing or nobody can ever bring me down.

Sejuta angin topan badai telah saya lewati, saya telah menghadapi berbagai macam manusia dari yang menyenangkan sampai yang menyebalkan.. dan saya masih tetap berdiri tegar.


I had been hit by thousands of hurricanes, I had been dealing with many kinds of people from the nice to the nasty ones.. and I am still standing tall.

Biar pun setiap pagi saya harus berangkat kerja dengan badan gemetaran, bekerja dengan tenggorokan yang perih dan kadang di malam hari diam-diam saya menangis juga tapi saya tidak akan pernah menyerah..

Eventhough every morning I have to go to work with my body shaken by this chill, work with sore throat and sometimes I cried quietly at nights but I will never give up.

Hidup adalah suatu pertunjukan yang harus dijalani.

Life is a show that must goes on.

Hari Senin (28/10) saya cuti. Rencananya saya akan cek-up ke ginekolog dulu lalu pergi menginap di rumah seorang ibu kenalan saya di tempat kerja. Tapi urusan menginap harus dibatalkan karena ibu itu harus menemani ibunya yang baru sembuh sakit.

I take a day leave on Monday (Oct 28th). I planned to go to my gynecologist and after that spending a night at a lady aquaintance at work. But the spending a night part had to be cancelled because the lady had to care for her recovering mother.

Tapi saya tidak ingin berkurung di rumah. Saya ingin jalan. Saya perlu liburan.

But I don’t want to stay at home. I wanted to go somewhere. I needed a vacation.

Hari Sabtu malam (26/10) saya berpikir-pikir. Kenapa saya tidak jalan saja sendiri? Saya akan naik kereta api ke Kota. Lalu pergi ke museum Fatahilah. Sendiri.

I spent Saturday night (Oct 26th) thinking. Why don’t I just go by myself? I will take the train to Kota. Visit Fatahilah museum. On my own.

Tiba-tiba terpikir oleh saya untuk mengunjungi seorang mantan teman kuliah yang sejak tahun 1990 telah menjadi sahabat sekaligus saudara bagi saya.

It just came to me the thought to visit a former college friend whom since 1990 has become my bestfriend and a sister to me.

Dia sangat gembira ketika saya menghubunginya dan memberitahu keinginan saya.

She was so happy when I texted her to inform her about me visiting her.

“Asal elu ga keberatan tidur tumpuk-tumpukan sama anak-anak gue” dia bercanda saat membalas sms saya yang menanyakan apa saya boleh sekalian menginap dirumahnya. Terakhir kali kami bertemu adalah tahun 1998. Bisa-bisa kami tidak tidur semalaman karena keasyikan mengobrol.

“As long as you don’t mind to sleep with my kids” she answered my text that asking her if I could spend a night at her place. The last time we met was in 1998. We would spend the night talking.

Dia memberi petunjuk arah menuju rumahnya. Naik bis transjakarta dari Beos, transit di halte Harmoni, sambung lagi dengan yang jurusan menuju Kalideres. Turun di halte Ramayana Cengkareng. Dari situ naik angkot dan turun di depan Perumahan Taman Palem Lestari dimana dia akan menjemput saya.


She gave direction to her house. Take the transjakarta bus from Beos, get off at Harmoni, take another bus to Kalideres. Get off at Ramayana supermarket in Cengkareng. Get a public vehicle to her housing complex where she will meet me.

Hmm.. kedengarannya perjalanan lumayan panjang. Ke tempat yang seumur hidup belum pernah saya kunjungi, pula.

Hmm.. sounds like a long ride. To the place I have never visited before too.

Tenggorokan saya pun belum sembuh total. Sejak Sabtu saya tidur dengan disanggah 3 bantal. Jadi posisi saya setengah duduk. Kalau tidak begitu, sepanjang malam saya tidak akan bisa tidur karena batuk.

My throat has not completely recover. I have been sleeping with my back supported by 3 pillows. So my position was half sitting. If not, I wouldn’t stop coughing and surely wouldn’t sleep the entire night.

Tapi hidup adalah suatu pertunjukan yang harus dijalani.

Life, though, is a show that must goes on.

“Kamu jadi impulsif belakangan ini” kata Andre.

“You have become impulsive lately” said Andre.

Ya, akhir-akhir ini saya mengikuti kata hati. Tapi itu karena saya berpikir hidup bukanlah penjara. Saya punya hak untuk juga melakukan apa yang saya inginkan, menetapkan pilihan dan menjalani semua itu.

Yes, I have followed my heart lately. But it was because I thought life is not a prison. I have the right to do what I want, to choose and to live it. 

Saturday, October 26, 2013

Simple Things

Judul di atas itu adalah judul lagu Amy Grant.

The above title is actually Amy Grant’s song.

Beberapa hari terakhir ini saya sedang berburu lagu-lagu jadul tahun 1990an di youtube. Dan tidak sengaja saya menemukan lagu lama milik Amy Grant ini.


I spent the last few days hunting the 90s old song on youtube. And I found this Amy Grant’s song.

Tapi judul lagu itu bisa dihubungkan dengan beberapa hal yang saya temui dalam kehidupan saya. Jadi dapat ide buat tulisan ini. 

The song title can be related to few stuff I met in my life. So there it is, I have got an idea what to write in this post. 

Berapa banyak dari kita yang memikirkan hal-hal sederhana?

How many of us have simple things on mind?

Berapa banyak dari kita yang menginginkan hal-hal sederhana?

How many of us wish for simple things?

Kita bertumbuh dengan doktrin ‘Jangan pernah merasa puas’.

We grew up with ‘Never feel enough’ doctrine instilled in us.

Masih ingat bagaimana dulu ketika kita mendapat nilai ulangan 7 dan guru atau orang tua kita akan mengatakan ‘kok cuma dapat segini?’ atau ‘lain kali kamu harus dapat nilai lebih baik dari ini’.

Remember how back in school days when we got 7 for our exam and the teacher or our parents said ‘is this the best grade you could get?’ or ‘you should get better grade next time’.

Tujuannya mungkin baik. Memberi dorongan semangat.

Good intention. Giving encouragement.

Tapi kadang hal ini membuat orang tidak bisa menghargai hasil yang kecil, meremehkannya karena berpikir sesuatu yang besarlah yang patut mendapat pujian, pengakuan dan penghargaan.

But sometimes it makes many things taken for granted, underestimate what considered to be small achievement because we think only something big, something outstanding that deserved praise, acknowledgement and appreciation.

Padahal yang kecil itu belum tentu tidak ada artinya.

Inferiority is not meaningless.

Karena siapa tahu bahwa untuk mendapatkan hasil yang ‘cuma segitu’ ternyata membutuhkan perjuangan, kerja keras dan ketekunan.

Because who knows that to earn what is called ‘is that all you can get’ is actually the outcome of a struggle, hardwork and persistence.

Saya ingat jaman sekolah dulu, saya paling benci dengan pelajaran berhitung karena otak saya bukan otak matematika.

I remember how, back in school days, I hated math so much. I am just not into it.

Saya harus belajar mati-matian demi mendapatkan nilai 6 untuk ulangan matematika. Dapat nilai 7 berarti perjuangan luar biasa.

I had to study hard to get 6 for my math exam grade. 7 meant one hell of a struggle.

Di tahun terakhir masa kuliah saya, nilai ujian matematika saya lebih tinggi dari teman kuliah saya. Ya, beruntunglah saya mendapat sekumpulan teman sekelas yang berotak pintar tapi tanpa pamrih mau menolong saya belajar pada pelajaran yang paling saya benci itu. Jadi ketika saya mendapat nilai baik, mereka ikut gembira. Bahkan teman yang menjadi tutor saya itu malah sangat gembira ketika mengetahui nilai saya lebih tinggi dari nilainya karena dia merasa telah berhasil mengajar saya.

In my last year in college, I got higher math grade than my classmate. Well, I was lucky to have a bunch of smart and kind classmates who willing to help me study that one particular subject I hated so much. They shared my joy when I got good grade. One particular classmate who tutored me was even so thrilled knowing my grade was higher than his as it made him felt he had become a good tutor.

Sekian belas tahun kemudian, oleh karena garis nasib (keluarga dari pihak ibu saya banyak yang menjadi guru), jadilah saya seorang guru. Mengajar adalah panggilan jiwa. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan dari pada melihat seorang anak berhasil menjadi pribadi yang lebih baik dan memiliki kemampuan akademis yang juga lebih baik.


Many years later, the hand of fate brought me to a job that made me found my call as a teacher (many of relatives from my mother’s side were or are teachers). Nothing makes me happier than to see a child becomes a better person and having improved academical ability.

Menjadi guru mengingatkan saya pada masa-masa ketika saya masih seorang murid.

Being a teacher reminds me to the times when I was a student.

Mengingatkan saya pada kebencian saya pada pelajaran-pelajaran tertentu.

Reminds me of how much I hated certain subjects.

Mengingatkan saya pada perjuangan saya untuk mendapatkan nilai supaya saya dapat naik kelas atau lulus.

Reminds me how I struggled to get appropriate grade to pass the exam or class.

Mengingatkan saya pada komentar ‘kok cuma dapat segini?’ atau ‘lain kali kamu harus dapat nilai lebih baik dari ini’.

Reminds me to ‘is this the best grade you could get?’ or ‘you should get better grade next time’.

Mengingatkan saya pada teman kuliah saya yang ikut jungkir balik membantu saya mempelajari pelajaran yang paling tidak saya sukai, sampai saya bisa mendapatkan nilai ujian lebih tinggi dari nilainya.

Reminds me to my former classmate in college who helped me study the subject I hated most, resulted in my grade was higher than his.

Jadi ketika saya mengajar, murid-murid saya tahu bahwa mereka dan juga saya bersama-sama berusaha supaya mereka bisa mengerti pelajaran yang sedang saya ajarkan kepada mereka. Bahwa semua itu adalah perjuangan kami.


So when I teach my students, they know that they and I are working together to make them understand the subject I am teaching them. It is our effort.

Ketika mereka datang membawa nilai-nilai ulangan, saya mengajak mereka untuk dapat menerimanya dengan segala kebesaran hati, kebanggaan dan penghargaan atas kerja keras, ketekunan dan kemampuan mereka.

When they bringing me their grades, I encouraged them to accept it with big heart, pride and appreciation for their hardwork, persistence and capabilities.

Saya tidak ingin mereka mengecilkan atau meremehkan nilai yang mereka dapatkan.

I don’t want them to underestimate their own grades.

Saya tidak akan pernah mengomentari ‘kenapa nilai kamu cuma segini?’

I will never say ‘is this the best grade you can get?’

Ketika mereka mendapat nilai ulangan atau ujian 7, 8 atau 9, komentar saya selalu ‘nilai itu tidak jelek. Kamu sudah belajar dengan baik, dalam keadaan batuk, pilek dan hujan deras pun kamu tetap datang ke rumah ibu Keke buat belajar. Kamu sudah berusaha dengan baik, bu Keke senang melihat semangat kamu buat belajar”


When they got 7, 8 or 9 for their exam, my usual comment is ‘It is not bad. You have study hard, you came to my house to study even when you had cold, cough and in pouring rain. You have done your best, I am happy to see such spirit”

Untuk mendorong mereka berusaha lebih baik lagi, bersama-sama kami memperhatikan soal-soal ulangan mereka. Melihat dimana mereka membuat kesalahan. Apakah kesalahan yang mereka buat adalah karena ketidakmengertian mereka atau ketidaktelitian mereka atau karena saya memang belum mengajarkan kepada mereka tapi tiba-tiba saja muncul dalam ulangan.

To encourage them to do better, we examined their exam paper. Studying their mistakes. Were those mistakes done because they didn’t understand or the result of their carelessness or something I haven’t taught them but came up in the exam.

Dengan cara begini saya mengajar mereka untuk menghargai usaha dan kemampuan diri sendiri, tidak mengecilkan diri sendiri sehingga tidak jadi merasa minder atau kehilangan harga diri, tapi tidak menghilangkan kenyataan bahwa mereka tetap masih bisa memperbaiki diri, belajar lebih giat dan mendapat hasil yang lebih baik.

This way I teach them to appreciate their effort and ability, not to underestimate that they lost their confident or pride, but without disregarding the fact that they can make improvement, they should learn harder and they can get better grades.

Sangat menyenangkan ketika kita bisa menerima, bergembira dan menghargai hal-hal kecil karena sekali sudah tertanam sikap seperti itu di dalam diri kita maka hal kecil tidak akan membuat kita merasa kecil dan hal besar tidak akan membuat kita merasa besar.

It is a pleasure when we can accept, be glad and appreciate small things because once the kind of mindset is instilled in us then small things don’t make us feel small and big things don’t make us feel big.

Tapi dalam pengalaman hidup saya, saya telah bertemu dengan banyak orang yang tidak bisa melakukan hal demikian.

But in my life, I have met many people who can’t do that.

Seseorang pernah mengatakan ‘Kenapa rasanya rumput tetangga selalu lebih hijau?’

Someone was once said ‘Why is it the neighbor’s lawn looks greener than my own?’

Saya terheran-heran mendengarnya.

It amazed me.

Orang yang berucap demikian itu memiliki kehidupan yang terjamin.

The person who said that is living comfortably.

Dia tidak seperti saya yang harus bertahan menerima segala macam perlakuan demi mendapat upah dibawah standar UMR; dia tidak harus bekerja dengan dalam keadaan badan sedang mengalami menstruasi demikian banyak dan hampir tidak bisa berhenti karena ketidaknormalan homon; dia tidak harus bekerja untuk menafkahi orangtuanya; dia bahkan tidak harus bekerja karena memiliki suami yang lebih dari mampu untuk menafkahi dirinya dan anak-anak mereka.

Unlike me, that person doesn’t have to stay in a job that gives so many endurance for a lower minimum wage; that person doesn’t have to work with a body that weakened by having abnormality menstruation that went for a year; that person doesn’t have to work to support her parents; that person doesn’t even have to work because she has a well to do husband who can support her and their children’s lives.

Maaf-maaf saja, saya tidak akan meneteskan air mata untuk orang-orang seperti itu karena saya menganggap mereka cengeng dan tidak tahu menghargai hal-hal kecil, hal-hal sederhana yang ada pada diri atau pada hidup mereka.

So I am sorry to say that I will never shed a tear for people like that person because they act like babies and so ungrateful for the small simple things they have in them or in their lives.

Ketidaksempurnaan ada dimana saja. Jadi wajar kalau setiap manusia menginginkan banyak hal yang lebih baik atau lebih banyak. Tapi bukan berarti yang tidak sempurna itu lalu tidak dihargai.

Imperfectness is everywhere. It makes every one of us wishing for better things or having more. But doesn't mean we can't appreciate the imperfectness.

Friday, October 25, 2013

Through Your Eyes

“Anak-anak itu nanti sore datang les ga?” demikian pertanyaan rutin dari ibu saya setiap hari Selasa dan Jumat.

“Will the kids come for their tutoring this afternoon?” that is my mother’s question every Tuesday and Friday.

Begitu mengetahui anak-anak itu akan datang, ibu saya akan mengamankan sejumlah benda-benda tertentu dari ruang tamu ke dalam kamarnya.

Once she knew they were coming, she would bring some stuff from our livingroom to her bedroom.

Benda-benda apa saja?

What things?

Jambangan bunga, gunting, senter, kipas dan kursi beroda.

The vases, scissors, flashlight, fan and the chair.

Karena seorang dari murid les saya ini punya enerji dan rasa ingin tahu yang luar biasa.

Because one of my tutoring students has enormous energy and curiosity.

Sekali dia menemukan gunting dan coba tebak apa yang diguntingnya?.. yap, rambutnya!

Once he found the scissors and guess what did he cut?.. yep, his hair!

Lalu kursi beroda itu dimainkannya.. meluncur.. berputar-putar diruangan.. dan berapa kali membuat saya nyaris berteriak ngeri melihat gerakannya.


Another time he played with the chair.. sliding.. swindled around the room.. and made me nearly screamed out of my fear seeing his wild movement.

Belakangan ini orang tua saya memutuskan seorang dari mereka harus duduk di dapur untuk mengawasi karena murid saya yang satu itu beberapa kali berkeliaran sampai ke dapur dan ketahuan sedang pencat-pencet tombol-tombol di kompor gas.

Lately my parents decided one of them should keep an eye in the kitchen because that particular kid has been ventured to the kitchen and was seen to push the buttons of the stove.

Kompor gas, coy! Salah pencet, salah putar.. itu gas yang keluar.. bisa bledug aja rumah gue nanti.. hehe.. haduh.. haduh...

Dude, it’s the stove! Make one wrong push, one wrong turn.. it’s the gas.. my house would go … kabooom.. lol… for crying out loud..

Masa sih kompor gas juga harus diungsikan ke dalam kamar ibu saya?.. hehe.. trus kalau kompor gas tidak ada, apa yang dijadikan sasaran? Kulkas? Yah, nanti semua barang di ruang tamu dan ruang makan harus diumpetin semua di kamar dong.. jadi biar aman dua ruangan itu dikosongkan saja ya.. hehe..

Should the stove be stored in my mother's bedroom as well?.. lol.. and with the stove then safely kept there, what else would be targeted? Would all the things in the livingroom and diningroom should be hid in the bedroom too?.. Should empty those rooms empty for the sake of safeness.. lol..

Si Doggie saja sampai minta-minta ampun.. hehe.. saya pernah kebingungan mencari kemana anak itu dan saya menemukannya ada di bawah meja makan. Sedang duduk sambil memeluk si Doggie.


Doggie has waved its white flag.. lol.. I was once looked for the boy and I found him under the dining table. He sat there, hugging Doggie.

Yang membuat saya tertawa geli adalah tatapan mata Doggie yang seakan mengatakan “Aduh Ke, minta ampun deh”

What made me had a big laugh is when I saw Doggie’s eyes that spoke “Honestly, Keke, this kid really pushes all my buttons”

Sepertinya sejak itu juga Doggie memilih untuk ngumpet di dapur. Dia masih menyambut ketika anak-anak itu datang. Selama beberapa menit dia membiarkan anak-anak itu mengelus-elusnya atau mengajaknya bercanda tapi kemudian dia pergi ke dapur dan tidak keluar-keluar lagi dari sana..

I think eversince that Doggie chooses to hide in the kitchen. It still welcomes the kids when they came. It let them caress or gain it in a play but for minutes later it retreat to the kitchen and won’t come out.

Nah, setelah benda-benda diamankan di kamar ibu saya dan Doggie ngumpet di dapur, yang dijadikan sasaran oleh anak ini adalah kakaknya.


Now the stuff are safely kept in my mother’s bedroom and Doggie hides in the kitchen, the boy turns to his brother.

Entah berapa kali saya harus menaikkan suara sekian oktaf karena kakaknya tidak bisa konsentrasi belajar karena dijahili atau diganggu olehnya.

I don’t know how many times I had to raise my voice because his brother couldn’t concentrate on his lesson as he was being teased or distracted by this kid.

Tapi yang paling membuat jantung saya serasa nyaris berhenti berdetak adalah ketika dia berlari kencang dari luar dan langsung menjatuhkan diri di atas perut kakaknya yang ketika itu sedang berbaring di lantai sambil menghafalkan kata-kata dalam bahasa Inggris.

But what made my heart seemed to stop beating was when he ran fast into the house and fell himself on his brother’s belly. His brother was lying on the floor as he was memorizing some English words I gave him.

Yang berteriak bukan hanya kakaknya. Saya juga.

His brother was not the only one who screamed. So was I.

Kakaknya gemuk. Perutnya besar. Dalam keadaan normal saja, napasnya pendek. Saya sering khawatir memikirkan jantung dan paru-parunya yang sepertinya harus bekerja ekstra keras karena dia terlalu gemuk. Dan dalam 2 tahun ini dia bertambah gemuk.

His brother is chubby. He has big belly. Even when he is not moving much, he has short breath. It concerns me to think how his heart and lungs have to work double hard because he is overweight. And in the past 2 years it seems he gains more weight.

Jadi ketika adiknya menjatuhkan diri di atas perutnya, saya bisa mendengar dia seperti tercekik. Nah, gimana saya tidak ikut berteriak, coba.. haduh.. nak.. nak..

So when his brother fell himself on his belly, I could hear him choked. How would that not making me scream.. geez.. kid..

Tapi jangan mengira anak ini anak nakal. Dia anak yang baik. Cerdas. Periang. Tidak mudah marah, ngambek atau tersinggung. Dia juga lucu dan peka. Kalau sedang belajar kadang dia suka menyenderkan badannya ke saya atau tiba-tiba saja saya dipeluknya. Cuma ya itu tadi.. enerjinya luar biasa dan kadang dia suka ngetes sampai sejauh mana batas kesabaran saya dan apakah saya tetap konsisten dengan ucapan saya. 

But don't assume the boy is naughty. He is a nice kid. Smart. Cheerful. He is not moody or has tantrum. He is also funny and sensitive. In the middle of tutoring sometimes he likes to lean himself to me or just gives me a hug. The only thing about him is his enormous energy and he likes to test how far my patience would go and if I remain consistent to my words. 

Akhir pekan lalu, Lauren dititipkan pada saya dan Andre.

Andre and I babysat Lauren last weekend.

Saya sudah pernah menulis tentang Lauren. Cari saja postingan berjudul Lauren.

I have written about Lauren. Just look for my post with Lauren as the title.

Lauren menghabiskan hari Sabtu dan Minggu bersama kami.

Lauren spent her Saturday and Sunday with us.

Rasanya hidup jadi lebih ‘berwarna’ setiap kali ada dia.

It seemed life has become more ‘colorful’ whenever she was around.

Oh itu karena dia mengisi rumah dengan celotehannya, tangisan, botol susu, popok, bedak, pakaiannya.. dan membuat akhir minggu saya di isi dengan tawa dan senewen.


Oh, that’s because she filled the house with her baby talk, cries, bottles, diapers, powder, clothes.. and made my weekend filled with laughter and nervousness.

Banyak hal yang bikin saya merasa betul-betul seperti sedang berada di hutan belantara.

Many things made me felt as if I were in a jungle.

Biar pun judulnya saya perempuan tapi jangan dikira otomatis saya tahu segala hal tentang anak. Ya, saya pernah 6 tahun jadi guru TK tapi itu kan mengurusi anak berusia 3-6 tahun.

Don’t assume that since I am a female it makes me automatically know everything about taking care a child. Yes, I worked as kindergarten teacher for 6 years but I was incharged for children aged 3-6 years old.

Dan entah berapa kali Lauren dengan berhasil membuat saya senewen.. sewaktu dia memutuskan untuk menelan sebutir anggur bulat-bulat, ketika dia jatuh terguling dari atas sofa, ketika kepalanya membentur meja atau ketika dia nyaris tertimpa setumpuk majalah dari rak di lemari karena dia menarik sebuah majalah..

And I just don’t know how many times Lauren has succeeded on making me nervous.. when she decided to swallow a grape, when she fell off the sofa, when she bumped her head to the table or when piles of mags from the cabinet nearly fell on her after she pulled a magazine.

“Punya anak memang begitu” Andre nyengir menatap saya “Seru kan..”

“That’s how it is to have a child around” Andre grinned as he stared at me “Isn’t it fun..”

Seru? Bikin gue jantungan gini, elu kata seru?

Fun? It gives me heart attack, and you call this fun?

Saya mengamati Lauren yang duduk dengan manisnya di lantai sambil bermain dengan majalah-majalah seakan tidak menyadari bahwa beberapa menit sebelumnya dia hampir membuat jantung saya hampir berhenti berdetak ketika setumpuk majalah melayang jatuh dari atas lemari. Jaraknya hanya sekian senti dari kepala kecilnya.


I watched Lauren sat nicely on the floor, playing with the magazines as if she didn’t realize that few minutes earlier she made my heart seemed to skip a beat when a stack of mags fell off the cabinet. It skipped only few centimeters from her tiny head.

Anak-anak kerap membuat ulah yang menurut pemikiran kita seperti tidak masuk akal.

Children often do things that to us look completely make no sense.

Membuat saya ingin masuk ke dalam diri mereka, menjadi diri mereka dan melihat apa yang mereka lihat.

Making me want to get inside them, becoming them and see things through their eyes.